1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Referendum Irlandia Tentukan Nasib Reformasi Uni Eropa

as12 Juni 2008

Kini seluruh beban Eropa berada di pundak Irlandia. Kasus konstitusi Uni Eropa dapat terulang di Irlandia dengan dampak macetnya semua institusi politik Uni Eropa.

Secara simbolik Kesepakatan Lissabon diserahkan kepada rakyat Irlandia.Foto: DW


Referendum kesepakatan reformasi Uni Eropa yang disebut kesepakatan Lissabon yang digelar di Irlandia dikomentari dengan tajam sejumlah harian terkemuka.


Harian konservatif Inggris Daily Telegraph yang terbit di London dalam tajuknya berkomentar :


Tahun 2005 lalu rancangan konstitusi Uni Eropa gagal, karena dalam referendum di Perancis dan Belanda rakyat menolaknya. Uni Eropa menolak mengakui kekalahannya, dan mengubah naskah konstitusi. Tapi pada dasarnya substansi konstitusi itu tetap dipertahankan dalam kesepakatan Lissabon. Apapun namanya, rancangan konstitusi yang dipoles kembali itu tetap amat penting bagi demokrasi di Eropa. Sebagai satu-satunya negara anggota Uni Eropa yang menggelar referendum bagi kesepakatan reformasi, nasib Uni Eropa ditentukan sendirian oleh Irlandia.


Harian Jerman Tageszeitung yang terbit di Berlin berkomentar :


Pada dasarnya kesepakatan Lissabon itu tidak sosial dan tidak demokratis. Karena itu rakyat Irlandia lewat referendum akan menolaknya. Kesepakatan reformasi Uni Eropa itu sekitar 95 persennya identik dengan rancangan konstitusi Uni Eropa. Tiga tahun lalu rakyat Perancis dan Belanda juga sudah menolaknya lewat referendum. Hal itu saja sudah cukup menjadi alasan penolakan kesepakatan Lissabon. Tapi masih ada alasan lainnya. Kesepakatan Lissabon itu, tidak boleh dijadikan sebuah ujicoba, untuk menghimpun berbagai point yang berbeda dari kesepakatan lama Uni Eropa, ke dalam sebuah wadah baru.


Sementara harian Italia La Stampa yang terbit di Turin berkomentar :


Tidak ada rencana alternatif, untuk menghadapi kasus penolakan kesepakatan reformasi Uni Eropa dalam referendum di Irlandia. Artinya Uni Eropa terancam lumpuh institusi politiknya. Hingga kini, tidak ada yang mengetahui bagaimana jalan keluar dari situasi semacam itu. Tapi terdapat preseden dari tahun 2001, ketika Irlandia menolak kesepakatan Nice, yakni dengan melakukan perubahan ad-hoc. Hipotesa mengatakan, pengalaman tahun 2001 akan terulang lagi tahun ini, yakni mengajukan lagi naskah yang sudah dimodifikasi untuk referendum ulangan.


Dan terakhir harian konservatif Austria Die Presse yang terbit di Wina berkomentar :


Penarikan keputusan amat sulit. Dengan menggelar referendum, berarti rakyat Irlandia menanggung semua beban Eropa pada pundaknya. Sebab, Irlandia adalah satu-satunya negara Uni Eropa yang menggelar referendum kesepakatan reformasi. Negara anggota lainnya menghindari demokrasi langsung semacam itu. Namun mereka juga berada di persimpangan jalan, diantara pengalaman positif bersama Uni Eropa dengan ketakutan kehilangan kedaulatan negara. Kemarahan terhadap keputusan birokratis dari Brussel, kurangnya transparansi institusi Uni Eropa serta ketakutan laten akan globalisasi, justru memperkuat keinginan rakyat Irlandia untuk mendapat lebih banyak hak menentukan sendiri urusan nasionalnya.