Rencana Pakistan di Kashmir Picu Ketegangan Dengan India
5 November 2020
India dan Pakistan kembali bersitegang seputar Kashmir, usai Islamabad mengumumkan bakal menjadikan Gilgit-Baltistan sebagai provinsi terbaru. New Delhi meradang, meski melakukan hal serupa di wilayah yang dikuasainya
Iklan
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, memicu ketegangan baru dengan India usai mengumumkan pembentukan provinsi baru di Gilgit-Baltistan, kawasan Kashmir yang dikuasai Islamabad. Langkah itu melegitimasi status Kashmir sebagai milik Pakistan.
Rencana Khan menjadikan Gilgit-Baltistan sebagai provinsi kelima Pakistan sontak ditanggapi secara dramatis oleh India. Padahal, baru tahun lalu India melakukan langkah serupa terhadap Jammu Kashmir.
Saat itu, Perdana Menteri India Narendra Modi membatalkan konstitusi khusus bagi wilayah tersebut dan menempatkannya di bawah kekuasaan pemerintah federal. Berbeda dengan sebelumnya, warga India kini diizinkan membeli properti di wilayah Kashmir.
Janji Khan diyakini merupakan balasan atas tindakan India. Namun sejumlah analis meyakini dia menggunakan isu tersebut untuk menghimpun dukungan elektoral jelang pemilihan umum di Kashmir pada 15 November mendatang.
Iklan
Status quo di Kashmir
Kashmir saat ini terbagi antara dua kekuatan nuklir dunia yang sudah dua kali berperang sejak merdeka dari Inggris tahun 1947.
Kawasan subur itu awalnya dikuasai sebuah kerajaan Hindu berpenduduk mayoritas muslim. Menyusul konflik bersenjata, kerajaan meminta perlindungan dari India yang kemudian memicu invasi oleh Pakistan.
Sejak itu puluhan ribu penduduk sipil, gerilyawan pemberontak dan pasukan pemerintah telah gugur dalam berbagai konflik di Kashmir.
Khan mengumumkan “status provinsi sementara” bagi Gilgit-Baltistan dalam kunjungannya ke kawasan itu, Minggu (01/11) lalu. Kashmir merupakan gerbang Pakistan menuju Cina. Kedua negara menyepakati pembangunan koridor ekonomi menuju pelabuhan Gwardar di selatan senilai 60 miliar Dollar AS.
Pemerintah di New Delhi sebaliknya merespon dengan mengklaim bahwa Gilgit-Baltistan merupakan “bagian integral dari India,” dan “Pakistan tidak memiliki hak atas kawasan yang diduduki secara paksa olehnya.”
Dukungan senyap bagi pemberontakan
Sebagian warga Kashmir Pakistan yang berjumlah 2 juta orang menyambut rencana Imran Khan. Pengakuan tersebut membuka kesempatan bagi warga Kashmir untuk mengirimkan wakilnya ke parlemen dan senat atau mendapat bantuan pembangunan dari Islamabad.
“Kami sudah menunggu lebih dari 73 tahun untuk mendengar kabar baik ini,” kata Ashiq Raki, seorang guru lokal. Pengakuan “ini sudah menjadi tuntutan populer masyarakat,” kata Faizullah Faraq, Juru Bicara Perdana Menteri Gilgit-Baltistan kepada dpa.
Di bagian yang dikuasai India, situasi tegang sebaliknya mewarnai kehidupan sehari-hari. Pemberontak muslim yang melancarkan perang sejak 1989 kembali aktif, dan memaksa militer India menduduki kawasan tersebut.
Derita Warga Kashmir Akibat Konflik Politik India-Pakistan
India dan Pakistan terus berseteru karena Kashmir, wilayah bergejolak yang telah dilanda pemberontakan bersenjata selama hampir tiga dekade. Banyak warga Kashmir yang sudah muak dengan Islamabad dan New Delhi.
Foto: Getty Images/AFP/T. Mustafa
Bahaya yang belum pernah ada sebelumnya?
Pada tanggal 27 Februari 2019, militer Pakistan mengatakan bahwa mereka telah menembak jatuh dua jet tempur India. Seorang juru bicara militer Pakistan mengatakan jet itu ditembak jatuh setelah mereka memasuki wilayah udara Pakistan. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, di mana dua negara, yang memiliki senjata nuklir melakukan serangan udara terhadap satu sama lain.
Foto: Reuters/D. Ismail
India menjatuhkan bom di Pakistan
Militer Pakistan merilis gambar ini untuk menunjukkan bahwa pesawat tempur India menyerang wilayah Pakistan untuk pertama kalinya sejak kedua negara terlibat perang tahun 1971. India mengatakan serangan udara itu sebagai tanggapan terhadap serangan bom bunuh diri baru-baru ini terhadap pasukan India yang berbasis di Jammu dan Kashmir.
