Ciptakan Zero Waste High Performance Habitat di Tahun 2022
Rizki Akbar Putra
8 Mei 2019
Indonesia hasilkan lebih dari 60 juta ton sampah setiap tahun, dan sabet predikat penyumbang sampah plastik ke dua terbesar di dunia. Pendiri Parongpong, Rendy Wachid punya cita-cita tinggi. Simak wawancara dengan DW.
Iklan
DW: Sebenarnya ide awal Anda mendirikan Parongpong, perusahaan pengolah sampah di Bandung, berasal darimana?
Rendy Aditya Wachid, pendiri Parongpong: Sebenarnya ini personal reason banget, jadi 2017 September itu saya keguguran sama istri. Anak pertama ini di kandungan cuma tiga bulan. Sebenarnya diluar kesedihan ini saya jadi bersyukur karena memikirkan masa depan untuk anak-anak nanti, karena sebelumnya saya arsitek pengusaha saya mengerjakan bisnis yang penting growth nya, yang penting bisa jalan dengan baik bisnisnya, tak terlalu mikir kemana-mana hingga akhirnya saya sadar kalau saya melakukan ini terus hampir semua bisnis saya menghasilkan sampah dan nanti anak saya bisa jadi generasi yang ngeberesin masalah kita.
Sementara generasi saya yang habisin air bersih, yang ngotorin udaranya, yang bikin sampah kemana-mana. Akhirnya saya sepakat sama istri kalau kita ga bisa menemukan tempat yang baik di Indonesia buat anak kami ya kita bikin sendiri tempat itu. Makanya Parongpong sebenarnya tujuan awal, bahkan tujuan akhir, kami ingin menciptakan Zero Waste Performane Habitat di 2022 yang bermula di Parongpong.
Berawal dari kegelisahan yang sama dengan para pecinta lingkungan, lantas apa yang membedakan Parongpong dengan komunitas-komunitas pecinta lingkungan serupa?
Sebenarnya banyak banget sih yang peduli sama isu sampah dan kita senang banget karena ada yang fokus sama food waste ada yang fokus sama plastic waste, tapi saya sadar ga ada yang urusin residu. Residu adalah sampah yang tidak punya nilai eknomis lagi, tidak bisa dimanfaatkan lagi dan sebetulnya di Indonesia ga ada yang mengerjakan ini. Dan prinsinya karena saya businessman saya ga mau mengerjakan yang sudah pernah ada karena sulit, artinya kalau banyak sekali yang berusaha menyelesaikan masalah itu dan ga selesai berarti ada yang salah di cara pengerjaannya, itu pertama. Yang kedua sebenarnya saya rasa Parongpong itu dibutuhkannya nanti ketika orang-orang sudah bisa milah sampah, sudah bisa ngompos organik, orang mungkin udah punya akses ke bank sampah atau bahkan bisa me-recycle sendiri, residunya kan tersisa tuh 10 persen itulah yang ingin kami olah. Saya kalau ngomong sama teman-teman pengolah sampah yang lain saya bilang ‘Kalian butuh kita sama seperti kita butuh kalian. Ketika kalian bisa mereduksi sampah sampai 90 persen, 10 persennya biar kami yang urus'.
Jadi kalau ditanya apa pembedanya kami dengan yang lain, beda sekali sih. Pertama rata-rata yang ngurusin yayasan atau komunitas, kalau kita perusahaan. Kenapa? Karena perusahaan itu sustain dan pahlawan itu sebenarnya pahlawan lingkungan itu ga sustain. Kalau memulai kegiatan ini dengan jadi orang suci atau mau jadi hero saya rasa ketika pujian berakhir tahu orang ngga peduli, orang ga angkat-angkat ya kita jadi berhenti melakukan hal baik itu. Sedangkan kalau ini dibuat jadi perusahaan, dia harus growth dia harus kasih makan dirinya sendiri dia harus cari SOP paling efisien paling efektif paling logis untuk melakukan tujuan perusahaannya yaitu untuk menyelesaikan masalah sampah.
Puntung Rokok dan Styrofoam - Berapa Lama Sampah Mencemari Bumi?
Kecuali limbah organik, semua sampah yang kita buang akan mencemari Bumi selama puluhan hingga ratusan tahun sebelum bisa terurai secara alami. Inilah beban lingkungan yang dihasilkan gaya hidup modern.
Foto: Getty Images/E. Wray
Sampah Organik - 30 Hari
Sampah dapur dan makanan menyimpan potensi energi tak terkira, jika diolah dengan benar. Rata-rata sampah organik membutuhkan waktu antara 7 hingga 30 hari untuk terurai. Jika ditampung dan diolah, sampah organik bisa dibuat untuk menghasilkan gas bio yang ramah lingkungan.
Foto: picture-alliance/dpa
Kardus - 5 Bulan
Kardus yang kita pakai sehari-hari untuk mengirimkan barang membutuhkan waktu lima bulan untuk terurai secara alami. Beda halnya dengan karton yang digunakan sebagai kemasan susu atau jus. Lantaran dilapisi material tahan air, karton jenis ini baru bisa terurai secepatnya selama 5 tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
Puntung Rokok - 10 Tahun
Puntung rokok atau kapas filter pada rokok tergolong limbah non-organik yang paling banyak mencemari laut dan samudera Bumi. Menurut laporan NBC News, sebanyak 60 juta puntung rokok dikumpulkan dari seluruh pantai dunia selama 32 tahun terakhir. Padahal puntung rokok tidak mudah untuk terurai secara alami. Penguraian kapas filter yang mengandung berbagai racun itu membutuhkan waktu 10 tahun.
Foto: picture-alliance/W. Steinberg
Baterai - 100 Tahun
Satu buah baterai AA bisa menghidupkan jam dinding selama enam bulan atau sebuah senter selama beberapa jam. Tapi tahukah anda berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah baterai untuk bisa terurai secara alami? 100 tahun.
Foto: picture-alliance/C. Hardt
Popok Bayi - 100 Tahun
Rata-rata bayi membutuhkan popok segar setiap empat jam sekali. Menurut sebuah studi di Amerika Serikat, setiap bayi menghabiskan 6.500 hingga 10.000 popok sebelum berusia 30 bulan. Usia pakai popok yang singkat bertolak belakang dengan lama masa penguraiannya yang mencapai 100 tahun.
Foto: picture-alliance/reality/F. May
Gelas Plastik - 100 Tahun
Gelas plastik adalah produk non-organik lain yang digemari di Indonesia. Meski hanya digunakan untuk beberapa saat, gelas plastik membutuhkan waktu antara 50-100 tahun untuk terurai. Setiap plastik hanya akan mengalami kehancuran menjadi serpihan kecil hingga berukuran mikro dalam proses fotodegradasi oleh matahari. Sebab itu materi ini berbahaya untuk satwa Bumi.
Foto: picture-alliance/empics/B. Birchall
Botol Plastik - 450 Tahun
Menurut studi World Atlas, Indonesia menjadi negara keempat pengguna botol plastik terbanyak di dunia. Tercatat penggunaan botol plastik di tanah air mencapai 4,82 miliar botol. Padahal setiap botol plastik mencemari Bumi selama 450 tahun sebelum bisa terurai.
Foto: picture-alliance/M. Schröder
Styrofoam - 1 Juta Tahun
Ragam manfaat dipetik manusia dari styrofoam, lantaran sifatnya yang menolak senyawa korosif atau menghadang jamur dan bakteri. Tapi material yang biasa digunakan sebagai kemasan makanan atau minuman seperti kopi ini memiliki usia yang nyaris abadi. Bergantung pada kondisi lingkungan, styrofoam bisa bertahan hingga satu juta tahun sebelum bisa terurai secara alami. (rzn/hp: dari berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/dpa/G. Fischer
8 foto1 | 8
Tadi Anda mengatakan ada yang salah dengan penanganan sampah di negeri kita. Menurut Anda mengapa isu sampah ini tidak pernah habis dan siapakah pihak yang paling harus turut serta membereskan masalah ini?
Sebetulnya orang banyak bilang sama saya ‘Siapa sih atau tempat mana yang jadi role model Parongpong, atau bikin Parongpong karena apa?'. Sebetulnya kami ke Kamikatsu, kota di Jepang yang 80 persen sampahnya itu bisa mereka olah. 80 persen itu angka yang luar biasa, karena kalau di dunia, kalau negara Taiwan nomor satu dan itu mereka baru bisa 55 persen dan Kamikatsu ini bisa 80 persen. Lalu Kamikatsu itu bahkan diantara kota-kota lain di Jepang itu meninggalkan jauh, karena di jepang rata-rata baru 40 persen.
Kalau ditanya salahnya dimana, sebenarnya saya selalu percaya waste is a very complex problem, there's no easy solution. Jadi memang ketika kita mau melakukan ini, betul-betul harus lihat dari berbagai sisi. Tidak ada solusi yang mudah, kita sudah merdeka dari 1945 satu-satunya metode pengolahan sampah kita hanya memmbuang ke landfill, open dumping. Di Bantar Gebang menerima 7.500 ton per hari, katanya di Bandung menghasilkan 1.600-1.700 ton per hari ini kan jumlah yang besar sekali dan siapa yang harus beresin? Kalau kita mengacu pada PP 97 tahun 2017 ya semua orang, karena semua orang hasilin sampah.
Tapi di Indonesia sepertinya kesadaran masyarakat akan penanganan sampah masih rendah, tanggapan Anda?
Contoh yang paling mudah adalah kalau semua orang bisa milahin sampahnya sebenarnya kita ga usah keluarin biaya pengangkutan tinggi sekali ke TPA. Tapi di sisi lain kalau orang sudah memilah sampah siapa yang mau mengolahnya, karena kalau ga diolah dicampur lagi ya itu yang menimbulkan patah hati. Kalau Parongpong prinsipnya gini, ketika ditimbang mencari salah siapa kita lebih fokus ke masalah real nya apa terus kita beresin. Contoh ada satu kasus menarik banget, di pulau remote island mungkin saya ga bisa sebut nama pulaunya karena proyeknya belum di-launch, tapi di pulau ini masalah sampah plastikya tinggi sekali.
Lalu ketika teman-teman ajak Parongpong untuk terlibat di proyek ini mereka bilang tolong dikasih waste management ke mereka, lalu saya bilang kita harus lihat masalah utamanya apa. Setelah kami ngobrol sama satu rekan kami yang sudah mendalami pulau ini bertahu-tahun ternyata ketahuan masalah mereka adalah mereka tidak bisa masak. Karena mereka tidak bisa masak, mereka beli indomie, beli jajanan, beli macem-macem. Kenapa ga bisa masak, karena ga ada yang bisa dimasak, bahan-bahannya ga ada. Ikan-ikan kasih ke turis, tanahnya ga cukup baik untuk bisa bercocok tanam. Jadi kalau mereka tanya ke saya gimana caranya beresin maslah sampah di pulau itu? Ya ajarin mereka masak, ini kan sesuatu yang out of the box banget. Kalau kita presentasiin ke pemerintah atau instansi manapun secara setengah-setengah mereka akan mikir kita orang aneh. Masalahnya sampah kok, kok program yang dilakukan ajarin masak.
Avani Cegah Bumi Jadi Planet Plastik
Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia, Sebuah perusahaan peduli lingkungan di Bali tak ingin melihat Bumi Indonesia jadi rusak akibat sampah plastik. Apa yang dilakukannya?
Foto: Avani-Eco 2017
Dari darat ke lautan
80 persen sampah plastik di lautan berasal dari daratan. Tempat penampungan sampah terbuka menyebabkan sampah bisa terbawa angin. Lewat sungai, sampah kemudian sampai ke lautan. Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit. Tetapi untuk hancur dan terurai di alam dibutuhkan hingga 500 tahun.
Foto: Avani-Eco
Gerakan 3R? Tidak cukup
Seorang pengusaha di Bali merasa muak terhadap maraknya sampah plastik yang mengotori Pulau Dewata. Kevin Kumala mencoba untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencari solusi alternatif untuk menggantikan plastik konvensional. Baginya, plastik yang bisa terurai akan melengkapi gerakan 3R: Reduce, Reuse, Recycle. Ditambah satu R lagi, Replace atau membuat pengganti.
Foto: Avani-Eco 2017
Buat produk ramah lingkungan
Lewat perusahaan Avani Eco, sang pengusaha itu kemudian memproduksi barang-barang unik: tas dari bahan dasar singkong, wadah makanan terbuat dari tebu dan sedotan dibuat dari jagung.
Foto: Avani-Eco 2017
Dasyatnya efek sedotan plastik
Bayangkan jika setiap hari, tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta orang menggunakan satu sedotan plastik dan membuangnya setelah sekali pakai. Sedotan yang mungil itu jadi masalah karena jika sampahnya terakumulasi, maka bisa mencapai 5.000 kilometer.
Foto: Avani-Eco 2017
Plastik ekologis
Produk baru diharapkan jadi solusinya, yakni: berbagai produk plastik ekologis. Bahan bakunya berasal dari sumber daya terbarukan. Karena itu dapat terurai dengan cepat menjadi kompos. Walau begitu, plastik ekologis ini juga tidak mudah sobek, bisa dibubuhi cap atau logo perusahaan, dan dapat diproses di mesin pengolah plastik konvensional.
Foto: static1.squarespace.com
Tak meninggalkan residu beracun
Pendiri perusahaaan ramah lingkungan tersebut, Kevin Kumala mengatakan materi produk-produknya dapat terurai di alam dengan relatif cepat dan tidak meninggalkan residu beracun. "Saya seorang penyelam dan peselancar. Selama ini saya banyak melihat sampah plastik ini di depan mata saya," kata Kumala menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk masuk ke bisnis "bioplastik".
Foto: Avani-Eco 2017
Produk paling diminati
Proyeknya dimulai saat masalah sampah plastik makin merajalela di Bali dan Jawa. Berkantor pusat di Bali, dengan pabrik utamanya di pulau Jawa, produk bioplastik Avani Eco mulai dijual pada tahun 2015. Produk yang paling populer adalah tas yang terbuat dari singkong – bahan makanan yang murah dan melimpah di Indonesia - dengan kata-kata "Saya bukan plastik" yang terpampang di tas tersebut.
Foto: Avani-Eco 2017
Bisa diminum
Kevin Kumala yang merupakan lulusan biologi, mengatakan tas kantung palstik ini bahkan juga bisa diminum. Caranya, celupkan tas yang terbuat dari singkong ke dalam segelas air panas. Tas itu kemudian larut dalam air dan bisa langsung diminum. "Jadi, ini memberi harapan kepada hewan laut, mereka tidak lagi tersedak atau tertelan sesuatu yang bisa berbahaya," katanya.
Foto: Avani-Eco
Masih mahal
Produk bioplastik lainnya telah lama ada di pasar, namun United Nations Environment Programme (UNEP) tampak ragu akan industri tersebut. Dalam laporan tahun 2015, Badan PBB itu menyimpulkan bahwa produk bioplastik cenderung lebih mahal dan tidak memainkan peranan utama dalam mengurangi sampah laut. (Ed: Purwaningsih/AS/copyright gambar: Avani Eco)
Foto: Avani-Eco 2017
9 foto1 | 9
Tapi dengan pemikiran yang sama kalau orang tanya ke kita kenapa Parongpong mau bikin habitat adalah kalau kita punya satu desa yang kita semua farm to table, masak sendiri mengolah sendiri semua kita ga perlu food delivery, hampir ke sebut nama mereknya, tapi itu kan ngetren banget di Indonesia. Laper sedikit pakai apps, mau jajan pakai apps, sadar ga sih pesan soto satu, soto plastik sendiri, nasi plastik sendiri, sambalnya kecapnya segala macam plastic itu berjibun cuma dari food delivery doang. Jadi saya berpikir bahwa kalau kita bisa farm to table mungkin menyelesaikan masalah sampah karena untuk kita bisa memanfaatkan sampah kita butuh kebun. Tadi kita bicara sampah organik, sampah organik bisa dikompos loh tapi kalau kita ga berkebun komposnya mau dikemanain. Jadi sungguh kompleks dan sungguh seru ketimbang kami campaign dengan marah, sedih sharing berita-berita yang kita lihatnya ga tega, kita lebih milih untuk kasih harapan.
