Uni Eropa ingin menunjuk utusan khusus untuk mengevaluasi kebijakan di Suriah. Langkah ini membuat marah aktivis penentang rezim Presiden Bashar Assad, tetapi yang lain percaya bahwa pendekatan ini mungkin diperlukan.
Iklan
Seiring berlanjutnya krisis di Timur Tengah, Uni Eropa (UE) telah menyatakan ingin lebih terlibat di Suriah. Setelah perang bertahun-tahun perang, situasi warga sipil semakin genting.
Keterlibatan Uni Eropa yang diperluas akan mencakup lebih banyak kehadiran di lapangan, yang mungkin menjadi alasan mengapa Michael Ohnmacht, Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Suriah, baru-baru ini mempublikasi video dirinya di ibu kota, Damaskus.
Namun, Ohnmacht tidak mendapatkan reaksi yang mungkin ia inginkan. Di mana pun videonya muncul, reaksinya negatif.
"Jangan lupa mengunjungi makam teman-teman saya," saran Yaman Zabad, seorang peneliti Suriah di sebuah lembaga think tank di Istanbul.
"Anda enak," tulis Shadi Martini, Kepala Lembaga Amal Multifaith Alliance yang berbasis di New York, Amerika Serikat. "Saya tidak dapat mengunjungi rumah saya di Suriah atau bahkan menghadiri pemakaman kedua orang tua saya, karena presiden Suriah saat ini (Bashar al-Assad), yang menyiksa dan membunuh siapa pun yang tidak setuju dengannya."
Uni Eropa ingin formulasi ulang kebijakan tentang Suriah
Reaksi marah serupa juga muncul setelah munculnya usulan untuk lebih melibatkan Uni Eropa di Suriah. Pada awal November, sebuah 'dokumen' rahasia yang dikenal dengan sebutan non-paper diedarkan oleh Komisi Uni Eropa.
Dalam bahasa Uni Eropa, non-paper didefinisikan sebagai dokumen informal yang disajikan "untuk mencari kesepakatan tentang beberapa prosedur atau masalah kebijakan yang kontroversial."
Non-paper ini merupakan tanggapan terhadap surat yang dirilis pada bulan Juli dan ditandatangani delapan negara. Surat ini menyatakan bahwa kebijakan Uni Eropa terhadap Suriah perlu disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di lapangan sejak dimulainya perang saudara Suriah pada 2011.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Sejak perang dimulai, UE telah menyumbang sekitar €33,3 miliar dalam bentuk bantuan terkait masalah Suriah dan menerima hingga 1,3 juta pengungsi Suriah. Surat bulan Juli tersebut dikirim oleh Austria, Siprus, Italia, Yunani, Republik Ceko, Slowakia, dan Slovenia.
Ini adalah negara-negara yang bermasalah dengan imigrasi ilegal, atau yang pemerintahan sayap kanannya semakin antiimigrasi, atau keduanya.
Rumor yang beredar, utusan tersebut akan melapor langsung kepada Kepala Komisi Eropa, Ursula von der Leyen.
Posisi UE terhadap Suriah sering disebut sebagai kebijakan three no's. Yaitu, "tidak ada normalisasi, tidak ada pencabutan sanksi, dan tidak ada bantuan rekonstruksi sampai rezim Suriah terlibat secara berarti dalam proses politik."
Usulan tersebut tidak diterima dengan baik oleh aktivis hak asasi masalah Suriah. "(Proposal ini) berisiko menyiratkan adanya penerimaan internasional terhadap rezim Assad," kata Laila Kiki, Direktur Eksekutif The Syria Campaign, organisasi hak asasi manusia yang berpusat di London, kepada DW.
Meski demikian, para analis menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa manfaat untuk meninjau kembali kebijakan UE tentang Suriah. "Jelas bahwa belum ada strategi Eropa yang berarti untuk Suriah selama beberapa waktu," kata Julien Barnes-Dacey, direktur program Timur Tengah dan Afrika Utara di Dewan Eropa untuk Urusan Luar Negeri.
Jika UE sepenuhnya terus menjauh dari Suriah, "UE tidak dapat berbuat banyak untuk mendukung warga Suriah yang berusaha bertahan hidup di bawah kekuasaan rezim tersebut, dan tidak dapat berharap untuk bersaing dengan negara-negara seperti Rusia dan Iran," katanya. Namun, UE tidak boleh melegitimasi "kebrutalan mengerikan" rezim Assad.
Pemilu di Suriah Tandai 50 Tahun Kekuasaan Dinasti Assad
Pemilu di Suriah akan berlangsung pada 26 Mei 2021 dan akan menandai 50 tahun kekuasaan dinasti Assad di negara yang terpecah dan hancur oleh peperangan.
Foto: Jalaa Marey/AFP
Hafez al-Assad, orang kuat Suriah selama puluhan tahun
Hafez al-Assad naik ke tampuk kekuasaan tahun 1970 setelah melancarkan kudeta. Dia membangun Suriah dengan tangan besi melalui partai hegemoni Ba'ath, dan meletakkan fundamen kekuasaan dinastinya. Hafez al-Assad meninggal 10 Juni 2000. Sebulan kemudian, anak lelakinya Bashar terpilih sebagai pemimpin baru setelah memenangkan 97 persen suara dalam referendum. Bashar adalah satu-satunya kandidat.
Foto: AP
Pupusnya harapan reformasi
Bashar al-Assad tadinya dipandang sebagai pemimpin muda yang berpandangan modern dan akan menggalang reformasi Suriah. Namun ketika gerakan protes "Musim Semi Arab" mulai melanda Suriah, Bashar mengerahkan pasukan dan menindas secara brutal aksi-aksi protes. Sebagian pasukan Suriah lalu bergabung dengan kalangan oposisi dan pertempuran pecah di banyak tempat.
