Jumlah pengungsi mencapai rekor baru tertinggi, demikian diumumkan PBB dalam laporan yang dirilis pada Hari Pengungsi Dunia. Menurut laporan itu, pada tahun 2015, Jerman menerima permintaan suaka lebih dari negara lain.
Iklan
Satu dari setiap 113 orang di dunia adalah pengungsi dan pencari suaka. Dalam laporan terbaru yang diumumkan hari Senin (20/06), badan urusan pengungsi PBB, UNHCR menyatakan, pada tahun 2015, lebih dari 65,3 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat kekerasan, penganiayaan dan konflik.
Laporan itu tertuang dalam laporan tahunan Global Trends yang dirilis bertepatan dengan Hari Pengungsi Dunia.
"Ini adalah pertama kalinya, jumlah pengungsi melampaui 60 juta jiwa," tandas UNHCR, seraya menambahkan 59,5 juta orang mengungsi pada tahun 2014.
Semakin melonjaknya jumlah pengungsi tersebut menandai tingkat risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang sepengetahuan UNHCR. Besarnya jumlah tersebut juga menandai semakin besarnya jumlah penderitaan penderitaan manusia.
Anak-anak paling berisiko
Laporan itu juga menunjukkan sekitar 51 persen dari jumlah pengungsi di dunia pada tahun 2015 masih berusia anak-anak.
Banyak anak-anak yang terpisah dari orang tua mereka atau bepergian sendiri, dengan lebih dari 98.400 permohonan suaka diajukan oleh anak-anak tanpa pendamping.
"Ini adalah total angka tertinggi yang tercatat oleh UNHCR. Hal ini merupakan refleksi tragis bagaimana situasi global mempengaruhi kehidupan anak-anak."
Ramadan di Pengungsian
Sebulan Ramadan di kamp pengungsi Ritsona, di sekitar Athena, Yunani, sekitar 800 pengungsi Suriah, Irak dan Afghanistan menunaikan ibadah puasa dengan apa adanya. Fotografer Jodi Hilton mengabadikannya dalam foto.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Bulan penuh doa
Meski tak banyak, masih ada beberapa barang tersisa yang mampu dibawa pengungsi ketika melarikan diri dari konflik. Di antaranya kitab suci Al-Quran. Duduk di samping tenda keluarganya, Farida dari Afghanistan membaca Al-Quran dalam bentuk mungil sebelum berbuka puasa.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Mempersiapkan bingkisan
Stephanie Pope dari Echo 100, sebuah organisasi relawan yang membantu para pengungsi dan Suleyman Jnid, seorang pengungsi dari Damaskus, mengemas 150 tas berisi penganan. Tidak ketinggalan ada kurma di dalam paket bingkisan ini.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Sumbangan penuh kejutan
Dua anak laki-laki dari Suriah membantu membongkar kotak makanan yang disumbangkan oleh Kedutaan Besar Uni Emirat Arab. Mereka tiba-tiba mengirim paket lebih dari 100 kilogram kurma ke kamp pengungsi Ritsona.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Memenuhi kebutuhan mendesak
Para relawan membagikan makanan. Penganan spesial Ramadan termasuk ayran (minuman sejenis yogurt), kurma dan jus delima didistribusikan di samping makanan pada umumnya.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Mengandalkan apa adanya
Di dapur darurat, Naja Huru dari Qamishlo, pengungsi dari Suriah, memasak sepanci nasi di atas api kayu untuk sajian sembilan anggota keluarganya.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Waktu bersama keluarga
Mantu Naja, Hassan Rasul, ayah dari empat anak laki-laki, menari bersama anaknya, dengan diiringi musik yang berasal dari tenda terdekat. Kesulitan hidup tak mengurangi senyum pria ini di hadapan anak-anaknya.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Buka puasa
Keluarga Naja duduk bersama saat berbuka puasa. Dengan lahap mereka memakan nasi dengan lauk sup, salad dan terong yang mereka terima dari orang-orang Yunani.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Waktunya berdoa
Seorang perempuan meraih Al-Quran di sebuah bangunan yang ditinggalkan dan telah dialihfungsikan menjadi sebuah masjid darurat.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
Mengakhiri hari
Senjapun tiba, seorang pria berdoa di luar tendanya di kamp Ritsona.
Foto: DW/J. Hilton/Pulitzer Center
9 foto1 | 9
Jerman menerima sebagian besar permohonan suaka
Lebih dari satu juta orang melarikan diri ke Eropa tahun lalu, yang akibatnya memicu krisis politik dan langkah-langkah legislatif yang kontroversial.
Jerman menerima permohonan suaka lebih banyak daripada negara lain, dengan jumlah 441.900 permohonan suaka yang diajukan tahun lalu.
Laporan ini mencatat bahwa tingginya jumlah itu mencerminkan "kesiapan Jerman untuk menerima orang yang melarikan diri ke Eropa melalui Mediterania."
Amerika Serikat menerima jumlah tertinggi kedua dengan 172.000 permohonan suaka, sementara Swedia dan Rusia juga menerima lebih dari 150.000 permohonan yang diajukan di setiap negara.