Jadi ketimbang bilang ada paus mati diamana gara-gara nelan plastik kita lebih suka bilang ‘Bukannya seru tinggal di desa yang ga ada sampah, anak-anak bisa main keluar, pergi ke sungai, bercocok tanam. Setiap kita makan minum kita tahu ga ada micro plastic disana'. jadi yang mau kita share justru adalah harapan dan suatu hari nanti semua jadi normal. Bawa tumbler normal, milah sampah normal, bawa kantong belanja sendiri itu normal. Ga ada keren-kerennya karena di Negara, dunia, pertama itu hal yang diajarkan dari kecil. Itu mengapa Parongpong mau bikin habitat karena harapan kami, anak-anak saya dan teman-teman sebayanya punya pola pikir yang jauh lebih baik daripada kita yang bahkan mereka buang samaph pada tempatnya ga cukup, setelah dibuang pada tempatnya, dipilah ngga, diolah ngga, ada tempat pengolahan limbahnya ngga. Jadi mereka sudah berpikir lebih jauh lagi dari itu dan itu ga akan lihat orang lagi buang puntung rokok sembarangan atau buang plastik sembarangan dari mobil.
Daur Ulang Sampah dengan Lalat Tentara Hitam
Agus Pakpahan, ahli biokonversi dari Indonesia, mengubah sampah menjadi kompos berkualitas dan pakan ternak dengan bantuan 'lalat khusus'. DW mengunjungi salah satu peternakan lalatnya di Cikumpay, Jawa Barat, Indonesia.
Foto: DW/A. Padmadinata
Agus: Selamatkan Indonesia dari sampah
Setelah pensiun dari posisi sebelumnya sebagai Deputi Kementerian BUMN bidang Agro Industri, ekonom Agus Pakpahan ingin belajar lebih banyak tentang ekonomi sumber daya alam. Dia menemukan topik pengelolaan sampah dan memutuskan untuk mempelajari korelasi limbah organik, agen biologi, kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi.
Foto: Privat
Kemampuan untuk menguraikan bahan organik
Menurut Agus, ide menggunakan lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF) datang dari ilmuwan senior Dr. Darmono Taniwiryono. Sebagai serangga, black soldier fly, atau Hermetia illucens tidak dianggap sebagai hama. Mereka tidak menularkan penyakit atau gangguan pada manusia maupun hewan. Larvanya (BSFL) dapat digunakan untuk pengomposan sampah atau mengubah limbah menjadi pakan ternak.
Foto: DW/A. Padmadinata
Tinggi protein
Agus ingin memiliki sumber protein alternatif untuk peternakan unggas atau ikan di Indonesia yang kini sangat bergantung pada pakan impor yang mahal. Tahap larva black soldier fly (BSFL) mengandung nutrisi penting. Mereka mengandung protein yang sangat tinggi, lemak, asam amino esensial dan juga mineral.
Foto: DW/A. Padmadinata
Mengembangbiakan para prajurit
Di Cikumpay, Jawa Barat, Agus berbagi pengetahuannya dengan staf lokal untuk menggunakan BSFL guna memproduksi pupuk organik berkualitas tinggi untuk perkebunan teh di daerah tersebut. Terlihat pada gambar ini adalah tempat pemeliharaan untuk proses pembiakan black soldier fly. Bangunan sederhana yang dilapisi dengan jaring serangga.
Foto: DW/A. Padmadinata
Pentingnya pemilahan sampah
Agus mengatakan, solusi pengelolaan limbah dengan BSFL bisa berdampak lebih besar jika Indonesia memiliki sistem pemilahan sampah seperti negara-negara barat. Misalnya, di mana sampah organik dan non-organik dipisahkan. Proses biokonversi membutuhkan sampah organik dengan jumlah besar sebagai bahan makanan larva. Satu meter persegi BSFL dapat memakan sekitar 15 kilogram sampah per hari.
Foto: DW/A. Padmadinata
Waktu makan 24 jam
BSF hanya makan pada hari-hari pertama kehidupan. Ketika mereka di tahap larva. Setelah tahap ini, lalat mulai menjadi kepompong dan menjauh dari sumber makanan, mencari tempat kering. Di peternakan BSF Cikumpay, jumlah sampah organik yang ditempatkan di reaktor (foto) sedang disesuaikan dengan jumlah belatung dan berapa umur mereka. Tujuannya agar semua bahan makanan dikonsumsi dalam 24 jam.
Foto: DW/A. Padmadinata
Pupuk belatung
Sampah berubah menjadi kotoran belatung atau Agus menyebutnya "pupuk belatung padat" yang dipanen dan disimpan di gudang. Sementara "pupuk belatung cair" (foto) dipanen setiap hari dari sekitar 30% jumlah sampah organik buah dan sayur yang dimasukkan ke dalam reaktor.
