Regulasi Anti-Deforestasi UE Ditunda, Produsen Asia Lega
4 Oktober 2024
Uni Eropa (UE) akhirnya menunda pelaksanaan regulasi anti-deforestasi yang selama ini dikritik oleh pebisnis dan petani di berbagai negara.
Iklan
Produsen dari industri minyak sawit Malaysia hingga sektor kopi Vietnam pada hari Kamis (03/10) menyambut baik keputusan Uni Eropa untuk menunda penerapan aturan anti-deforestasi atau EUDR. Penundaan selama setahun tersebut memicu protes dari aktivis lingkungan.
Keputusan UE untuk menunda merupakan suatu kelegaan, kata Trinh Duc Minh, ketua Asosiasi Kopi Buon Ma Thuot. "Perpanjangan jangka waktu itu perlu dan masuk akal," katanya kepada kantor berita AFP.
Ia mencatat harga kopi sempat naik karena perusahaan menimbun kopi sebelum deadline EUDR. Namun ia memperkirakan harganya sekarang mungkin mulai turun.
Nguyen Xuan Loi, kepala eksportir kopi Vietnam An Thai Group, juga memuji berita itu sebagai langkah positif.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Pada kenyataannya, Vietnam telah secara ketat mengelola masalah deforestasi," katanya kepada AFP. "Hampir tidak ada pelanggaran lagi."
Global Forest Watch mengatakan laju deforestasi hutan primer di Vietnam telah turun dari puncaknya pada tahun 2016, tetapi negara itu masih kehilangan sekitar 16.500 hektare pada tahun 2023. Penanaman komoditas diduga sebagai penyebab utama deforestasi.
Iklan
Produsen sawit Indonesia sambut penundaan EUDR
Impor Uni Eropa menyumbang 16 persen deforestasi yang terkait dengan perdagangan global pada tahun 2017, menurut WWF. Ketika EUDR diadopsi pada tahun 2023, regulasi itu disebut-sebut sebagai terobosan besar untuk melindungi alam dan iklim.
Regulasi tersebut mengharuskan eksportir kakao, kedelai, kayu, sapi, minyak sawit, karet, kopi, dan barang-barang yang berasal dari produk-produk tersebut, untuk menyatakan bahwa barang-barang mereka tidak diproduksi di lahan yang digunduli setelah Desember 2020.
Sawit Indonesia yang Gegerkan Dunia
Larangan ekspor turunan minyak sawit membuat banyak negara gerah. Tiba-tiba disadari sawit Indonesia memainkan peranan vital dalam ketahanan pangan dunia. Bahan minyak goreng itu kini jadi gorengan politik global.
Foto: Yuli Seperi/Zumapress/picture alliance
Faktor Pemicu
Minyak goreng di dalam negeri tiba-tiba langka. Antrian panjang warga untuk membeli minyak goreng jadi pemandangan mengenaskan sekaligus ironi di negara penghasil “Crude Palm Oil” tebesar sedunia. Permainan mafia migor terbongkar, beberapa orang kini dijadikan tersangka. Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan tegas: Setop sementara ekspor produk turunan sawit.
Foto: Eko Siswono Toyudho/AA/picture alliance
Perkebunan Sawit Terluas Sedunia
Kelangkaan migor, ibarat sebuah tamparan keras untuk pemerintah Indonesia. Betapa tidak, Indonesia adalah produsen CPO global terbesar yang memiliki lahan perkebunan sawit paling luas sedunia sekitar 22,6 juta hektar (data 2021). Total produksi tahunan sawit Indonesia sekitar 36 juta ton. Disusul Malaysia dengan produksi separuh kapasitas Indonesia.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Komoditas Ekspor Unggulan
Dari rata-rata produksi tahunan global 77 juta ton minyak sawit, sekitar 59%-nya diproduksi di Indonesia. Saat dunia alami kelangkaan minyak nabati dan harga melambung naik akibat perang di Ukraina, pengusaha oportunis dibantu pejabat korup, mengekspor sebagian besar produksi minyak sawit ke luar negeri. Inilah yang diduga kuat memicu kekosongan pasokan minyak goreng di dalam negeri.
Isu Kerusakan Lingkungan
Sawit bukan hanya berkah. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Indonesia, juga berdampak negatif pada kelestarian alam. Biasanya industri melakukan tebang habis dan pembakaran hutan. Organisasi pelindung lingkungan kerap mengangkat topik ini di forum dunia. Juga sejumlah negara ikut menggoreng isu ini, untuk menekan Indonesia dan Malaysia terkait isu lingkungan dari perkebunan sawit.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
Dari Makanan, Biodiesel hingga Sabun
Minyak sawit punya kegunaan luas dan sangat beragam. Memang sebagian besarnya diolah menjadi minyak goreng. Namun minyak nabati yang harganya paling murah ini, oleh sejumlah industri raksasa di Eropa, juga digunakan sebagai campuran biodiesel, makanan, kosmetik hingga keperluan sehari-hari di rumah tangga seperti sabun atau sampo.
