Di Afganistan sekitar 5000 anak terluka parah hingga terbunuh akibat perang. Hal serupa terjadi di Syria dan Yaman. Anak-anak bahkan tewas terbunuh di dalam bis yang hendak mengantarkan mereka ke sekolah. Di Ukraina timur, sekitar 400 ribu anak setiap harinya menghadapi ancaman kematian saat menyebrang area konflik yang dipenuhi ranjau aktif.
Penderitaan anak-anak di berbagai lokasi dinilai telah mencapai level yang ekstrim. ‘‘Pihak yang bertikai berkomitmen melakukan kejahatan tanpa mendapat hukuman. Kini kondisi kian memburuk. Masih banyak yang perlu dan harus dilakukan untuk melindungi dan menolong anak-anak.‘‘ ujar Manuel Fontaine, direktur program darurat UNICEF.
Derita Sunyi Bocah Korban Perang Suriah
Tubuhnya diselimuti darah dan debu. Tanpa isak dan air mata, ia menyeka dahinya dan menatap darah di tangan. Ia dan anak-anak lain di Suriah menjadi korban kebiadaban perang.
Foto: Reuters/M. Rslan
Tanpa isak dan air mata
Omran Daqnesh bersama bocah lainnya duduk terpaku di ambulan setelah diselamatkan dari puing rumahnya yang hancur akibat perang di Allepo, Suriah. Tanpa menangis, Omran bersama anak lainnya menunggu tim relawan datang untuk memberikan pertolongan pertama, sebelum kemudian dibawa ke rumah sakit.
Foto: Reuters/M. Rslan
Simbol penderitaan
Omran, bocah Suriah yang bersimbah darah usai selamat dari serangan udara pasukan pemerintah kini menjadi simbol penderitaan penduduk kota Aleppo. Tubuhnya diselimuti luka dan debu. Sesekali ia menyeka dahinya dan menatap darah di tangannya.
Foto: picture-alliance/AA/M. Rslan
Korban tak berdosa
Bocah-bocah ini adalah korban perang antara pasukan pemerintah dengan pemberontak, yang makin membara di Allepo, Suriah, dalam beberapa waktu terakhir. Ratusan orang terenggut nyawanya.
Foto: Reuters/M. Rslan
Allepo yang membara
Dalam perang, anak-anak menjadi korban paling menderita. Allepo terbagi dua, kelompok pemberontak menguasai bagian timur dan pasukan pemerintah yang didukung militer udara Rusia di bagian barat. Sejauh ini perang di Suriah telah menelan 290.000 korban jiwa dan jutaan pengungsi sejak 2011.
Foto: Getty Images/AFP/B. Al-Halabi
Tumpang tindih perang
Masuknya ISIS menyebabkan situasi perang di Suriah antara pemberontak dengan pasukan pemerintah bertambah sulit. Di Suriah, ISIS mendidirikan kekalifahan di Raffa. Foto-foto anak-anak korban perang di Suriah menunjukkan keganasan peperangan yang dilakukan berbagai pihak.
Foto: picture-alliance/dpa/Imageslive/O. Jumaa
5 foto1 | 5
Anak-anak juga kerap menjadi korban penculikan atau dijadikan ‘‘senjata‘‘ perang seperti di Somalia, di mana 1200 anak diculik dan dilatih untuk menjadi ‘tentara‘ perang. Sedangkan di Kamerun 60 anak diculik dari sekolah di Nkwen untuk dijadikan tawanan perang.
Akibat konflik tak hanya kematian, ribuan sekolah ditutup, akses kesehatan pun terbatas. Mal nutrisi terjadi, pertolongan terhadap penderita ebola terhambat. Belum lagi angka kejahatan seksual yang terus meningkat.
‘‘Saat perang terjadi, jangan menyerang anak-anak! Setiap pihak memiliki tanggungjawab untuk melindungi anak-anak. Jika tidak, anak-anak beserta keluarga dan komunitasnya akan terus menderita dan menghadapi kehancuran saat ini dan di masa yang akan datang.‘‘ tegas Fontaine.
