Reaktor Nuklir Tingkatkan Risiko Kanker
31 Mei 2012Raffael Röther meninggal dalam usia 3 tahun akibat kanker darah Leukemia. Keluarga Röther bermukim di lokasi yang hanya berjarak 4 km dari PLTN Gundremmingen. Pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar se Jerman itu, sesuai keputusan pemerintah di Berlin, diizinkan beroperasi hingga tahun 2021.
Apakah paparan radiasi dari PLTN yang menjadi penyebab utama kematian Raffael, sejauh ini tidak dapat dibuktikan dengan tegas. Tapi beragam penelitian menunjukkan, anak-anak di bawah usia lima tahun yang bermukim dekat PLTN, dua kali lipat lebih sering terkena Leukemia, dibanding rata-rata balita dalam populasi.
Adanya kaitan antara radioaktivitas dengan penyakit Leukemia sudah diketahui sejak beberapa tahun lalu. Namun kini para peneliti lingkungan dan kesehatan dari pusat riset Helmholtz di München menemukan bukti, bahwa paparan radiasi dari reaktor atom menyerang langsung kode genetika.
Mereduksi kelahiran bayi perempuan
Para peneliti juga meneliti dengan cermat register kelahiran seluruh Jerman. Dan dari situ menegaskan, dalam radius 40 km dari instalasi atom, bayi perempuan yang dilahirkan jauh lebih sedikit dibanding bayi lelaki.
Pakar biomatematika Dr. Hagen Scherb yang memimpin riset itu menjelaskan kepada DW, akibat pemanfaatan energi atom untuk tujuan sipil di Jerman dan Swiss, diperhitungkan defisit hingga 20.000 bayi perempuan. Tapi juga belum jelas, apakah akibat paparan radioaktif memicu lebih banyak bayi lelaki.
Pengetahuan mengenai pergeseran komposisi jenis kelamin bayi akibat paparan radioaktif, juga bukan hal baru. Hermann Joseph pakar genetika Amerika Serikat, meraih hadiah Nobel 1946 untuk temuan itu. Para ilmuwan juga menegaskan terjadinya pergeseran komposisi jenis kelamin semacam itu, di lokasi dijatuhkannya bom atom di Jepang serta di kawasan bencana atom di Chernobyl.
Dalam riset yang dilakukan Scherb ditegaskan, jumlah kelahiran bayi perempuan paling rendah di Jerman, terjadi di kawasan pembuangan sampah atom Gorleben. Antara 1996 hingga 2001 tingkat kelahiran bayi perempuan 1.000 anak lebih rendah dari prakiraan normal sesuai statistik.
Scherb mengatakan, terutama di instalasi dimana dilakukan penanganan unsur radioaktif secara terbuka, sering muncul masalah. Pakar biomatematika itu menegaskan, juga di dekat lokasi bekas PLTN yang sudah dibongkar, terjadi pergeseran komposisi jenis kelamin bayi.
Bukti statistik memicu banyak pertanyaan
Penelitian paling rinci dan menyeluruh terbesar sedunia, menyangkut kaitan antara penyakit kanker dengan kedekatan pada lokasi reaktor atom berasal dari tahun 2007. Risetnya dilakukan di Jerman oleh register penyakit kanker anak-anak Univeritas Mainz atas pesanan dinas perlindungan radiasi di kementrian lingkungan Jerman.
Para peneliti melaporkan, menganalisa data dari tahun 1980 hingga 2003. Pada rentang waktu itu, di seluruh Jerman tercatat antara 120 hingga 275 anak di bawah lima tahun yang sakit kanker akibat bermukim di dekat sebuah reaktor atom. Disimpulkan, terutama yang paling tinggi risikonya adalah anak balita yang tinggal pada radius hingga 5 kilometer dari sebuah instalasi atom.
Pakar fisika dan peneliti radioaktivitas Alfred Körblein juga melakukan analisa lebih lanjut, terkait kasus serupa yang muncul di Perancis, Swiss dan Inggris. Dalam wawancara dengan DW, Körbelien mengatakan, semua penelitian menegaskan dugaan, bahwa anak balita yang tinggal dekat instalasi atom risikonya terkena Leukemia meningkat.
Tapi penelitian selama ini, justru memicu semakin banyak pertanyaan. Berdasarkan perhitungan komisi perlindungan radiasi Jerman, emis radioaktif dari PLTN harus 1000 kali lebih tinggi, untuk dapat memicu kaitan sebab akibat semacam itu.
Dipicu pergantian elemen bakar nuklir
Pakar radioaktivitas Körblein meneliti lebih jauh, untuk mencari penjelasannya. Ia membuktikan, bahwa pada saat pergantian elemen bakar di PLTN, dilepaskan sebagian besar emisi tahunan dalam waktu amat singkat. Jika emisi radioaktif setinggi itu mengenai janin atau tubuh anak-anak yang masih peka, akibatnya risiko terkena kanker akan meningkat drastis.
Menurut perkiraan Körblein, tingginya emisi radioaktif dalam momentum amat pendek semacam itu, merupakan penjelasan paling logis pada tinginya kasus Leukemia pada anak balita.
Juga dokter dan pakar paparan radiasi biologi Edmund Lengfelder, melihat kaitan sebab akibat itu. Ia mengibaratkannya dengan konsumsi alkohol. "Jika seorang dewasa minum sebotol jenewer dalam rentang waktu 2 minggu, hal itu tidak memicu masalah. Jika ia meminumnya sekaligus dalam sehari, ia akan mabuk. Tapi pada anak-anak, dosis setinggi itu dalam sehari, kemungkinan akan membunuhnya", papar Lengfelder
Karena itu, organisasi dokter internasional untuk mencegah perang atom IPPNW menuntut diperketatnya standar perlindungan radiasi. Mereka menuntut, agar standar perlindungan radiasi tidak berorientasi pada remaja lelaki yang sehat, melainkan pada kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak atau juga janin.
Gero Rueter/Agus Setiawan
Editor : Dyan Kostermans