1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Rasisme Menimpa Warga Kulit Hitam, Asia dan Kaum Muslim

8 November 2023

Kaum berkulit gelap, warga muslim atau pendatang asal Asia tercatat yang paling sering mengalami rasisme dan diskriminasi di Jerman, terutama dalam mengakses layanan kesehatan atau saat berurusan dengan polisi.

Warga berlatar belakang migran di Jerman
Warga berlatar belakang migran di JermanFoto: picture-alliance/Eventpress

Entah sekedar pandangan merendahkan terhadap manusia berkulit gelap atau perempuan berhijab, hingga umpatan kasar bernada rasial: Buruk rupa diskriminasi dan rasisme di Jerman terekam secara detil dalam laporan Pusat Studi Integrasi dan Migrasi (DeZIM) yang dirilis belum lama ini. Sebanyak 21.000 warga asing mengikuti survey yang digelar antara Juni hingga November 2022 itu.

Menurut riset DeZIM, lebih dari separuh atau 54 persen warga kulit hitam mengaku pernah setidaknya sekali dalam satu tahun menjadi korban rasisme di Jerman. Hampir seperlima perempuan berkulit gelap mengaku pernah diancam atau dilecehkan berulangkali dalam setahun. Pengalaman serupa dialami 14 persen semua warga muslim dan 13 persen kaum perempuan berlatarbelakang Asia.

Sebanyak sebelas persen perempuan kulit putih mengalami dua kali lipat risiko diskriminasi ketimbang laki-laki yang cuma berkisar enam persen. "Itensitas dan konsekuensi dari pengalaman diskriminasi di Jerman tidak terbagi rata," tulis Direktur DeZIM, Naika Foroutan, dalam laporan tersebut.

Dampak kesehatan dari rasisme

"Pengalaman diskriminasi dan rasisme yang berulang berdampak terhadap kondisi kesehatan dan ikut melunturkan kepercayaan kepada lembaga negara. Hal ini bisa melemahkan dan bahkan mengancam demokrasi," tegasnya.

Laporan DeZIM terutama menyoroti layanan kesehatan. Menurut survei, pengalaman paling buruk dialami warga muslim atau warga berdarah Asia dan sebabnya tercatat paling sering berganti dokter karena isu kepercayaan. Terkait diskriminasi atau rasisme dalam layanan kesehatan, perempuan masih tercatat sebagai yang paling banyak menjadi korban.

"Data kami menunjukkan, bahwa pengalaman rasisme dan diskriminasi berkaitan erat dengan gangguan rasa takut atau gejala depresi," kata Frank Kalter dari DeZIM.

Menurutnya, negara harus mendesain kebijakan pencegahan untuk melindungi korban dan pegiat "yang setiap hari mengambil risiko demi masyarakat yang demokratis, bebas dan damai."

Seksisme dan diskriminasi usia

Saat ini, kulit gelap atau nama belakang bernada asing kerap kali menghalangi warga asing mengakses layanan kesehatan yang layak, meski ikut menanggung beban biaya asuransi yang tinggi. Hal ini harus dihentikan, desak Reem Alabali-Radovan, utusan integrasi pemerintah Jerman. Para dokter, perawat dan pegawai rumah sakit membutuhkan "konsep dan pendidikan antirasisme yang didesain khusus," ujarnya.

Tuntutan serupa juga dilayangkan terhadap lembaga kepolisian. Menurut survei teranyar, sebanyak 41 pria berkulit hitam dan 39 persen pria muslim tercatat pernah mengalami diskriminasi oleh aparat keamanan.

Warga berkulit putih sebaliknya tergolong jarang mengalami diskriminasi. Tapi ketika warna kulit tidak menentukan, jenis kelamin atau usia sering menjadi alasan perundungan, yakni pelecehan seksual terhadap perempuan dan perundungan terhadap kaum lanjut usia.

Riset DeZIM selanjutnya akan banyak menitikberatkan pada tindakan antisemitisme, menyusul kemelut di Timur Tengah, seperti informasi yang diterima DW. Menteri Keluarga, Lisa Paus, meyakini, fokus tersebut akan membantu memberikan gambaran yang lebih utuh tentang rasisme dan diskriminasi di Jerman.

"Agar bisa mengambil langkah mencegah diskriminasi dan rasisme, kita membutuhkan informasi dan data yang akurat secara berkala," kata dia.   rzn/hp

 

Jangan ketinggalan untuk menyimak konten-konten eksklusif yang akan kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Kirimkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite. 

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait