Ilmuwan Bersikap Dingin atas Rencana Nuklir Bill Gates
Jo Harper
12 November 2021
Perusahaan Bill Gates dan Warren Buffett berencana luncurkan proyek reaktor nuklir yang disebut Natrium. Para ahli menganggap proyek itu sebagai upaya salah arah dalam mencapai target pengurangan CO2.
Iklan
Perusahaan energi nuklir milik Bill Gates yakni TerraPower dan perusahaan listrik PacifiCorp - yang dimiliki oleh perusahaan Warren Buffett, Berkshire Hathaway - pada September 2020 bekerja sama untuk meluncurkan proyek yang disebut Natrium. Ini adalah proyek reaktor modular kecil yang ditargetkan siap beroperasi secara komersial tahun 2030.
Banyak negara kini tengah mempertimbangkan reaktor nuklir yang lebih kecil, yang disebut modular, sebagai cara untuk mendukung produksi energi rendah emisi selama masa transisi dari ketergantungan bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan.
Reaktor ini rencananya akan dibangun di Wyoming yang merupakan negara bagian penghasil batu bara terbesar di Amerika Serikat (AS), ujar Gates. "Kami pikir Natrium akan menjadi game-changer bagi industri energi," kata dia.
Undang-Undang Transformasi Energi Bersih AS mewajibkan penghapusan batu bara pada tahun 2025 dan dekarbonisasi jaringan secara penuh pada tahun 2045. Departemen Energi AS memberikan dana kepada TerraPower sebesar $80 juta (Rp1,15 triliun) untuk mengembangkan ide mereka.
Tidak sekecil yang diklaim
TerraPower mengatakan pembangunan pabriknya akan menelan biaya $1 miliar (sekitar Rp14,25 triliun) untuk biaya teknik, pengadaan dan konstruksi. Pembangunannya diperkirakan memakan waktu 7 tahun. Di AS, biaya untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir konvensional adalah sekitar $25 miliar dan dapat memakan waktu lebih lama.
"Reaktor yang lebih kecil dan canggih seperti yang dikembangkan dengan pendanaan dari Bill Gates dan lainnya menawarkan aplikasi, pendekatan, dan peluang baru untuk salah satu sumber energi nonkarbon terbesar di dunia, energi nuklir," ujar Brett Rampal, direktur inovasi nuklir di lembaga nirlaba Clean Air Task Force, kepada DW.
Teknologi Baterai Yang Akan Mengubah Dunia
Di masa depan, yang akan menentukan adalah energi terbarukan, seperti energi matahari, air atau angin. Elemen terpentingnya: teknologi penyimpanan energi, atau baterai. Inilah beberapa teknologi yang sudah diterapkan.
Foto: DW/G. Rueter
Teknologi baterai makin laku
Teknologi baterai sat ini berada diambang boom global. Terutama di Cina, Korea dan AS dibangun pabrik-pabrik besar untuk produksi baterai Lithium-Ion. Harga baterai dan aki juga sudah turun drastis. Baterai terutama digunakan dalam bidang transportasi dan sebagai penyuplai listrik lokal.
Foto: Viktoria Kühne/Fraunhofer IFF
Harga melorot
Selama ini, harga mobil listrik sangat mahal karena teknologi baterainya dulu memang masih mahal. Tapi dibanding 10 tahun lalu, harga baterai sudah turun drastis tinggal 10 sampai 20 persen harga dulu. Kalau dulu harga baterai untuk mobil listrik dengan jangkauan 150 km sekitar 20.000 Euro, sekarang harganya tinggal 2.500 hingga 3.000 Euro.
Foto: DW/G. Rueter
Listrik akan lebih bersih dan lebih murah
Di pulau Graciosa, Portugal, 4500 penduduknya mendapat pasokan listrik terutama dari tenaga matahari dan tenaga angin. Baterai di sini digunakan untuk stabilitas jaringan, sekaligus menampung kelebihan produksi energi. Ada juga mesin generator diesel, tapi lebih sering tidak digunakan. Jadi biaya produksi listrik turun.
Foto: Younicos
Lampu dengan listrik tenaga matahari
Sekitar 1,5 miliar manusia di dunia hidup tanpa akses terhadap jaringan listrik, terutama di Asia dan Afrika. Teknologi lampu LED yang hemat energi membuka terobosan baru, misalnya di Senegal: Lampu-lampu ini menggunakan energi matahari dan cukup untuk berfungsi sepanjang malam. Karena harga komponen-komponennya turun drastis, teknologi tenaga matahari dan LED juga makin murah dan terjangkau.
