Meski beban sejarah kolonialisme, Ratu Elizabeth II membina hubungan akrab dengan negara bekas jajahannya, terutama di Asia Selatan. Dia dihargai berkat kebijakan "non-intervensi" terhadap konflik India dan Pakistan.
Iklan
Ribuan pesan duka membanjiri media sosial di India dan Pakistan ketika Ratu Elizabeth II meninggal dunia, Kamis (8/9) lalu. Dia diangkat menjadi ratu pada 1952, lima tahun setelah India dan Pakistan merdeka dari penjajahan Inggris. Tidak heran, jika trauma kolonialisme masih membekas kuat pada banyak warga saat itu.
Namun begitu, diplomasi Elizabeth II justru mendulang rasa simpati dan hormat dari masyarakat di bekas wilayah jajahannya itu. "Peran Ratu Elizabeth II antara 1952 dan 1956 sangatlah pasif. Dia sengaja menjauhkan diri untuk tidak mengintervensi urusan dalam negeri Pakistan, kata Mazhar Abbas, ahli sejarah di Universitas Faisalabad.
Tanpa kekuasaan resmi, "dia lebih sering berurusan dengan India dan Pakistan melalui ikatan negara persemakmuran," imbuhnya.
"Politisi India mengaguminya karena perannya yang menstabilkan politik Inggris," kata sejarahwan lain, Rakesh Batabyal.
"Meski sejarah mencatat kekejaman era kolonial, hubungan kami dengan kerajaan Inggris setelah kemerdekaan berlangsung baik. Ratu berulangkali mengunjungi Pakistan dan merawat relasi yang baik dengan pemimpin-pemimipin kami," kata Shazia Marri, Menteri Pengentasan Kemiskinan Pakistan.
Asif Nazrul, Guru Besar di Universitas Dhaka, Bangladesh, menyuarakan sentimen serupa. "Meski warisan kolonialisme, banyak warga di Bangladesh berduka. Kita tidak bisa hidup di masa lalu selamanya."
Hubungan yang rumit
Tidak semua menyukai gaya kepemimpinannya yang dinilai abai terhadap dampak kolonialisme. Pendekatan "non-intervensi" yang dia gariskan misalnya mewarisi konflik di Kashmir yang masih bertahan hingga kini.
Elizabeth II sempat menjadi "Ratu Pakistan," sebelum Islamabad membubarkan kerajaan pada 23 Maret 1956, dan menjadi sebuah negara republik. "Dia tidak pernah memanfaatkan forum persemakmuran untuk menuntaskan konflik Kashmir antara India dan Pakistan", kata Abbas, sejahrawan Pakistan.
"Dia bisa saja memperkuat demokrasi parlementer di Pakistan. Dia misalnya bisa mengintervensi pada 1953, ketika Gubernur Jendral Pakistan, Ghulan Muhammad, memecat Perdana Menteri Khawaja Nazimuddin. Dia sempat meminta Ratu agar mencabut keputusan Muhammad," kata dia.
Sebaliknya, Nonica Datta, sejarahwan di Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi, mengatakan Elizabeth mendapatkan "warisan kolonialisme Inggris yang rumit," ketika naik tahta. "Dia mewakili akhir dari kerajaan Inggris dan transisi dari bekas negara jajahan menjadi negara merdeka. Sangat jarang kita bisa menemukan figur historis yang mewakili sejarah kolonial, tapi juga terikat oleh nilai-nilai demokratis dalam tatanan dunia pasca Perang Dunia II."
Potret Kehidupan Sang Ratu Elizabeth II
Raja terlama kedua dalam sejarah setelah Louis XIV, Ratu Elizabeth II mangkat pada usia 96 tahun. Berikut catatan kehidupan sang Ratu.
Foto: Kirsty O'Connor/empics/picture alliance
Kepergian Elizabeth II
“Kesedihan adalah harga yang kita bayar untuk cinta,” itulah salah satu perkataan Ratu Elizabeth II. Sekarang dunia berduka untuknya, Ratu Inggris Raya dan Irlandia Utara meninggal pada Kamis (08/09) setelah 70 tahun berdaulat. Elizabeth II melintasi ragam sejarah mulai dari kehancuran imperium Inggris, menunjuk 15 perdana menteri, dan melewati berbagai masa sulit dalam keluarga kerajaan.
