1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

WNI Simpatisan ISIS Ditangkap di Malaysia

14 Mei 2019

Kepolisian Malaysia tangkap empat orang tersangka yang diduga berencana melakukan teror di bulan suci Ramadan. Keempatnya berencana melakukan gelombang serangan di berbagai tempat ibadah dan tempat hiburan di Malaysia.

Irak Islamischer Staat Propagandafoto
Foto: picture-alliance/Zuma Press

Kepolisian Malaysia menyebutkan empat laki-laki ditangkap pada awal Mei atas tuduhan berencana melakukan teror dengan membunuh tokoh-tokoh penting, menyerang tempat ibadah umat Kristen, Hindu dan Buddha serta menyerang tempat hiburan di Kuala Lumpur. Inspektur Jenderal Kepolisian Malaysia, Abdul Hamid Bador, menyatakan keempatnya terdiri dari dua warga Muslim Rohingya dari Myanmar, satu orang warga negara Malaysia dan satu orang warga negara Indonesia.

Mereka ditangkap di beberapa tempat berbeda dalam penggerebekan di sekitar Kuala Lumpur dan Terengganu pada awal Mei. Bador mengungkapkan keempatnya dijuluki sebagai jaringan 'wolf pack' atau gerombolan serigala yang disebut juga berada di bawah Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Rencana keempat orang simpatisan ini merupakan aksi balas dendam atas meninggalnya seorang petugas pemadam kebakaran Muslim yang diduga dipukuli hingga tewas saat kerusuhan di Kuil Hindu pada November silam. Kematian petugas pemadam kebakaran tersebut membuat geram mayoritas Muslim melayu. Beberapa dari mereka menuduh pimpinan Hindu memprovokasi kerusuhan melalui tindak rasisme.

"Jaringan ini juga merencanakan sebuah operasi untuk membunuh tokoh kalangan atas yang dituduh menghina dan gagal menegakkan ajaran Islam," ujar Bador dilansir dari Reuters.

Ia pun menolak untuk membeberkan tokoh-tokoh yang menjadi target serangan tersebut. "Terlalu sensitif untuk saya beberkan," Bador menambahkan.

WNI yang ditangkap adalah TKI?

Seorang warga negara Indonesia yang ditangkap diketahui berinisial FT dan berumur 49 tahun. Abdul Hamid Bador dalam konferensi persnya menyatakan bahwa FT adalah tenaga kerja Indonesia atau TKI yang bekerja sebagai buruh pabrik. Dalam pemeriksaan, FT mengaku mempunyai rencana untuk pergi ke Suriah. Hingga berita ini diturunkan, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, yang DW Indonesia sudah coba hubungi, masih belum bisa dimintai keterangan mengenai penangkapan salah seorang WNI ini.

Seorang tersangka warga negara Malaysia diduga sebagai pimpinan komplotan. Sementara dua orang lainnya adalah pengungsi Rohingya, di mana salah satunya mengaku sebagai pendukung Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) dan berniat melancarkan serangan terhadap Kedutaan Myanmar di Kuala Lumpur, selain hendak berjuang di Rakhine.

"Penangkapan juga disertai dengan penyitaan sepucuk pistol jenis CZ 9mm, 15 butir peluru dan enam bom molotov yang masing-masing mempunyai panjang kira-kira 18 cm," lanjut Bador.

 

Stanislaus Riyanta, pengamat terorisme dari Jurnal IntelijenFoto: Privat

Sementara itu pengamat terorisme dari Jurnal Intelijen, Stanislaus Riyanta, berpendapat keempat tersangka merupakan radikalis yang berkumpul dengan satu tujuan untuk aksi teror. Menurutnya penangkapan ini menegaskan bahwa jaringan ISIS mempunyai jaringan transnasional dari banyak negara yang disatukan oleh satu ideologi.

"Tertangkapnya mereka di Malaysia, membuktikan bahwa teori balon sudah terjadi, ditekan di suatu tempat akan mengembang di tempat lain. ISIS diketahui telah kalah di Suriah, dampaknya para militan akan mencari tempat lain sebagai tempat beraksi," jelas Stanislaus saat diwawancarai DW Indonesia.

Stanislaus juga menduga kuat ISIS akan mengembangkan jaringannya ke dua tempatyakni Afganistan dan Asia Tenggara. Tidak mengherankan jika di negara-negara Asia Tenggara sering kali dilakukan penangkapan para simpatisan ISIS tersebut. Menurutnya, merupakan keuntungan bagi ISIS untuk membentuk basis di luar Timur Tengah. "Afganistan dipilih karena faktor historis, Asia Tenggara dipilih karena faktor strategis, yaitu banyak penduduk muslim yang potensial untuk digalang sebagai pendukung atau simpatisan," Stanislaus menambahkan sekaligus mengakhiri wawancara dengan DW Indonesia.

rap/na (reuters, detik)