Maria baru kembali ke rumah lima tahun kemudian. Ia menghilang setelah bertemu dengan pria paruh baya yang dikenalnya lewat internet.
Iklan
Seorang wanita berusia 18 tahun yang lima tahun lalu menghilang dari Jerman ketika masih berusia di bawah umur akhirnya kembali pulang ke keluarganya.
Dia ditemukan di kota Milan di sebelah utara Italia dan dinyatakan "sehat secara fisik."
Kepolisian Freiburg pada Jumat (31/08) menyatakan, Maria H., nama keluarganya dilindungi sesuai dengan protokol privasi Jerman, menghilang pada Mei 2013 setelah bertemu dengan seorang pria bernama Bernhard H. yang pada saat itu berusia 53 tahun.
"Mengenai Maria, dia secara fisik baik-baik," kata juru bicara polisi Freiburg kepada surat kabar Jerman Badische Zeitung.
"Dijemput teman yang sangat baik"
Ibu perempuan muda itu, Monika B., menegaskan kalau putrinya telah kembali setelah menghilang selama 1.944 hari.
"Maria telah kembali ke rumah sejak semalam," ujar Monika dalam sebuah unggahan di Facebook.
"Dia mencari cara untuk menghubungi keluarganya lewat Facebook dan (ada) teman-teman yang sangat, sangat baik menjemputnya di Milan (Italia) tadi malam."
Pada waktu menghilang Maria berusia 13 tahun. Ia bertemu dengan Bernard lewat internet yang menipunya dengan cara menyamar sebagai remaja.
Sebelum menghilang keduanya sempat bertemu beberapa kali di sejumlah hotel di Freiburg.
Polisi mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuk Bernard atas dasar penculikan dan pelecehan seksual serius terhadap seorang anak.
Polisi telah menindaklanjuti lebih dari 1.000 petunjuk dalam lima tahun belakangan ini, menurut Badische Zeitung.
Dalam beberapa hari ke depan polisi dijadwalkan akan menanyai Maria terkait keberadaannya selama lima tahun terakhir. Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai keberadaan Bernard H.
Kekerasan terhadap Anak
Jumlah kekerasan terhadap anak-anak di Indonesia mengkhawatirkan. Sebagian terjadi di sekolah-sekolah. Memang sudah ada upaya penanganan tindak kriminal tersebut, tetapi kendala pelaksanaannya banyak.
Foto: picture alliance/abaca
Tujuh dari 10 Anak Alami Kekerasan
Menurut organisasi Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW), tujuh dari 10 anak di Asia alami kekerasan di sekolah. Situasi anak Indonesia sangat mengkhawatirkan, sekitar 84% alami kekerasan. Kekerasan Yang terjadi berupa kekerasan fisik, seksual, emosional dan ancaman kekerasan oleh guru, pegawai sekolah, antar murid dan dari anggota keluarga.
Foto: Reuters/B. Yip
Belajar tanpa Ancaman
Menurut pakar komunikasi Irsyad Hadi dari Plan International, laporan tersebut didasari riset yang melibatkan 1.742 murid, perempuan dan laki-laki, usia antara 12 dan 15 dari 30 SMP negeri di Jakarta, Serang dan Banten, dari Januari sampai Maret 2014. Mark Pierce dari Plan International seksi Asia mengatakan, tiap anak punya hak atas pendidikan yang bebas kekerasan dan ancaman.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
Tidak Anggap Kekerasan Salah
Salah satu fakta menyedihkan yang juga disampaikan oleh Pierce dari Plan International: anak-anak kerap tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami. Salah satu alasannya adalah karena merasa takut. Tapi sering juga karena mereka tidak menganggap kekerasan yang mereka alami sebagai sesuatu yang salah.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Nath
Laporan Tidak Sesuai Kenyataan
Sebagai contoh dari yang disampaikan Pierce: 339 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Provinsi Gorontalo dalam rentang waktu 2013 hingga 2015. Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim mengatakan, angka tersebut belum mencerminkan kenyataan di lapangan, karena banyak kasus tak dilaporkan. Masyarakat belum sepenuhnya pahami dampak kekerasan terhadap anak, kata Idris Rahim.
Foto: Fotolia/Gina Sanders
Takut Tekanan
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, mengungkapkan aspek lain: kendati banyak kasus dilaporkan, tidak semua kasus diusut hingga di bawa ke persidangan. Ia menduga, ada tekanan yang dialami korban maupun saksi. "Apalagi, tindak pidana yang melibatkan anak, biasanya dilakukan oleh kelompok atau disebut sebagai kejahatan terorganisir," sambung Haris.