Pengguna media sosial di Indonesia bereaksi marah atas kasus razia warung makan di Serang dan mengumpulkan sumbangan untuk Ibu Saeni. Presiden Jokowi ikut menyumbang secara pribadi.
Iklan
Ibu Saeni, 53 tahun, terlihat menangis dalam rekaman video itu, ketika dagangannya disita aparat Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol PP) Pemerintah kota Serang, Jawa Barat, hari Jumat lalu (19/06/16).
Dia dianggap melanggar aturan larangan warung buka siang selama bulan Ramadhan. Ibu Saeni tampak menangis sambil memohon kepada aparat agar dagangannya tidak disita. Tapi barang dagangannya tetap diangkut.
Kepala Satpol PP Maman Lutfi kepada Kompas TV mengatakan, warung itu kena razia karena buka siang hari dan melayani warga yang tidak puasa.
Dalam razia hari itu, petugas Satpol PP Serang menyita dagangan dari puluhan warung makan yang buka siang hari. Sebagian pemilik warung mengatakan, mereka buka siang hari karena tidak tahu ada imbauan larangan buka siang selama bulan Ramadan. Yang lain mengaku buka warung karena butuh uang menghadapi Lebaran.
Seorang pengguna media sosial, Dwika Putra Hendrawan, berinisiatif membuat gerakan galang dana bagi Bu Saeni. "Menanggapi video ibu tadi, saya memilih membantu. Care to join in?," tulis Dwika di akun Twitternya. Dia lalu mencantumkan nomor rekening bank untuk donasi.
Sampai hari Minggu, lebih Rp. 250 juta terkumpul. Tidak berapa lama setelah itu, Dwika menutup proses donasi.
Kasus penjual makanan Bu Saeni memang langsung menyebar lewat media sosial seperti Facebook dan Twitter. Para netizen marah dan mengecam keras kebijakan pemerintahan kota Serang.
Presiden Joko Widodo diberitakan mengeritik razia di Serang. Jokowi bahkan memberi sumbangan pribadi sebesar sepuluh juta Rupiah, kata juru bicara Presiden, Johan Budi.
"Melalui staf Istana, hari Jumat atau Sabtu lalu itu saya lupa, Presiden memang memberikan sumbangan untuk Ibu Saeni yang kemarin ramai dibicarakan di media sosial," kata Johan Budi.
Menurut berita media, staf Jokowi juga sudah menghubungi Bu Saeni dan mengatakan, Presiden akan berbicara langsung dengannya hari Senin (13/06/16).
Pemerintah kota Serang membela kebijakan razia dan menerangkan, para penjual makanan memang melanggar hukum.
Tantangan Puasa di Jerman
Ramadhan tiba. Selama sekitar sebulan, dari matahari terbit hingga tenggelam, umat Muslim di Jerman yang berpuasa menjalankan ibadahnya. Di musim panas, bagi sebagian orang, tantangannya lebih terasa.
Foto: AP
Ramadhan Dimulai
Di Jerman terdapat lebih dari empat juta orang memeluk agama Islam. Meski tak banyak tampak ornamen-ornamen Ramadhan di Jerman, banyak di antara mereka yang menjalankan ibadah puasa di bulan suci ini.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Gebert
Bulan Penuh Tantangan
Bagi yang berpuasa di Jerman, jika puasa jatuh pada musim panas, maka banyak yang merasakan tantangannya lebih berat, karena jarak waktu Subuh ke Maghrib menjadi lebih panjang. Tahun 2016, misalnya, jarak Subuh ke Maghrib di Jerman sekitar 18 jam. Meski demikian, Ramadhan menjadi masa yang sangat indah, di manapun mereka berada.
Foto: DW/A. Ammar
Bekerja Seperti Biasa
Banyak pendatang Muslim yang bekerja di sektor gastronomi. Sebagian besar mereka harus bekerja sambil berpuasa. Di musim panas - saat suhu udara semakin panas - membuat mereka yang bekerja di sektor ini cepat merasa letih dan lemas.
Foto: picture-alliance/dpa
Menyiapkan Hidangan Bagi Yang Berbuka
Umm Aziz yang bekerja di restoran mengakui kesulitannya dalam menjalankan ibadah puasa: “Biasanya saya tiba di restoran tengah hari dan harus menyiapkan berbagai hidangan untuk malam hari. Pelanggan kami banyak yang keturunan Arab. Setiap petang, mereka datang untuk berbuka puasa di sini, karena itulah saya menyiapkan berbagai jenis hidangan."
Foto: Ulrike Hummel
Mencicipi Hidangan
Pemilik sebuah restoran di kota Köln, Haider Omar, menceritakan kesulitannya dalam berpuasa: "Saya harus mencicipi semua hidangan yang disiapkan, karenanya saya tidak berpuasa." Ia tidak mau menyuruh orang lain mencicipinya, kuatir bahwa rasa hidangannya akan berbeda.
Foto: Ulrike Hummel
Pulang Kampung
Di bulan puasa, beberapa warung atau restoran, termasuk restoran Arab atau Turki tetap buka. Aroma kebab tetap tercium meski belum mendekati Maghrib. Berbedanya jangka waktu berpuasa mendorong beberapa kaum Muslim untuk pulang kampung.
Foto: Ulrike Hummel
Pengecualian
Imam Erol Pürlü dari Ikatan Pusat Kebudayaan Islam di Köln mengingatkan, "Dalam Islam berlaku aturan dasar, bahwa setiap orang tak akan dibebankan sesuatu yang tidak bisa mereka tanggung". Artinya, bila orang itu sakit, hamil atau menyusui, maka ia berada dalam kategori orang tak bisa berpuasa. Untuk melunaskannya, kategori orang ini bisa membayar Fidyah, menyumbang uang kepada orang miskin.