Foto: Michael Ukas/Getty Images
Sang Ratu saat berusia 25 Tahun
Raja Inggris Raya George VI meninggal pada 6 Februari 1952. Putrinya yang berusia 25 tahun, Elizabeth, tengah melakukan lawatan ketika itu dan menerima berita duka di Kenya. Dia tidak punya waktu untuk berkabung dalam diam, sekarang Elizabeth adalah Ratu. Dia dilantik sebagai raja hampir satu setengah tahun kemudian, pada Juni 1953 di Westminster Abbey London, yang menjadi Gereja Para Raja.
Foto: picture-alliance/dpa
Persiapan untuk perannya di masa depan
Elizabeth Alexandra Mary lahir di London pada 21 April 1926, adalah anak pertama dari Duke dan Duchess of York. Ayahnya, George VI naik takhta Inggris pada 1936, menjadikan putri sulungnya sebagai pewaris takhta. Selama bertahun-tahun, dia secara sistematis dipersiapkan untuk perannya di masa depan.
Foto: picture-alliance/United Archives/TopFoto
Ratu dan perannya sebagai ibu
Pada November 1947, Elizabeth menikah dengan Pangeran Philip dari Yunani, yang lima tahun lebih tua darinya dan keturunan Jerman. Putra pertamanya, Charles lahir pada tahun berikutnya, diikuti dua tahun kemudian oleh putri pertama pasangan itu, Anne. Secara keseluruhan, Elizabeth memiliki empat anak, Andrew lahir pada tahun 1960 dan Edward pada tahun 1964.
Foto: picture-alliance/akg-images
Ratu di hati rakyat?
Tahun 2022, perayaan Platinum Jubilee menandai 70 tahun pengabdian Ratu Elizabeth II kepada rakyat. Dia dihormati dan dipuja, populer, dan disukai. Namun, dia bukan Ratu di hati rakyat, sebutan itu adalah nama panggilan yang kemudian diberikan kepada anggota keluarga kerajaan lainnya.
Foto: Paul Grover/REUTERS
Tahun-tahun yang sulit
Bagi banyak orang di Inggris, Lady Diana, mendiang istri Pangeran Charles saat itu, dan menantu perempuan raja, adalah Ratu di hati rakyat. Pernikahan dengan pewaris takhta akhirnya berujung bercerai pada 1995. Ketika Diana meninggal dalam kecelakaan mobil dua tahun kemudian, reaksi Ratu Elizabeth II yang agak dingin memicu kritik publik yang sengit.
Foto: Ryan Remiorz/empics/picture alliance
Pernikahan bak di negeri dongeng
Putra sulung Diana, Pangeran William, menikahi Kate Middleton pada April 2011, dan jutaan orang merayakan pesta itu. Kabarnya, Ratu Elizabeth II memberi Kate beberapa tips sebelum pertunangan, dan cucu menantunya dengan cepat mengambil peran besar di tengah keluarga kerajaan. Kate juga dianggap mampu menyenangkan Ratu dengan pernikahan yang bahagia dan tiga cicit.
Foto: dapd
Cucu pemberontak
Putra bungsu Diana, Pangeran Harry, menikah dengan aktris AS, Meghan Markle, pada 2018, dan Ratu Elizabeth II memberinya restu. Namun, kehidupan kerajaan tidak cocok untuk pasangan itu. Dalam wawancara dengan Oprah Winfrey, keduanya berbicara secara terbuka tentang kesulitan mereka dengan institusi monarki. Pasangan itu akhirnya mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan kerajaan dan pindah ke AS.
Foto: Harpo Productions/Joe Pugliese/REUTERS
Hidup dalam sorotan
Mahkota bisa menjadi beban karena disertai dengan tanggung jawab besar. Menjadi monarki juga berarti kehidupan di bawah pengawasan publik yang permanen. Masalah keluarga, perceraian, kematian, skandal telah dilalui oleh Elizabeth. Ia mengatasinya dengan caranya sendiri yang tenang. Itulah yang disukai kebanyakan orang di Inggris tentang sang Ratu.