Foto: AP
Berkontribusi Pada Ketahanan Pangan Global
Setelah dihantam kelangkaan pasokan gandum, merosotnya suplai minyak nabati di pasar dunia dan melonjaknya harga, membuat banyak negara menjerit kebingungan. Terlepas dari efek negatif industri sawit bagi lingkungan, ternyata manfaatnya bagi ketahanan pangan global juga tidak bisa diremehkan. IMF mencemaskan kelangkaan ini akan memicu krisis pangan di negara-negara miskin di dunia.
Peran minyak sawit yang harganya murah dan kapasitas produksinya tinggi, saat ini sulit tergantikan oleh minyak nabati lainnya. Setiap hektar kebun sawit, bisa memproduksi 3,3 ton minyak per tahun. Sementara bunga matahari dan rapa hanya 0,7 ton minyak per ha/tahun. Harga minyak sawit saat ini terus naik, dan menembus rata-rata 1.300 USD/ton.
Foto: dpa
Kelangkaan Migor Juga Landa Eropa
Kenaikan harga minyak nabati global, tidak hanya dirasakan di Indonesia, juga di Eropa rak minyak goreng di sejumlah supermarket mulai kosong. Di Jerman pemicunya adalah "panic buying" dipicu perang Ukraina dan perilaku tidak logis warga. Namun di beberapa negara memang ada kekurangan pasokan dan menetapkan pembatasan, satu orang hanya boleh membeli satu botol minyak goreng. (as/vlz
Foto: MiS/IMAGO
8 foto1 | 8
Negara-negara termasuk Malaysia dan Indonesia telah secara vokal menentang aturan baru tersebut dan kritik semakin keras menjelang batas waktu implementasi pada bulan Desember. Brasil dan Amerika Serikat termasuk yang menyuarakan kekhawatiran.
Dewan Minyak Sawit Malaysia menyambut baik penundaan ini dan mengatakan ini adalah "kemenangan bagi akal sehat". Keputusan tersebut merupakan "kelegaan yang disambut baik bagi semua bisnis yang menyoroti perlunya penundaan," kata Kepala Dewan Minyak Sawit Malaysia, Belvinder Kaur Sron.
Mereka meminta UE untuk menanggapi tuntutan yang belum terselesaikan, termasuk tidak dilibatkannya petani skala kecil, kriteria pembandingan yang jelas, dan menerima standar minyak kelapa sawit berkelanjutan Malaysia.
Di Indonesia, asosiasi minyak kelapa sawit terkemuka di negara itu juga menyambut baik penundaan tersebut. "Seruan kami telah didengarkan," kata ketuanya Eddy Martono, yang juga mendesak UE untuk menerima standar keberlanjutan Indonesia dan mengakui upaya antideforestasi yang telah dilakukan.
Minyak kelapa sawit adalah salah satu komoditas ekspor utama Indonesia, yang juga adalah penyebab utama deforestasi. Negara ini kehilangan hampir 300.000 hektare hutan primer pada tahun 2023, meningkat dari tahun sebelumnya, meskipun masih lebih rendah dari puncaknya pada tahun 2016, menurut Global Forest Watch.
10 Kekayaan Alam Yang Terancam Musnah
Dari hutan di Amazon hingga Laut Mati, banyak harta karun alam berharga yang terancam musnah akibat perubahan iklim.
Foto: picture-alliance/JOKER/W. G. Allgöwer
Hutan hujan Amazon: Paru-paru dunia
Hutan hujan tropis paling berharga yang membentang di sembilan negara di Amerika Selatan ini merupakan penyerap karbon dunia dan rumah bagi beragam tanaman dan hewan langka. Namun pada tahun 2020, tingkat deforestasinya mencapai titik tertinggi karena banyak lahan yang dibuka untuk peternakan, pertanian, dan pertambangan, yang juga menyebabkan jumlah curah hujan di sana menurun seperempatnya.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Arrevad
Great Barrier Reef: Kurang dari 80 tahun lagi
Great Barrier Reef di lepas pantai timur laut Australia telah menjadi rumah bagi 400 jenis karang, 500 spesies ikan dan lebih dari 4000 jenis moluska, seperti penyu. Sayangnya, akibat meningkatnya suhu air laut global sebesar 1,5 derajat Celsius, setengah dari terumbu karang itu telah hilang. Diperkirakan, terumbu karang terbesar di dunia ini akan lenyap pada tahun 2100.
Foto: University of Exeter/Tim Gordon
Surga Darwin yang terancam punah
Kepulauan Galapagos Ekuador yang terletak 1.000 km di lepas pantai barat Amerika Selatan adalah situs Warisan Dunia atas berbagai macam fauna dan flora yang hidup di kepulauan vulkaniknya. Meskipun banyak spesies unik berevolusi di kepulauan ini dan menginspirasi Charles Darwin, surga alam yang langka ini terancam hilang akibat invasi spesiesnya, polusi, hingga penangkapan yang berlebihan.