Foto: IBC
Energi dari tangki air
Tabung penyimpan panas juga sering digunakan, seperti di gedung Deutsche Welle. Dengan kolektor yang dipasang di atap gedung, panas matahari disalurkan ke tangki untuk memanaskan air. Air panas itu bisa digunakan untuk dapur dan kamar mandi. Agar panasnya tahan lama, tangki diisolasi dengan baik. Dalam tabung ada juga pemanas yang dioperasikan dengan listrik, seandainya tenaga matahari tak cukup.
Foto: DW
Air garam sebagai penyimpan panas
Pembangkit listrik di Maroko ini menggunakan garam untuk menyimpan panas. Siang hari, listrik dari tenaga matahari digunakan memanaskan tabung-tabung berisi air garam. Pada malam hari, larutan garam bisa menghasilkan panas, yang digunakan untuk menghasilkan listrik. (Teks: Gero Rueter/hp/yp)
Foto: Getty Images/AFP/F. Senna
6 foto1 | 6
Namun ternyata seorang ahli menilai bahwa ini bukanlah reaktor nuklir yang kecil.
"Reaktor ini bukanlah reaktor yang kecil, mencapai 345 megawatt (MW)," kata Antony Froggatt, seorang peneliti di Chatham House, kepada DW. "Meskipun jauh lebih kecil daripada reaktor yang ada (1.000 MW), reaktor ini masih tergolong besar dan kemungkinan tidak semodular seperti perkiraan awal. Ini melemahkan argumen bahwa reaktor dapat dibangun di pabrik dan kemudian dikirim keluar, yang digadang akan jadi lebih murah," Froggatt memperingatkan.
Iklan
Klaim 10 kali lebih murah
Reaktor Natrium ini direncanakan untuk bisa mengisi kekurangan energi yang diproduksi oleh pembangkit tenaga angin dan surya sebagai generator cadangan. Proyek ini mencakup reaktor cepat berpendingin natrium 345 MW dengan penyimpanan energi berbasis garam cair untuk meningkatkan output daya hingga 500 MW pada masa puncak permintaan daya.
Teknologi Natrium memiliki kemampuan untuk menyimpan panas dalam tangki garam cair agar bisa digunakan di masa depan, seperti pada baterai.
"Natrium mencakup tangki-tangki penyimpanan panas nitrat- jenis penyimpanan panas yang sama seperti yang dipakai dalam sistem tenaga surya terkonsentrasi - pengganti turbin gas dan pembangkit listrik tenaga batu bara," Charles Forsberg dari Departemen Ilmu dan Teknik Nuklir di Massachusetts Institute of Technology mengatakan kepada DW.
"Penyimpanan panas ini 10 kali lebih murah daripada penyimpanan dengan menggunakan baterai tetapi membutuhkan teknologi penghasil panas untuk menggabungkan penyimpanan panas. Nuklir adalah teknologi penghasil panas rendah karbon," ujarnya.
Dinilai salah arah dan berbahaya
"Bill Gates selama ini meremehkan peran teknologi energi terbarukan yang aman dan terbukti dalam mendekarbonisasi ekonomi kita, sebaliknya ia memainkan teknologi yang lebih berbahaya dan berisiko seperti geoengineering dan nuklir," ujar Michael E. Mann, profesor ilmu atmosfer di Penn State University, kepada DW.
Profesor Mann baru-baru ini menandatangani deklarasi yang menyerukan dekarbonisasi melalui dengan sepenuhnya menggunakan energi terbarukan. Ia merasa terganggu karena menurutnya Gates mencoba menarik keuntungan dengan melakukan apa yang ia sebut sebagai "penyesatan".
World Cities Day: Upaya Kota-kota Dunia Atasi Perubahan Iklim
Jumlah orang yang tinggal di perkotaan diperkirakan akan membengkak pada dekade mendatang, menambah tekanan pada kota metropolitan untuk mengurangi jejak karbon. Jadi, bagaimana upaya mengatasinya?
Foto: Reuters/S. Pamungkas
Tantangan pertumbuhan berkelanjutan
Menurut PBB, wilayah perkotaan menghabiskan lebih dari dua pertiga energi dunia dan bertanggung jawab atas 70% emisi karbon. Kota juga merupakan rumah bagi lebih dari separuh penduduk planet ini. Dengan perkiraan peningkatan populasi perkotaan, upaya kota-kota ini menangani air, polusi, limbah, transportasi dan energi menjadi sangat penting unguk mengatasi perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/T. Aljibe
Kopenhagen: Komitmen netralitas iklim
Kopenhagen berencana menjadi kota netral karbon pertama di dunia pada tahun 2025. Untuk sampai pada tujuan ini, ibu kota Denmark ini ingin 75% perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda atau dengan transportasi umum. Harga parkir mobil pun dinaikkan dan diinvestasikan untuk ratusan kilometer jalan sepeda. Sistem pemanas kota juga beralih menggunakan biomassa ramah lingkugnan.
Foto: Alexander Demianchuk/TASS/dpa/picture-alliance
Bogota: Mobilitas bagi jutaan orang
Data PBB menunjukkan bahwa sistem angkutan cepat bus di ibu kota Kolombia yang diluncurkan sejak tahun 2000 ini berhasil menurunkan emisi CO2 dan meningkatkan kualitas udara. Jaringan TransMilenio di Bogota mengangkut 2,4 juta penumpang setiap harinya dan mencakup 85% wilayah kota. Pemerintah berencana membuka metro pada 2022 dan mengganti bus diesel dengan bus hybrid dan lsitrik pada 2024.
Foto: Transmilenio Colombia
Johannesburg: Bertani di kota
Afrika dengan pertumbuhan kota tercepatnya di dunia menjadi tatanngan baru terkait permasalahan iklim seperti kerawanan pangan dan air. Di Johannesburg, Afrika Selatan, penduduk seperti Lethabo Madela menanam tanaman obat dan sayuran. Pejabat mengatakan kepada Reuters bahwa ada 300 pertanian semacam ini di kota berpenduduk 4,4 juta ini - di atap rumah, halaman belakang dan tanah kosong.
Foto: Guillem Sartorio/Getty Images
Singapura: Ruang hijau
Selain menyediakan makanan, taman juga dapat mendinginkan kota, menyerap CO2 dan mencegah banjir. Pusat bisnis Singapura terkenal akan jaringan area hijau dan taman yang mengesankan, termasuk Gardens by the Bay yang ikonik. Semua bangunan baru di negara-kota padat penduduk ini harus memiliki beberapa bentuk vegetasi, seperti taman gantung atau atap hijau.
Foto: picture-alliance/robertharding/B. Morandi
Oslo: Fokus kepada kualitas udara
Ibu kota Norwegia ingin mengatasi polusi udara dengan membuat semua mobil bebas emisi pada 2030. Oslo, dengan penduduk sekitar 690.000 orang, saat ini memiliki jumlah kendaraan listrik per kapita tertinggi di dunia. Pengemudi mendapatkan fasilitas seperti kredit pajak, akses jalur bus dan perjalanan gratis di jalan tol. Ketika polusi tinggi, kota dapat melarang sementara penggunaan mobil diesel.
Foto: DW/L.Bevanger
Seoul: Berurusan dengan sampah
Seoul berhasil kurangi limbah secara dramatis sejak tahun 1990-an dengan sistem "bayar saat membuang". Kota padat penduduk di Korea Selatan ini mendaur ulang 95% limbah makanannya, misalnya dengan tempat sampah otomatis yang menimbang dan menagih penduduk atas apa yang mereka buang dengan kartu identitas yang bisa dipindai. Limbah makanan kemudian diubah menjadi kompos, pakan ternak atau biofuel.
Foto: CC BY 2.0 kr
Rotterdam: Air dan pasang naik
Rotterdam rentan terhadap ancaman iklim seperti pasang naik karena berada di bawah permukaan laut. Untuk berlindung dari banjir, telah dibangun taman di puncak gedung untuk menyerap limpasan air, "alun-alun air" untuk menampung air hujan dan garasi parkir yang dirancang sebagai waduk. Pemerintah juga membangun struktur terapung - termasuk peternakan sapi ini - untuk menahan air yang merambah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Corder
Reykjavik: 100% energi terbarukan
Islandia dapat menghasilkan energi terbarukan dengan cukup murah berkat melimpahnya sumber daya hidro dan panas bumi. Ibu kotanya, Reykjavik, adalah kota Eropa pertama yang sepenuhnya mengandalkan listrik terbarukan untuk menghangatkan rumah dan kolam renang. Bahan bakar fosil masih digunakan untuk transportasi dan perikanan, tetapi kota ini berharap dapat menghapus emisi tersebut pada tahun 2040.
Foto: picture-alliance/U. Bernhart
Vancouver: Bangunan hijau
Bangunan merupakan sumber utama emisi di kota karena daya yang mereka gunakan untuk penerangan, pendinginan dan pemanas. Vancouver ingin menjadikan semua bangunan baru netral karbon pada tahun 2030 dan bangunan lama pada tahun 2050. Contohmya Vancouver Convention Center yang memiliki atap hijau dengan 400.000 tanaman untuk mengisolasi panas dan menggunakan air laut untuk pemanasan dan pendinginan.
Foto: robertharding/Martin Child/picture-alliance
Surabaya: Sampah botol plastik untuk tiket bus
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan utama. Kota terbesar kedua di Indonesia ini terpilih oleh Guangzhou Institute for Urban Innovation sebagai salah satu kota paling berkelanjutan. Pemerintah kota meluncurkan proyek bus 'Suroboyo' yang memungkinakan penumpang membayar tiket dengan botol plastik bekas dan berhasil mengumpulkan hingga 250 kg sampah plastik tiap harinya. (Ed.: st/ae)
Foto: Reuters/S. Pamungkas
11 foto1 | 11
"Ini salah arah dan berbahaya. Saat ini, yang menjadi hambatan bagi aksi kebijakan iklim bukanlah teknologi, tapi kebijakan," bantah Mann yang diamini oleh sejumlah ilmuwan lainnya.
"Energi nuklir adalah pengalihan dari sejumlah aksi iklim lainnya yang lebih mendesak," kata Jan Haverkamp dari Greenpeace kepada DW. Perhatian yang baru-baru tercurah kepada energi nuklir sepenuhnya didorong oleh keputusasaan industri dan lobi terkait yang menggambarkannya sebagai solusi untuk mengatasi perubahan iklim, tambahnya.
Biayanya terlalu tinggi
"Tenaga nuklir baru, baik itu reaktor besar yang dikembangkan dari sumber daya yang ada, atau desain kecil terbaru, hanya bisa mengurangi sebagian kecil emisi gas rumah kaca," kata Haverkamp. Ia menambahkan bahwa penggandaan kapasitas hanya akan menghasilkan pengurangan emisi kurang dari 4% dibandingkan jika dilakukan dengan cara biasa.
"Itu juga sudah terlambat dan biayanya terlalu tinggi. Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, kita butuh ratusan reaktor baru, menyebarkan risiko terjadinya proliferasi," ujar Haverkamp.
"Reaktor Natrium inilah yang kami sebut sebagai tipe reaktor pembiak cepat. Reaktor jenis ini adalah mimpi buruk terjadinya proliferasi," kata Haverkamp. "Mereka dikirim bersama dengan teknologi pemrosesan ulang yang juga diperlukan untuk mengisolasi bahan pembuat bom nuklir. Untuk alasan itu saja, saya pikir dalam hal ini ide Gates sangat berbahaya," lanjutnya.
Kritikus juga mengatakan produksi reaktor ini akan menjadi perusahaan yang sangat padat modal. "Jadi jawaban singkat saya adalah: Tidak. Kalaupun ada, reaktor ini kemungkinan besar tidak akan memainkan peran penting dalam aksi iklim," kata Haverkamp.
"Saat ini, energi angin dan matahari jauh lebih murah, dan lebih cepat untuk digunakan, serta jauh lebih aman daripada pembangkit nuklir tradisional," ungkap Robert Howarth, profesor di Cornell University, kepada DW.
"Apakah mungkin pembangkit listrik yang dibayangkan oleh Gates dan Buffet akan jadi lebih baik dibandingkan pembangkit listrik tenaga nuklir tradisional? Mungkin, tapi ini masih percobaan. Dan saya meragukan klaim mereka. … dan sebaiknya kita tidak usah memakai tenaga nuklir, tapi secepatnya beralih ke 100% pemakaian energi terbarukan," kata Howarth. (ae/vlz)