Foto: picture-alliance/dpa
Monarki untuk 15 negara persemakmuran
Dia menunjuk 11 pria dan 3 perempuan sebagai perdana menteri Inggris, yang terakhir adalah Liz Truss pada September 2022. Sebagai Kepala Monarki Konstitusional, selain Inggris, Elizabeth memiliki fungsi simbolis di 14 wilayah persemakmuran, yang meliputi Australia, Kanada, Jamaika, dan Selandia Baru.
Foto: Jane Barlow/REUTERS
Takhta yang bermartabat
Pada tahun 1952, Elizabeth mengatakan penobatannya seharusnya tidak menjadi tanda kekuasaan dan kebesaran masa lalu, melainkan ekspresi harapan selama bertahun-tahun dia akan diizinkan untuk melayani dan memerintah dengan kasih karunia Tuhan. Beberapa dekade kemudian, dia adalah kepala negara terlama di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa/UPpa camera press/rota
'Pembela iman' dan ikon fesyen
Gelar lengkapnya adalah Elizabeth II, yang oleh Rahmat Tuhan menjadi Ratu dari Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara serta wilayah lainnya, Kepala Persemakmuran, Pembela Iman. Ia juga dikenal dengan setelan rok monokrom dan topi yang serasi.
Foto: picture-alliance/dpa
Duka mendalam
Pada April 2021, suami Ratu Elizabeth, Pangeran Philip, meninggal dua bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-100. Mereka menikah selama 73 tahun dan menavigasi segala macam krisis, termasuk krisis perkawinan. Namun, kehilangan suami dan pendampingnya tidak menghalangi Ratu dari tugasnya dan dia terus menjabat sebagai kepala negara.
Foto: Victoria Jones/REUTERS
Selamat tinggal, Ratuku
Dunia mengucapkan selamat tinggal kepada Elizabeth II, Ratu Inggris selama hampir tujuh dekade, ibu dari empat anak, salah satu tokoh penentu abad ke-20 dan saat ini. Takhta penguasa Inggris kini akan diambil oleh putranya, Raja Charles III.
Foto: Getty Images/C. Jackson - WPA Pool
14 foto1 | 14
Vijayasain Reddy, seorang anggota parlemen India, menulis meski Elizabeth II melewatkan kesempatan "untuk meminta maaf kepada India atas kolonialisme yang brutal, kualitas kepemimpinan dan moralitasnya berdampak besar kepada politik Inggris."
Iklan
Sentimen anti-kolonialisme
Shahidul K K Shuvra, jurnalis Bangladesh, mengaku dirinya kebingungan melihat ungkapan duka warga Asia Selatan terhadap kematian Elizabeth. "Masyarakat di sini lebih tertarik pada kehidupan ratu dan keluarga kerajaan ketimbang bagaimana Inggris mengeksploitasi mereka selama 200 tahun," kata dia.
Hal senada diungkapkan Saimum Parvez, analis politik di Dhaka. Menurutnya "kematian ratu tidak berdampak kepada kehidupan kami, tidak secara sosial atau politis". Pemerintah Bangladesh sebagai reaksi mengumumkan masa berduka selama tiga hari. Meski sudah diperkirakan, langkah ini sama sekali tidak dibutuhkan, imbuhnya.
"Memang kita tidak hidup di dalam masa lalu kolonialisme," kata Parvez, "tapi kita tidak boleh melupakan apa yang kita alami di bawah kerajaan Inggris."
Sastrawan India, Rana Safvi, meyakini rasa duka atas kematian Elizabeth II tidak serta merta berarti melupakan kolonialsime. "Kita di India masih menderita karena warisan kolonialisme," ujarnya. "Kita tidak harus merayakan kerajaan Inggris."
Jurnalis Murali Krishnan (New Delhi), Haroon Janjua (Islamabad) dan Arafatul Islam (Bonn) ikut berkontribusi dalam pembuatan laporan ini. rzn/hp