Foto: AFP/ISPR
Militer bukan solusi
Warga sipil India percaya bahwa pemerintah India tidak dapat membebaskan dirinya dari tanggung jawab dengan menuduh Islamabad menciptakan kerusuhan di lembah Kashmir. Sejumlah organisasi HAM menuntut agar pemerintahan Narendra Modi mengurangi jumlah pasukan di Kashmir dan membiarkan rakyat menentukan nasib mereka.
Foto: Getty Images/AFP/T. Mustafa
Kekerasan tiada akhir
Pada 14 Februari 2019, setidaknya 41 polisi paramiliter India tewas dalam serangan bom bunuh diri di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Kelompok militan yang berbasis di Pakistan, Jaish-e-Mohammad, mengaku bertanggung jawab. Serangan itu meningkatkan ketegangan dan memicu kekhawatiran konfrontasi bersenjata antara dua negara yang memiliki kekuatan senjata nuklir.
Foto: IANS
Konflik yang pahit
Sejak tahun 1989, gerilyawan Muslim telah memerangi pasukan India di bagian Kashmir yang dikelola India. Wilayah ini berpenduduk 2 juta orang, dan sekitar 70 persen di antaranya adalah Muslim. Dua dari tiga perang antara India dan Pakistan sejak kemerdekaan tahun 1947 adalah karena sengketa wilayah Kashmir.
India menumpas pemberontakan militan
Pada Oktober 2016, militer India melancarkan serangan terhadap pemberontak bersenjata di Kashmir, yang mengepung sedikitnya 20 desa di distrik Shopian. New Delhi menuduh Islamabad mendukung militan, yang melintasi "Line of Control" Pakistan-India dan menyerang pasukan paramiliter India.
Foto: picture alliance/AP Photo/C. Anand
Kematian seorang separatis Kashmir
Situasi keamanan di Kashmir bagian India memburuk setelah peristiwa pembunuhan Burhan Wani, seorang pemimpin muda gerakan separatis Kashmir pada Juli 2016. Protes terhadap pemerintahan India dan bentrokan antara separatis dan tentara telah merenggut ratusan nyawa sejak saat itu.
Foto: Reuters/D. Ismail
Serangan Uri
Pada September 2016, militan Muslim membunuh setidaknya 17 tentara India dan melukai 30 lainnya di Kashmir India. Tentara India mengatakan para pemberontak telah menyusup ke bagian Kashmir India dari Pakistan. Investigasi awal menunjukkan bahwa gerilyawan itu adalah anggota kelompok Jaish-e-Mohammad yang bermarkas di Pakistan, yang telah aktif di Kashmir selama lebih dari satu dekade.
Foto: UNI
Pelanggaran HAM
Pihak berwenang India memblokir sejumlah situs media sosial di Kashmir setelah video yang menunjukkan pasukan India melakukan pelanggaran HAM berat menjadi viral di internet. Video-video itu menimbulkan kemarahan di media sosial. Salah satu video menunjukkan pemrotes Kashmir diikat pada jip tentara India, diduga digunakan sebagai tameng hidup.
Foto: Getty Images/AFP/
Demiliterisasi Kashmir
Mereka yang mendukung Kashmir untuk merdeka ingin Pakistan dan India membiarkan rakyat Kashmir menentukan masa depan mereka. "Sudah saatnya India dan Pakistan menarik pasukan mereka dari wilayah yang mereka kendalikan dan mengadakan referendum yang diawasi secara internasional," kata Toqeer Gilani, Presiden Front Pembebasan Jammu dan Kashmir, kepada DW.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Singh
Tidak ada peluang untuk memisahkan diri
Sebagian besar pengamat Kashmir tidak melihat Kashmir merdeka dalam waktu dekat. Mereka mengatakan, meskipun sebagian strategi keras yang digunakan India untuk berurusan dengan militan dan separatis di Kashmir telah berhasil, cepat atau lambat New Delhi harus menemukan solusi politik untuk krisis ini. Perpisahan Kashmir, kata mereka, bukan bagian dari solusi. (Teks: Shamil Shams. Ed.: na/ap)
Foto: Getty Images/AFP/T. Mustafa
11 foto1 | 11
Namun ketika New Delhi menyebut mereka sebagai teroris, warga Kashmir menilai apa yang dilakukan kelompok pemberontak sebagai perjuangan yang sah dalam menuju kemerdekaan.
Senin (01/11) lalu kepolisian India mengumumkan telah membunuh seorang komandan kelompok pemberontak bernama Saifullah. Dia merupakan kepala pasukan Hizbul Mijahideen dan dibunuh di kota Srinagar, kata juru bicara kepolisian, Vijay Kumar, kepada Reuters.
Pembunuhan tersebut menambah daftar panjang anggota pemberontak yang tewas terbunuh oleh pasukan India menjadi 190 orang selama tahun 2020.