Pakistan, yang terletak di sebelah Afghanistan, menerima 1,6 juta orang sementara Libanon, yang juga tetangga Suriah, mengakomodasi 1,1 juta pengungsi.
Rumah Instan Bagi Pengungsi
04:11
Xenofobia meningkat
Belum pernah terjadi sebelumnya, situasi dimana krisis pengungsian global telah diperburuk oleh kenaikan sentimen politik anti-orang asing.
Keengganan untuk menerima pengungsi yang masuk menyulitkan upaya pemukiman kembali dan pendistribusikan mereka yang melarikan diri konflik dan penganiayaan, papar kepala UNHCR Filippo Grandi.
"Kesediaan negara untuk bekerja sama bukan hanya untuk pengungsi, namun juga untuk kepentingan umat manusia sedang diuji saat ini," katanya dalam sebuah pernyataan. "Munculnya xenofobia -- sayangnya-- menjadi gambaran pada lingkungan mana kita bekerja."
Grandi mengecam tindakan beberapa negara Eropa yang menimbulkan hambatan seperti pembuatan pagar perbatasan dan aturan pembatasan jumlah pengungsi dalam melewati perbatasan, sehingga membatasi akses pengungsi untuk mencapai negara-negara Eropa yang lebih kaya dan damai.
Dia mengatakan kebijakan yang terjadi seperti di Eropa ini "menyebarkan contoh negatif di seluruh dunia. "Tidak ada rencana B bagi Eropa dalam jangka panjang," kata Grandi. "Eropa akan terus menerima orang yang mencari suaka. Jumlah mereka mungkin berbeda ... tapi itu tidak bisa dihindari."
"Sekarang ini semua orang harus berbagi tanggung jawab," demikian desaknya.
ap/vlz(ap, afp, dpa, reuters)
Kenapa Indonesia Tidak Ramah Pengungsi?
Studi Amnesty International mengungkap sikap sebagian masyarakat Indonesia yang cendrung menolak keberadaan pengungsi. Untuk itu Amnesty menyodorkan lima pertanyaan seputar pengungsi. Inilah jawaban responden Indonesia:
Foto: Reuters/Beawiharta
Indonesia Terbawah
Cina menduduki peringat pertama dalam indeks keramahan terhadap pengungsi yang dirilis Amnesty International. Sementara Indonesia mendarat di posisi buncit bersama Thailand, Polandia dan Rusia. Indeks tersebut merangkum berbagai pertanyaan terkait keterbukaan sikap masyarakat terhadap keberadaan kaum terbuang di negeri dan lingkungannya.
Foto: Reuters/R. Bintang
Keterbukaan
Apakah orang yang melarikan diri dari perang dan presekusi boleh masuk ke negara Anda? Cuma sekitar 72% responden asal Indonesia bersedia menerima masuk pengungsi ke negaranya. Jumlah tersebut termasuk yang paling rendah di dunia. Spanyol dan Jerman misalnya mencatat skor 97%. Sebaliknya cuma 33% penduduk Rusia yang menerima kedatangan pengungsi.
Foto: Getty Images/AFP/D. Dilkoff
Hak Berlindung
Apakah pengungsi yang lari dari perang dan presekusi harus diberikan akses mendapat suaka di negeri lain? Sebanyak 73% penduduk Indonesia mendukung hak berlindung buat pengungsi. Jumlah tersebut serupa dengan rata-rata dunia. Sebaliknya di negeri jiran Thailand cuma 27% yang mengamini. Jerman dan Spanyol lagi-lagi berada di posisi teratas dengan skor 97%.
Foto: Reuters
Peran Pemerintah
Apakah pemerintah di negara Anda harus lebih banyak berbuat membantu pengungsi? Sebanyak 70% responden asal Indonesia mendukung peran pemerintah yang lebih aktif dalam membantu pengungsi. Sebaliknya dukungan paling rendah berasal dari Rusia (26%), Thailand (29%) dan India (41%)
Foto: Reuters/G. Moutafis
Pengungsi di Rumah Sendiri
Apakah Anda bersedia menampung pengungsi di rumah sendiri? Lagi-lagi Cina membuktikan diri sebagai bangsa yang ramah terhadap pengungsi dengan sekitar 46% responden mengaku siap menyediakan kamar bagi pengungsi di rumahnya sendiri. Sebaliknya tidak sampai 1% penduduk Indonesia yang bersedia melakukan hal tersebut. Skor serupa dicatat Rusia.
Foto: picture-alliance/dpa/M.Djurica
Realita
Hingga tahun lalu badan pengungsi PBB, UNHCR, mencatat terdapat sekitar 5277 pengungsi di Indonesia dan hingga 8000 pencari suaka. Kebanyakan adalah korban pelanggaran HAM di Myanmar, Afghanistan, Somalia, Iran dan Irak. Indonesia kerap menjadi stasiun sementara pengungsi yang ingin hijrah ke Australia.