Foto: DW/A. Padmadinata
Memanen lalat tentara hitam
Peternak menggunakan pupanya untuk menghasilkan bahan pakan ternak kaya protein. Mereka membutuhkan pupa yang panjangnya sekitar tiga centimeter. Serangga lain yang juga digunakan sebagai pakan unggas adalah mealworm dan kumbang Jepang. Penulis: Vidi Legowo-Zipperer (yp/vlz)
Foto: DW/A. Padmadinata
8 foto1 | 8
Apakah Indonesia bisa mencontoh Negara-negara maju dalam hal mengolah sampah, dari hal simpel misalnya yakni memilah sampah?
Jadi memilah itu seru jadi kalau kita melihat fasilitas publik Indonesia sudah mulai tuh tempat pembuangan sampah dibagi dalam beberapa kategori. Nah kategori ini menurut saya, kalau iseng dibuka kan ada organik, lalu ada kertas, dan itu selalu ga ada standarnya beda-beda terus. Dan lalu ada lainnya, others. Bukalah tempat sampah yang isinya others dan lainnya, isinya paling banyak yang sebenarnya ga gitu. Di rasio sampah 60 persen organik 30 persen anorganik 10 persen residu ini akan beda-beda di semua tempat tapi kurang lebih angka yang kita pegang di sekitaran itu. Nah bayangkan kalau kita buang ke others ya kita cuma nambahin residu doang.
Kalau di Parongpong sebenarnya sampah itu cuma dibagi tiga. Bisa dikompos, tidak bisa dikompos, sama residu. Nah ini ga bisa diajarin ke anak kecil kali ya, kan harus diajarkan ke orang dewasa. Gimana sih bisa tahu dikompos apa ngga, kunyah aja. Kalau sedotan plastik kalian kunyah dan dia terkunyah berarti bisa dikompos bukan masalah enak ga enak, simple banget. Jadi misalnya kalau tidak bisa di kompos dan kita tahu kita tidak punya fasilitas untuk bisa mendaur ulang barang-barang yang tidak bisa di kompos tersebut , jangan hasilkan. Jadi kalau tahu ga bisa ngolah sedotan plastik jangan pakai sedotan plastik. Kalau tahu ga bisa ngolah kantong plastik ya jangan pakai kantong plastik. Dan juga terakit residu, yang sudah tidak kita bisa manfaatkan udah ga bisa kita jual, misalnya popok pembalut tisu yang sudah kotor.
Nah orang lain ga bisa mengolah ini tapi Parongpong bisa. Jadi kita beruntung banget punya teman-teman yang mengembangkan teknologi ini dan kita happy banget di 2019 ini Parongpong sudah punya fasilitas hydrothermal sendiri dan itu sebenarnya yang mau kita share walaupun akirnya betul manusianya yang harus diubah. Kapasitas mesin ada batasnya tapi kapasitas manusia sebenarnya ga terbatas. Kalu misalnya kita mau pasti bisa, yang saya selalu cerita kereta api. Baru berapa tahun lau loh kita orang-orang naik di atas atap, orang-orang tidur di lantai, padagang keluar masuk, orang-orang ga bayar. Terus orang-orang pada bilang ‘Kereta api Indonesia emang gini, orang-orang Indonesia emang gini'.
Dan itu mengapa Parongpong kerjasamanya dengan perusahaanan. Karena yang diikuti sama semua stake holdersnya, PT. KAI bukti nyata banget dimana revolusi mental itu memang bisa dilakukan, perubahan mindset itu memang bisa dilakukan cuma memang ceritanya harus utuh. Karena kalau kita sudah campaign orang ga ikut ceritanya segala macam lalu mereka merasa ada yang ga jalan mereka ga akan mendukung. Contohnya kita bilang pilah pilah pilah, tapi kita sendiri ga bilang setelah milah, olahnya gimana orang akan curiga jangan-jangan nanti digabung lagi buat apa saya pilah.
8 Fakta Tentang Sampah Plastik Yang Akan Membuat Anda Syok
Indonesia kembali jadi sorotan media internasional, karena muncul video viral dari para penyelam di Bali yang menunjukkan parahnya polusi plastik di sana. Namun, sampah plastik kini sudah menjadi masalah global.
