1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa yang Menarik dari Reformasi Pasar Karbon di Uni Eropa?

30 Desember 2022

Dengan “legislasi iklim terbesar” dalam sejarah, Uni Eropa merombak pasar karbon dan membentuk dana sosial untuk mengimbangi dampak kenaikan tarif CO2 bagi warga miskin. Apa yang penting dari UU Iklim di UE?

Industri padat emisi di Jerman
Industri padat emisi di JermanFoto: Ina Fassbender/AFP

Uni Eropa berambisi menjadi kawasan pertama di dunia yang mencapai status bebas emisi pada 2050. Untuk mencapainya, emisi gas rumah kaca akan dikurangi sebanyak 55 persen pada 2030, dibandingkan level tahun 1990.

Ambisi itu ingin dicapai antara lain dengan merombak pasar karbon domestik, yang kini diberi nama Sistem Perdagangan Emisi (ETS). Ia menetapkan batas emisi untuk setiap perusahaan dan mengelola perdagangan hak emisi antarkorporasi. 

UU Iklim yang disahkan melalui negosiasi alot di parlemen Eropa merupakan "legislasi iklim terbesar yang pernah dirundingkan di Uni Eropa,” kata Peter Liese, anggota legislatif dari Partai Rakyat Eropa. 

Dalam praktiknya, ETS akan mengelola emisi dari sektor minyak dan gas, batu bara, pengolahan logam, semen, kimia dan industri padat energi lain. Sektor-sektor ini mewakili sekitar 40 persen pada jumlah emisi tahunan Uni Eropa. 

Pertanian Urban Peluang Swasembada dan Pengurangan Emisi

03:51

This browser does not support the video element.

Target selangit

Bagi sekitar 10.000 perusahaan, tarif emisi sudah menjadi kewajiban sejak 2005. Namun, kini Uni Eropa memperluas jangkauan pasar karbon. ETS misalnya akan mencabut izin bagi sekitar 90 juta ton emisi tambahan hingga 2024. 

Batasan emisi CO2 juga akan berkurang sebanyak 4,3 persen setiap tahun, rencananya mulai tahun 2028. Di bawah ETS, harga karbon akan meningkat dari saat ini sebesar 85 Euro, menjadi 100 Euro per ton. 

"Sasarannya ditambah secara signifikan dibandingkan sebelumnya,” kata Thorfinn Stainforth, peneliti Institut Studi Kebijakan Lingkungan Eropa (IEEP). "Ini adalah bagian terbesar UU Iklim yang baru,” imbuhnya ihwal reformasi pasar karbon.

Desember silam, UE juga mengadopsi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) untuk mencegah limpahan emisi ke negara lain. CBAM menetapkan batas emisi pada barang yang masuk ke wilayah Uni Eropa dan menambahkan tarif bagi produk yang menyisakan jejak karbon tinggi, seperti logam atau semen.

Keadilan iklim demi atasi ketimpangan

Mulai 2024, industri perkapalan juga akan mulai diwajibkan membayar tarif emisi. Dengan cara itu, produsen didorong untuk mulai menukar teknologi padat emisi dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan. 

Kewajiban serupa tidak diminta dari sektor penerbangan yang masih dikecualikan dari pasar karbon. Lembaga penelitian, Transport and Environment, memprediksi industri penerbangan UE hanya harus membayar 22 persen dari emisinya pada 2030.

ETS juga mulai mewajibkan pembayaran tarif emisi dari gedung dari sektor transportasi.

Demi melindungi warga miskin dari kenaikan tarif karbon, Uni Eropa menjanjikan dana sosial senilai 86 miliar Euro. Dana itu akan digunakan untuk mengimbangi lonjakan harga bahan bakar, antara lain untuk rumah hemat energi atau ekspansi transportasi publik.

Meski demikian, dana itu dianggap belum cukup oleh Michael Bloss dari Partai Hijau di Parlemen Eropa. "Warga UE harus menghadapi kenaikan harga CO2. Dana sosial iklim tidak cukup untuk mengimbangi beban ekonominya,” kata dia. "Perlindungan iklim di UE semakin menjauh dari keadilan sosial.”

Analis sepakat, dana sosial iklim harus diinvestasikan ulang untuk proyek ramah lingkungan. Karena dengan semata memberlakukan tarif pada emisi CO2 saja, komitmen iklim Uni Eropa belum akan tercapai. (rzn/pkp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya