Referendum Swiss Setujui Larangan Burqa bagi Muslim
8 Maret 2021
Swiss mengadakan referendum pelarangan pemakaian burqa di tempat umum, meski tak banyak melihat perempuan yang memakai burqa di negara itu. Hasil menunjukkan mayoritas tipis warga Swiss mendukung pelarangan burqa.
Iklan
Warga Swiss pada Minggu (07/03) mendukung untuk melarang pemakaian burqa di tempat umum. Hasil referendum menunjukkan bahwa suara yang mendukung larangan tersebut unggul tipis dengan angka 51,2%.
Referendum diadakan setelah perdebatan bertahun-tahun, menyusul larangan serupa di negara-negara Eropa lainnya, seperti Prancis, Belgia, dan Belanda.
Swiss menjalankan sistem demokrasi langsung yang memungkinkan pemungutan suara dilanjutkan. Topik apa pun dapat diajukan ke tingkat pemungutan suara nasional asalkan mengumpulkan 100.000 tanda tangan di negara berpenduduk 8,6 juta orang itu.
Apa maksud larangan itu?
Di bawah proposal tersebut, tidak ada orang yang diizinkan untuk menutupi wajah secara menyeluruh di depan umum, baik di toko-toko atau pedesaan terbuka. Akan ada pengecualian, seperti tempat ibadah.
Proposal tersebut tidak secara khusus menyebutkan burqa atau niqab, yang menutupi wajah namun hanya menyisakan area mata, tetapi jelas bahwa larangan tersebut menargetkan cadar wajah Islami yang dikenakan oleh beberapa perempuan Muslim.
Dua wilayah di Swiss sudah memberlakukan larangan seperti itu.
Siapa yang mendukung pelarangan?
Partai Rakyat Swiss, partai populis sayap kanan yang merupakan faksi terkemuka di parlemen, sangat mendukung tindakan tersebut.
Salah satu poster kampanyenya menunjukkan gambar karikatur seorang perempuan yang memakai niqab dengan ekspresi mata merengut, dengan tulisan: "Hentikan Radikalisme Islam".
Jean-Luc Addor dari partai tersebut mengatakan bahwa "untungnya" tidak banyak perempuan yang mengenakan burqa di Swiss. Dia menekankan bahwa "ketika ada masalah, kami menanganinya sebelum menjadi tidak terkendali."
Iklan
Siapa yang menentang larangan tersebut?
Pemerintah dan parlemen menentang larangan nasional pemakain burqa tersebut.
Proposal balasan mereka akan mengharuskan orang untuk menunjukkan wajah mereka kepada pihak berwenang jika diperlukan untuk identifikasi, misalnya di perbatasan.
Poster-poster yang menentang larangan itu berbunyi: "Tidak untuk hukum 'anti-burqa' yang absurd, tidak berguna dan Islamofobia."
Inilah Negara yang Melarang Burka, Cadar dan Niqab
Belanda menjadi negara terakhir yang melarang penutup wajah seperti burka atau niqab. Sejumlah negara lain sudah lebih dulu menerbitkan larangan serupa, antara lain juga negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Tunisia
Tunisia menyusul Maroko menjadi negara berpenduduk mayoritas muslim yang melarang penggunaan Burka. Langkah ini diambil setelah dilancarkannya dua serangan teror maut di ibukota Tunis akhir Juni silam. Pelakunya memakai burka. Melalui aturan itu, setiap perempuan bercadar akan dilarang memasuki kantor pemerintahan dan institusi publik.
Foto: Getty Images/J.Saget
Belanda
Belanda perlu waktu 14 tahun untuk memutuskan penerapan larangan bercadar di gedung dan transportasi publik. Aturan yang mulai berlaku 1 Agustus 2019 ini dibarengi ancaman denda sebesar 150€ atau sekitar Rp. 2,3 juta. Pemerintah berdalih, larangan diperlukan berdasarkan alasan keamanan.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Chad
Chad adalah negeri muslim yang melarang burka dengan alasan keamanan. Aturan berlaku sejak 2015 menyusul dua serangan bom bunuh diri yang diklaim oleh Boko Haram. Disebutkan pelaku menyamarkan diri dengan mengenakan burka saat melakukan serangan teror. Larangan burka di Chad tidak hanya berlaku untuk kantor pemerintah, tetapi di seluruh ruang publik.
Foto: picture-alliance/Anadolu Agency/O. Cicek
Perancis
Perancis termasuk negara pertama yang melarang burka, tepatnya pada 2010 lalu. Aturan berlaku di semua ruang publik, kecuali di dalam mobil atau rumah ibadah. Pada 2014 sejumlah kelompok hak asasi menggugat larangan tersebut ke Mahkamah HAM Eropa. Namun gugatan ditolak, dengan argumen: larangan dinilai mengedepankan asas "kehidupan bersama," ketimbang pembatasan hak individu.
Foto: AP
Maroko
Pemerintah di Rabat melarang pembuatan dan penjualan burka sejak 2017 silam. Kementerian Dalam Negeri berdalih kebijakan tersebut diambil demi urusan keamanan. Namun sejumlah pakar meyakini, larangan burka diniatkan buat membatasi penyebaran ideologi radikal. Sejauh ini tidak ada legislasi resmi terkait larangan ini atau aturan mengenai penggunaan burka oleh kaum perempuan.
Foto: picture alliance/blickwinkel/W. G. Allgoewer
Tajikistan
Tajikistan yang berpenduduk mayoritas muslim, juga melarang penggunaan Burka. Namun berbeda dengan Maroko atau Tunisia, larangan bercadar di negeri di Asia Tengah ini tidak berkaitan dengan keamanan melainkan lebih diniatkan untuk merawat tradisi dan budaya lokal.
Foto: DW / G.Fashutdinow
Sri Lanka
Larangan bercadar di Sri Lanka diberlakukan lewat UU Darurat Sipil pasca serangan teror mematikan pada hari raya Paskah 2019 yang menewaskan 250 orang. Uniknya larangan tersebut dikritik kelompok muslim karena dinilai tidak diperlukan. Pasalnya hampir semua ulama muslim di Sri Lanka sudah terlebih dulu melarang pengggunaan burka untuk alasan keamanan.
Foto: Reuters/D. Liyanawatte
Denmark
Ketika larangan burka di Denmark resmi diberlakukan Agustus 2018 silam, ratusan orang berdemonstrasi di Kopenhagen. Denmark menetapkan denda hingga 1.340 Euro atau setara dengan Rp. 20 juta bagi yang melanggar. Menurut statistik kriminal teranyar, hingga kini sebanyak 39 kasus pelanggaran burka telah digulirkan terhadap 22 perempuan.
Belgia mengamati proses pembahasan legislasi larangan bercadar di Perancis sebelum menerbitkan aturan serupa pada 2011. Aturan tersebut melarang semua jenis pakaian yang menutupi wajah di ruang-ruang publik. Perempuan yang ketahuan melanggar terancam penjara selama tujuh hari atau membayar denda sebesar 1.378 Euro atau sekitar Rp. 21,5 juta. (rzn/as: dari berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/dpa/J.Warnand
9 foto1 | 9
Feminis Muslim angkat bicara
"Selain tidak berguna, teks ini [proposal] rasis dan seksis," kata Ines El-Shikh, juru bicara kelompok perempuan feminis Muslim Purple Headscarves.
Dia mengatakan bahwa Undang-undang yang diusulkan itu menimbulkan kesan adanya masalah, padahal "hanya ada 30 perempuan yang mengenakan burqa di Swiss."
Survei Kantor Statistik Federal 2019 menemukan bahwa 5,5% populasi Swiss adalah Muslim, sebagian besar di bekas Yugoslavia. Kebanyakan dari mereka tidak memilih untuk memakai penutup untuk seluruh wajah.