1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Referndum konstitusi UE; Merkel kandidat kanselir Jerman

31 Mei 2005

Hasil referendum di Perancis, yang menolak konstitusi Uni Eropa masih terus disoroti berbagai harian internasional. Juga dikomentari terpilihnya ketua partai Uni Kristen Jerman -CDU, Angela Merkel sebagai kandidat kanselir.

Angela Merkel kandidat kanselir partai CDU
Angela Merkel kandidat kanselir partai CDUFoto: AP

Kini terutama dibahas, apa yang ada di balik penolakan itu dan dampak apa yang akan menyusul. Harian Italia, Corriere della Sera menilai, penolakan itu merupakan perlawanan terhadap poros Berlin-Paris. Lebih jauh harian ini menulis.

Jika semua tidak menghendaki, Uni Eropa terjerumus pada krisis yang tidak dapat dipecahkan, jangan memaksa dilanjutkannya proses ratifikasi konstitusi. Saat ini, langkah besar kelihatannya tidak mungkin dilakukan. Seiring dengan berlalunya waktu dan dalam suasana tenang, mungkin saja dapat dibuat sejumlah perubahan dalam kesepakatan Nice, mengenai tema integrasi. Barangsiapa berpendapat, dengan memanfaatkan kesepakatan konstitusi Uni Eropa, dapat memaksa terbentuknya sebuah Eropa, yang didominasi poros Jerman-Perancis, berarti ia melakukan bunuh diri politik.

Harian Perancis Liberation mengomentari, penolakan itu, merupakan manifestasi baru, bagi sebuah dunia yang kaku. Sebuah rem, bagi kekuatan bebas, yang terus menerus mengubah dunia.

Dalam referendum, tersembunyi usaha, untuk melindungi diri dari ketidak pastian dalam masyarakat, dalam kehidupan di perkotaan dan di dunia. Itulah sebabnya, mengapa penolakan konstitusi Uni Eropa, menjadi sangat sulit untuk dimengerti. Atau ilusi lainya, konstitusi ditolak, karena akan menjadi lahan subur, bagi tumbuhnya liberalisme. Tepat sekali, itulah penyebab kelompok penentang konstitusi menang. Bukan hanya terhadap bagian ketiga dari konstitusi, tapi juga terhadap kesepakatan Nice, yang menghambat hampir seluruh keputusan Eropa. Tapi ironisnya, mereka justru memenangkan lebih banyak liberalisasi dan sedikit regulasi.

Kita beralih tema. Hampir semua harian di Eropa, menyoroti tampilnya ketua partai Uni Kristen Jerman-CDU, Angela Merkel menjadi kandidat kanselir dalam pemilu yang dipercepat. Terutama dipertanyakan, bagaimana di masa depan Merkel mengelola hubungan Jerman-Uni Eropa. Harian Perancis Le Figaro berkomentar :

Angela Merkel memang bukan pakar Eropa. Akan tetapi, dia dapat belajar banyak dari mentornya, mantan kanselir Helmut Kohl. Ketika menjadi kanselir Jerman, Kohl selalu merangkul negara-negara kecil di Eropa, untuk berpihak kepada Jerman. Kelihatannya Merkel akan mampu meredakan ketegangan dengan Amerika Serikat. Hal itu, dapat menghindarkan ketidak percayaan anggota baru Uni Eropa yang berasal dari timur, terhadap poros Berlin-Paris. Dan dengan begitu, ia dapat meraih kepercayaan baru di Eropa.

Sementara Harian Polandia Gazeta Wyborcza menyoroti pencalonan Merkel dengan kritis.

Angela Merkel adalah wanita pertama dan sekaligus politisi pertama dari bekas Jerman Timur, yang mencalonkan diri untuk jabatan kanselir. Hampir dapat dipastikan, ia akan mengambil alih jabatan itu dalam pemilu yang dipercepat di bulan September mendatang. Akan tetapi, walaupun ia merupakan pendukung kapitalisme liberal, Merkel tidak akan dapat menjadi Margareth Thatchernya Jerman. Jalan menuju kursi kanselir teramat panjang. Tiga tahun lalu Merkel tidak mendapat dukungan dari CDU, sehingga Edmund Stoiber dari CSU yang tampil sebagai kandidat. Sekarang, Merkel dapat menjadi kandidat kanselir dengan taktik sapu bersihnya. Ia mengambil alih jabatan ketua fraksi di parlemen, menempatkan Horst Köhler sebagai presiden, dan sekaligus menyingkirkan saingan-saingan terkuatnya, Friedrich Merz, Hosrt Seehofer dan Wolfgang Schaüble.