1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Barat Atas Kemenangan Hamas

21 Februari 2006

Uni Eropa dan Amerika Serikat dinilai bereaksi tidak lazim atas kemenangan Hamas dalam pemilu di Palestina.

Sejak lama Barat menuntut digelarnya pemilu yang bebas dan demokratis di seluruh negara Arab. Akan tetapi, negara Barat ternyata tidak siap menerima hasil pemilihan umum demokratis tersebut. Demikian komentar harian Austria Salzburger Nachrichten yang terbit di Salzburg.

"Memang amat sulit menerima kenyataan, bahwa mayoritas rakyat Palestina memilih sebuah partai, yang untuk sementara ini tidak diyakini dapat meredakan konflik dengan Israel. Akan tetapi di sisi lainnya harus diakui, pada prinsipnya pemilu berlangsung secara demokratis. Hasilnya tentu saja tidak dapat ditentukan sebelumnya."

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung yang terbit di Zürich berkomentar, sanksi terhadap Hamas bukanlah alternativ pemecahan masalah.

"Jika sumber keuangan diblokir, fraksi radikal Islam tidak akan melihat adanya alasan untuk melakukan perubahan. Barang siapa memutus aliran keuangan, berarti menghukum seluruh rakyat Palestina, dan bukan hanya pimpinan politiknya saja. Memang tidak ada jaminan akan suksesnya perubahan kecil politik di Palestina. Akan tetapi apakah masih ada alternatif lain? Yang tersisa hanyalah meningkatnya kesiapan untuk melakukan aksi kekerasan dan kemelaratan di Palestina. Jadi, memang lebih baik dilakukan langkah kecil di Ramallah dan di Tel Aviv."

Sementara harian Jerman Neue Presse yang terbit di Hannover menulis, sanksi ekonomi terhadap Hamas amat diragukan efektifitasnya.

"Aliran bantuan keuangan memang tetap harus dikendalikan, yaitu melalui organisasi kemanusiaan untuk pembangunan infrastruktur, sekolah dan universitas di Palestina. Generasi muda yang melihat adanya lapangan kerja dan wawasan masa depan, lazimnya tidak akan mau menjadi pelaku serangan bom bunuh diri. Akan tetapi, menghukum rakyat Palestina agar kelaparan dan membiarkannya, akan mendorong meningkatnya radikalisme secara drastis. Dan tak seorangpun menginginkan hal demikian terjadi."

Tema lainnya yang disoroti harian-harian Eropa, adalah penyebaran wabah flu burung yang amat cepat di kawasan Eropa. Belum apa-apa kepanikan sudah muncul dimana-mana. Pemerintah Jerman yang sebelumnya menuding sejumlah negara gagal melakukan koordinasi pencegahan wabah, ternyata juga tidak berhasil melakukan koordinasi, demikian komentar harian Jerman, Financial Times Deutschland yang terbit di Hamburg.

"Diharapkan pemerintah Jerman bereaksi dengan cepat dan tepat, ketika unggas pertama korban virus H5N1 ditemukan di wilayahnya. Akan tetapi harapan ini tidak terbukti. Kelihatannya manajemen krisis dari aparat pemerintah memprihatinkan ketimbang penyebaran virusnya sendiri. Walaupun begitu, kegagalan pejabat pemerintah lokal dalam kasus pertama flu burung, tidak berarti pencegahan bencana harus dilakukan terpusat. Fakta itu hanya membuktikan, bahwa ujicoba manajemen krisis mengalami kegagalan."

Hrian Inggris The Independent yang terbit di London, juga menulis kritik menyangkut kesiapan pejabat setempat.

"Amat ganjil, di saat negara-negara tetangga menetapkan peraturan pengandangan ternak unggas, pemerintah Inggris tetap berharap virusnya tidak akan menyerang Inggris. Padahal, sudah dapat dipastikan virusnya juga akan menyerang Inggris dan menimbulkan kerugian bagi petani dan peternak."

Sementara harian Perancis Dernieres Nouvelles d’Alsace yang terbit di Strassburg menulis,“Satu-satunya resep adalah menunggu.“

"Tidak ada alternativ, selain menunggu hingga serangan wabah alami itu berlalu. Dalam kurun waktu menunggu itu, harus dilakukan pengawasan sangat ketat, agar tidak ada manusia yang terinfeksi. Juga para peternak, yang unggasnya dimusnahkan, harus diberi ganti rugi, agar kita dapat segera makan daging ayam lagi."