1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi UE terhadap Erdogan

Christoph Hasselbach13 Juni 2013

Dibayangi dengan aksi protes di Turki, anggota parlemen Eropa tunjukkan ketidaksepakatan mengenai kemitraan dengan Turki, namun sepakat mencela kebijakan Erdogan menghadapi demonstran Turki.

Turkish Prime Minister Tayyip Erdogan gestures during the Istanbul Conference of the Ministry For EU Affairs in Istanbul June 7, 2013. Turkey must investigate whether police used excessive force in a crackdown on days of anti-government demonstrations and hold those responsible to account, European Union enlargement commissioner Stefan Fuele said on Friday. REUTERS/Osman Orsal (TURKEY - Tags: CIVIL UNREST POLITICS)
Foto: Reuters

Semua fraksi di parlemen Eropa mencela langkah kepolisian Turki dalam menghadapi demonstran. Namun konsekuensinya bagi kebijakan Eropa terhadap Turki sangat beragam. Di depan parlemen UE di Strassbourg, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton menyayangkan tindakan kepolisian Turki itu: "Pada dua minggu terakhir kita terlalu banyak melihat kekerasan yang dilakukan kepolisian secara berlebihan. Misalnya melalui penggunaan gas air mata, meriam air, semprotan merica, peluru karet dari jarak dekat, terhadap demonstran yang kebanyakan unjuk rasa secara damai."

Ashton juga mencela pembatasan kebebasan pers dan pengungkapan pendapat. Mandat demokratis Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan tidak dipertanyakan, namun hendaknya tidak disalahgunakan untuk menghadapi pihak yang berbeda pendapat, tambah Ashton. Dia mengharapkan agar Turki menahan diri. "Sekarang bukan waktunya untuk menjauhkan diri dari Turki, melainkan mencari dialog yang lebih intensif," tegas Ashton.

Sikap lunak atau keras?

Strategi ini memecahkan parlemen Eropa. José Ignacio Salafranca dari kubu konservatif Spanyol memuji kebijakan Turki Ashton, mengingat Turki dianggap mitra yang sangat penting bagi UE dan NATO. Selain itu dia melihat "cukup banyak reformasi" dan "karena itu kita tidak dapat mengijinkan destabilisasi" di Turki yang bersumber dari langkah UE", tukasnya. Sementara pihak tertentu ingin kebijakan yang lebih keras. Sejumlah fraksi bahkan gusar karena Ashton mengimbau tidak hanya pemerintah tetapi juga demonstran Turki untuk menahan diri. Seorang anggota parlemen UE dari kubu sosialis Irlandia bahkan menyerukan demonstran untuk tidak menahan diri.

Meriam air untuk menghadapi demonstran di IstanbulFoto: Reuters

Perundingan keanggotaan UE dibekukan

Diskusi memanas ketika dipersoalkan bagaimana sikap UE selanjutnya terhadap Turki.Sejak tahun 2010 perundingan Brussel dengan Ankara seputar penerimaan Turki sebagai anggota UE, dibekukan. Secara resmi memang disebutkan bahwa perundingan ini akan dilanjutkan pada suatu saat. Namun banyak pihak meragukannya, apalagi setelah melihat situasi saat ini. Juga kalangan yang secara prinsip mendukung Turki berpendapat bahwa Erdogan harus mengubah kebijakannya, "jika dia tidak ingin menjauhkan negerinya dari Eropa dan berpaling dari nilai-nilai Eropa."

Penyelesaian Norwegia

Bernd Posselt, anggota parlemen Jerman dari fraksi Uni Sosial Kristen CSU, bahkan menuntut agar perundingan dihentikan segera. Sebelum aksi protes di Turki, ia memang sudah melihat Turki sebagai bukan negara Eropa dan karena itu menentang keanggotaannya.

Foto simbol kemitraan Turki-UEFoto: picture-alliance/dpa

Elmar Brok yang mewakili Uni Demokratik Kristen Jerman, CDU berpendapat, penundaan perundingan diperlukan karena tindakan pemerintahan Turki saat ini merupakan "penghinaan bagi manusia yang kini dipenjarakan" karena ikut berdemonstrasi.

Pada dasarnya dia juga menentang keanggotaan penuh Turki di parlemen, namun jalan lain harus dicari agar tidak mempermalukan Turki. Ia mengusulkan yang disebut "penyelesaian Norwegia", yaitu kemitraan ekonomi yang lebih erat tanpa integrasi politik. Ini merupakan gagasan yang mungkin bahkan akan diterima oleh pengkritik Eropa dari Inggris, seperti Geoffrey van Orden dari kubu konservatif. Namun dalam perdebatan di parlemen UE itu terlihat bahwa emosi cukup tinggi sehingga analisa yang objektif tampak tenggelam.

Christoph Hasselbach

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait