1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Referendum Otonomi Bangsa Moro Dimulai di Filipina

21 Januari 2019

Pemilih di Filipina selatan berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara hari Senin (21/1). Referendum UU Bangsamoro adalah elemen penting pakta perdamaian dengan pemberontak MILF.

Philippinen Referendum der Muslime
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Calupitan

Lebih 2,83 juta pemilih terdaftar sebagai peserta referendum yang dilaksanakan di lima provinsi dan dua kota di wilayah Mindanao pada hari Senin (21/01). Ini adalah pemungutan suara putaran pertama, sedangkan putaran kedua akan dilangsungkan 6 Februari di dua provinsi lain.

UU Daerah Otonomi Bangsamoro dirancang untuk menggantikan UU Daerah Otonom Muslim Mindanao ARMM yang diberlakukan 29 tahun lalu. UU yang baru akan memberikan  otonomi yang lebih besar kepada pemerintahan otonomi Mindanao, misalnya atas hak-hak pengangguran, pendapatan, sumber daya alam, administrasi peradilan dan pelayanan sipil. Kawasan Mindanao di Filipina dihuni penduduk mayoritas Muslim.

Hasil referendum putaran pertama diharapkan diumumkan empat hari kemudian, kata James Jimenez, juru bicara panitia pemilu, Comelec. Di antara pemilih yang terdaftar adalah Murad Ebrahim, Ketua Front Pembebasan Islam Moro, MILF, yang tahun 2014 menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemerintah Filipina.

"Ini adalah pertama kalinya saya menggunakan hak pilih saya, dan ini menandakan bahwa kami sekarang bertransformasi, dari kaum revolusioner ke proses demokrasi," kata Murad Ebrahim kepada wartawan setelah memberikan suara untuk Referendum Bangsamoro.

Filipino Muslims vote on autonomy

03:53

This browser does not support the video element.

Murad menyatakan keyakinannya, bahwa rancangan UU yang baru akan diterima secara luas. "Selama dilaksanakan dengan adil, tidak ada manipulasi atau intimidasi, tidak ada kecurangan, kami bertekad untuk menerima apa pun hasilnya… Kami yakin akan menang," katanya.

Perundingan puluhan tahun

MILF adalah kelompok pemberontak Muslim terbesar di Mindanao, yang sejak tahun 1970-an berjuang untuk memisahkan diri dari Filipina. Kelompok itu kemudian memutuskan untuk menerima status otonomi, setelah perundingan panjang.

Warga Muslim Filipina terdiri dari kurang 10 persen keseluruhan populasi Filipina, yang mayoritasnya beragama Katolik. Mereka sering mengeluh telah diabaikan oleh pemerintah pusat. Pembangunan di Mindanao sangat terhambat, terutama karena pertempuran selama beberapa dekade. Ratusan ribu orang tewas dalam konflik itu.

Kemiskinan dan peperangan kemudian menjadikan Filipina selatan, wilayah tidak stabil dan berkembang menjadi basis berbagai kelompok militan yang menebar teror.

Pengamanan ketat

Lebih 20.000 petugas polisi dan tentara dikirim untuk mengamankan pemungutan suara, di tengah kekhawatiran bahwa beberapa kelompok militan akan mengganggu jalannya referendum, kata Kepala Polisi Nasional Jenderal Oscar Albayalde.

Dua ledakan granat mengguncang kota Cotabato pada malam sebelum pelaksanaan referendum, namun polisi mengatakan setelah penyelidikan, motif serangan itu bisa jadi dendam pribadi terhadap seorang hakim di kota itu. Tidak ada yang terluka dalam ledakan itu.

Juru bicara kepresidenan Salvador Panelo dalam sebuah pernyataan, mendesak para pemilih agar menggunakan hak suara mereka untuk "menentukan nasib sendiri".

"Undang-undang Bangsamoro adalah undang-undang bersejarah.. untuk perdamaian abadi di Mindanao, karena ini akan memperbaiki ketidakadilan historis yang dilakukan terhadap orang-orang Moro," katanya dalam pernyataan itu.

"Presiden akan menghormati keputusan apa pun yang diambil publik selama referendum ... kami berharap undang-undang itu ... bisa disahkan," tambahnya.

hp/ts (rtr, afp, dpa)