Foto: imago/Westend61
Himalaya: Gletser mencair, sampah menggunung
Pada tahun 1980, Reinhold Messner berhasil melakukan pendakian solo pertama Gunung Everest tanpa oksigen tambahan. Beberapa dekade kemudian, gunung tertinggi di dunia ini telah didaki lebih dari 10.000 kali. Puncak gunungnya telah menarik banyak pendaki yang justru meninggalkan lebih banyak sampah. Pegunungan Himalaya juga mengalami pencairan gletser yang cukup tinggi akibat pemanasan global.
Foto: AFP/Project Possible
Taman Nasional Pohon Joshua tanpa pohonnya
Akhir abad ini, pohon Joshua yang menjadi nama taman nasional di California, terancam lenyap akibat kenaikan suhu global. Bibit tumbuhan gurun yucca ini tengah berjuang melawan kekeringan. Walaupun banyak yang tumbuh di ketinggian yang lebih sejuk, serangga yang membantu penyerbukan jumlahnya sangat sedikit. Pertumbuhan hama justru lebih banyak di daerah tersebut dan meningkatkan risiko kebakaran.
Foto: picture-alliance/United-Archives
Salju menghilang di Kilimanjaro
Gunung terbesar di benua Afrika ini terdiri dari tiga "kubah" vulkaniknya, salah satu yang tertinggi mencapai 5.895 meter di atas permukaan laut bernama "Kibo". Sekitar 85% salju putih di puncaknya telah menghilang perlahan dari tahun 1912 hingga 2009. Para peneliti menduga bahwa pemanasan global menjadi alasan berkurangnya lapisan salju di warisan Tanzania tersebut.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Machu Picchu: Jejak lingkungan pariwisata
Lebih dari 1,5 juta wisatawan per tahun, telah mengunjungi peninggalan bersejarah suku Inca di Andes, Peru. UNESCO meminta agar jumlah pengunjung dikurangi, dengan alasan bahwa jejak dari jutaan langkah kaki itu dapat membuat struktur kuno ini tidak stabil. Banyaknya turis juga berdampak negatif bagi lingkungan sekitarnya.
Foto: picture-alliance/C. Wojtkowski
Maladewa: Menghilang ke lautan
Ingin berlibur ke Maladewa? Coba pikirkan kembali. Dampak negatif perjalanan udara terhadap iklim menjadi kontribusi besar menghilangnya Maladewa ke lautan. Seiring dengan meningkatnya pemanasan global, permukaan air laut dunia juga meningkat hingga 3,7 cm per tahunnya. Bagi Maladewa yang terletak hanya 1,5 meter di atas permukaan laut, setiap sentimeternya sangat lah berharga.
Foto: DW/R. Richter
Danau Nikaragua: Akhir dari keindahan dunia?
Bukan perahu dayung seperti yang diusulkan, melainkan kapal kontainer besar yang akan mulai berlayar melewati Terusan Nikaragua yang menghubungkan Laut Karibia dengan Samudra Pasifik tersebut. Para aktivis lingkungan khawatir hal itu akan berdampak negatif terhadap seluruh ekosistem danau air tawar yang merupakan rumah bagi hiu dan ikan todak, sekaligus pemasok air minum bagi penduduk lokalnya.
Foto: picture-alliance/AP
Kemusnahan Laut Mati
Terletak 420 meter di bawah permukaan laut, Laut Mati yang dikelilingi oleh daratan ini adalah lautan air terendah di bumi. Tetapi danau garam yang unik ini perlahan-lahan mulai mengering. Pengambilan air minum dari Sungai Yordan oleh pihak Israel dan Yordania telah menyebabkan tingkat volume airnya menurun sekitar satu meter setiap tahunnya. (kp/hp)
Foto: picture-alliance/JOKER/W. G. Allgöwer
10 foto1 | 10
Aktivis lingkungan kecewa EUDR ditunda
Para aktivis lingkungan Indonesia memperingatkan bahwa penundaan EUDR kemungkinan akan mengakibatkan lebih banyak penggundulan hutan yang tidak terkendali.
"Kami tidak dapat membayangkan berapa banyak lagi pembukaan lahan atau penggundulan hutan yang dapat disebabkan oleh penundaan satu tahun di Kalimantan Barat dan tempat-tempat lain seperti Papua," kata Uli Arta Siagian dari organisasi lingkungan WALHI.
Uli mengakui adanya tantangan dalam penerapan aturan tersebut. Namun ia mengatakan tidak ada jaminan penundaan selama setahun akan memperbaikinya.
"Seharusnya aturan itu diterapkan, dan kemudian Uni Eropa dapat melihat apa yang perlu diperbaiki," katanya.