Foto: Louai Beshara/AFP
Perang tak berkesudahan
Peperangan makin meluas, bahkan mendekat ke ibukota Damaskus. Menghadapi para pemberontak, Bashar al-Assad tidak segan mengerahkan segala kekuatan militer, termasuk serangan dengan senjata kimia.
Foto: picture-alliance/AA/H. Adnan
Rumah sakit jadi sasaran
Pasukan pemerintah Suriah menyerang rumah sakit untuk mencegah para gerilyawan dirawat. Foto: Rumah Sakit Arbin di kota Ghouta yang hancur setelah jadi sasaran serangan udara, Februari 2018.
Foto: Diaa Al-Din Samout/AA/picture alliance
Ratusan ribu pengungsi
Ratusan ribu orang melarikan diri dari kota-kota yang jadi sasaran pemboman. Kamp pengungsi di Idlib didirikan setelah kota Idlib hancur diserang pasukan pemerintah Suriah yang mendapat bantuan militer dari Rusia dan Iran.
Foto: picture-alliance/AA/M. Abdullah
Dukungan militer dari "saudara tua" di Iran
Bashar al-Assad bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Februari 2019. Khamenei menyebut Bashar sebagai "pahlawan dunia Arab". Iran mengirimkan bantuan ke Suriah karena ingin memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah untuk melawan Israel dan negara-negara Arab berhaluan Sunni seperti Arab Saudi. Sama dengan Iran, dinasti Assad berhaluan Syiah.
Foto: Leader.ir
Bantuan dari penguasa di Moskow
Foto Presiden Rusia Vladimir Putin terpampang di Ghouta, setelah kota itu direbut pasukan pemerintah dari tangan pemberontak, dengan bantuan tentara Rusia, Februari 2018. Rusia terutama ingin mengamankan sumber daya alam Suriah dan sudah mendapat persetujuan dan kontrak untuk menambang minyak, gas dan phosphor.
Foto: Reuters/O. Sanadiki
50 tahun kekuasaan dinasti Assad di Suriah
Tanggal 26 Mei 2021 rezim di Damaskus kembali melangsungkan pemilihan umum dengan kandidat utama Bashar al-Assad, yang akan memasuki masa jabatan yang keempat, sekaligus menandai 50 tahun kekuasaan dinasti Assad di Suriah. (hp/gtp)
Foto: LOUAI BESHARA/AFP
8 foto1 | 8
Tergantung niat UE
Bagi mereka yang menentang gagasan utusan khusus, sebagian besar masalahnya adalah siapa yang akan mendorong gagasan itu dan apa motifnya.
"Jelas ada beberapa negara Eropa, yang sebagian besar termotivasi oleh keinginan untuk memulangkan pengungsi, yang sama sekali tidak menyadari praktik pemaksaan rezim," Barnes-Dacey mengakui. Namun, itulah mengapa lebih penting bagi UE untuk memperbarui posisi bersama, katanya, daripada membiarkan masing-masing negara anggota bertindak sesuka hati.
Karam Shaar, peneliti senior nonresiden di New Lines Institute yang juga menjalankan konsultannya sendiri yang mengkhususkan diri dalam ekonomi Suriah, percaya bahwa beberapa negara UE "sungguh-sungguh ingin mempertimbangkan kembali pendekatan UE terhadap Suriah."
Iklan
Tidak ada yang berubah di Suriah dalam satu dekade
Pertanyaan lain tentang utusan khusus adalah apa yang dapat mereka capai, selain mungkin menenangkan politisi kritis di dalam negeri. Sejauh ini, baik negara tetangga Suriah, Liga Arab, maupun pihak lain tidak berhasil memaksa atau membujuk rezim Assad untuk mengubah perilakunya.
Itu benar-benar tergantung pada apa yang ingin dicapai UE, kata Shaar kepada DW. "Jika utusan khusus membuka saluran untuk melihat bagaimana cara berpikir, seperti apa struktur insentif yang dimiliki rezim Assad, hal itu dapat dimengerti," katanya.
Siapa Yang Berperang di Konflik Suriah?
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Foto: picture alliance/abaca/A. Al-Bushy
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Foto: picture alliance/dpa/V. Sharifulin
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Foto: picture alliance/dpa/S. Suna
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Foto: Reuters
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Foto: picture-alliance/AA/A. Deeb
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Foto: picture-alliance/dpa
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Nusra Front on Twitter
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Mantan pengacara Abdel Nasser Hoshan, 56 tahun, yang tinggal di kamp pengungsi di Idlib, Suriah utara dan mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia di sana, mengatakan bahwa alasan awal kebijakan UE tidak berubah.
Ia mencontohkan penangkapan sewenang-wenang terhadap 450 orang yang kembali ke Suriah. Enam orang yang kembali juga meninggal, termasuk karena disiksa di penjara rezim, kata Hosham.
Jika UE menunjuk utusan khusus di Damaskus, Hoshan tidak melihat manfaat apa yang dapat diberikannya kepada dirinya atau warga Suriah lainnya.
"Saya tidak yakin kantor ini dapat memantau atau memengaruhi perilaku rezim atau membatasi pelanggarannya," ujarnya. "Rezim menganggap UE sebagai pihak yang bermusuhan, dan telah sangat mahir menggunakan upaya normalisasi untuk melegitimasi diri dan membenarkan kejahatannya."