Anak-Anak di Zona Perang Sudan Selatan
Sudan Selatan adalah negara ke-4 paling berbahaya di dunia ranking GPI. Badan PBB Protection of Civilian (POC) berikan warga perlindungan. Para pengungsi yang dilindungi mencakup anak-anak yang tidak disertai orang tua.
Foto: DW / F. Abreu
Terpaksa Mengungsi Tanpa Orang Tua
Lebih dari 30,000 orang tinggal di lokasi Protection of Civilians (PoC) di Juba, ibukota Sudan Selatan. Sekitar 7.000 di antaranya anak-anak yang kehilangan kontak dengan orang tua. LSM Nonviolent Peaceforce (tentara perdamaian tanpa kekerasan) berusaha mempersatukan mereka kembali.
Foto: DW / F. Abreu
Mencari Keluarga dan Mempersatukan
Langkah pertama adalah menetapkan identitas anak dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang bisa membantu pencarian orang tua. Data ini diunggah ke internet dan bisa diakses semua organisasi yang bekerja bagi perlindungan anak di Sudan Selatan. Jika pencarian tidak berhasil, atau jika anak memang yatim piatu, akan dicari orang tua angkat.
Foto: DW / F. Abreu
Penjaga Perdamaian Semua Perempuan
Di Sudan Selatan, Nonviolent Peaceforce memfokuskan diri pada perlindungan bagi anak-anak dan perempuan. Mereka tidak berpartisipasi dalam konflik senjata tapi terkena dampaknya, sehingga Nonviolent Peaceforce mendirikan tim penjaga perdamaian bagi perempuan, yang terlatih khusus untuk mencegah kekerasan seksual dan kekerasan berdasarkan gender.
Foto: DW / F. Abreu
Pemberdayaan Kaum Perempuan
Selain latihan, tim penjaga perdamaian bagi perempuan juga diberi sokongan selanjutnya sesuai kebutuhan pekerjaan mereka. Tim bekerjasama dengan perempuan lain di komunitas, membantu mereka mengidentifikasi risiko dan memberikan reaksi. Tim juga berhubungan dengan pihak berwenang, sehingga pelaku kejahatan bisa dituntut tanggungjawabnya.
Foto: DW / F. Abreu
Konflik Etnis Merebak
Perang saudara diawali sengketa politik, tetapi ini menyebabkan kembali renggangnya hubungan antara suku Dinka dan Nuer. Presiden Salva Kiir berasal dari suku Dinka dan pemimpin pemberontak Riek Machar dari suku Nuer. Kawasan Ulang didominasi etnis Nuer. Daerah ini diserang pasukan pemerintah Mei 2015 dan belasan tewas. Konflik terus merebak ke daerah yang tadinya damai.
Foto: DW / F. Abreu
Proyek Perlindungan Anak
Nonviolent Peaceforce menyelenggarakan proyek di Ulang, salah satu dari enam proyek serupa di Sudan Selatan. Proyeknya berbeda-beda sesuai kebutuhan lokal. Di Ulang, komunitas pekerja sukarela menjamin bahwa anak-anak memperoleh akses bagi kegiatan rekreasi dan sport.
Foto: DW / F. Abreu
Sepak Bola di Bekas Tempat Perang
Di sekolah dasar Kopuot di Ulang, anak-anak bermain sepak bola sebagai bagian proyek proteksi anak-anak. Bangunan di latar belakang penuh dengan lubang peluru, dan jadi tugu peringatan bahwa sekolah itu juga jadi sasaran tembak tentara pemerintah dalam serangan Mei 2015.
Foto: DW / F. Abreu
Kembali ke Sekolah
Semua materi untuk pengajaran dan peralatan lain yang dibutuhkan sekolah rusak total akibat penyerbuan tentara pemerintah. Tetapi sekarang, di ruang-ruang kelas yang masih direnovasi, kembali berlangsung proses belajar-mengajar.