Setidaknya 8 juta ton plastik mencemari lautan di dunia setiap tahun. Ini seperti mengosongkan truk berisi sampah plastik ke laut setiap menit.
Foto: picture-alliance/Photoshot
2050 jumlah plastik di laut lebih banyak dari ikan
Saat ini rasio perbandingan antara plastik dan plankton diperkirakan 1:2. Jika dibiarkan begitu saja, volume plastik akan melebihi ikan pada tahun 2050. Jumlah plastik di laut saat ini sekitar 150 juta ton, ini seperlima dari bobot total ikan yang ada.
Foto: picture-alliance/Prisma/R. Dirscherl
Sampah plastik juga mengotori pantai-pantai Eropa
Di Inggris misalnya, setiap 100 meter pantai Inggris, ada lebih dari 200 sampah plastik atau polistirena. September 2017, hampir 7000 orang berpartisipasi dalam aksi pembersihan pantai Great British Beach Clean in September 2017 - proyek yang menyingkirkan 255.209 sampah dari 339 pantai.
Foto: picture alliance/blickwinkel/fotototo
Lebih dari 50 persen penyu laut menelan plastik
Ratusan ribu penyu laut, paus, mamalia laut lainnya dan lebih dari 1 juta burung laut mati setiap tahun karena polusi laut dan menelan atau terjerat sampah di laut. Banyak hewan laut yang tidak bisa membedakan antara makanan dan sampah plastik. Sehingga sistem pencernaan terblokir dan menyebabkan kematian.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Ada 6,3 milyar ton sampah plastik di bumi
Walau plastik baru ada sejak 60-70 tahun yang lalu, material ini berhasil mendominasi kehidupan manusia. Hampir untuk setiap kegiatan manusia, bisa dipastikan ada barang kebutuhan yang terbuat dari plastik.
Foto: picture-alliance/dpa/R. De La Pena
Popok bayi butuh 450 tahun untuk terurai
Kebanyakan popok bayi mengandung polietilena atau termoplastik, bahan yang sama digunakan untuk membuat dengan kantong plastik. Tahukah Anda, bahwa popok kotor yang dibuang akan terus berada di bumi selama 450 tahun, karena sulit terurai? Tali pancing butuh lebih lama lagi, yakni sekitar 600 tahun.
Foto: picture alliance/chromorange
Lebih dari 20.000 botol dijual per detik
Kontribusi terbesar polusi plastik adalah botol minuman. 480 milyar botol plastik terjual di tahun 2016. Ini berarti lebih dari 1 juta botol dalam 1 menit.
Foto: picture-alliance/dpa/L.Cameron
Ada lebih banyak mikroplastik di laut dibanding bintang di Bima Sakti
Di galaksi Bima Sakti atau "Milky Way" saja diperkirakan ada 100-400 milyar bintang. Sementara menurut Clean Seas, ada 51 trilyun mikroplastik di lautan dunia. Penulis: vlz/yf (dari berbagai sumber)
Saya tidak setuju adalah pengolahan yang mengganti kilogram ke rupiah karena menurut saya tidak mendidik. Kita bilang ke orang-orang ‘Kurangin sampah ya', sementara kita sendiri bread and butternya dari jumlah sampahnya mereka kan jadi conflict of interest atau bahkan kontra. Jadi Parongpong pendekatannya adalah kita punya satu fasilitas didalamnya ada edukasi juga yang kalau setiap client kami mengurangi jumlah sampahnya jadi fasilitas ini bisa dipakai lagi oleh lebih banyak client jadi kami dengan ikhlas dan juga sesuai tujuan perusahaan memang harus nurunin sampah jadi itu yang membedakan.
Melihat perjalanan Parongpong sejak 2017, ada pesan khusus kah dibalik aktivitas Parongpong selama ini?
Sebenarnya saya jengah melihat mereka yang bilang ‘Kita pahlawan sampah' lalu ngumpul rame-rame terus pakai kaos panita terus nama acaranya juga mereka lebih ke selebrasi, sebenarnya gapapa juga. Cuma dalam ranah waste awareness bagus banget tapi dia juga bukan solusi. Karena kita bagi-bagi kaos panitia saja ga kita lakukan, satu kaos itu butuh 2.700 liter air buat kapasnya doang dan itu kayak kita minum tiga tahun jadi kenapa kita setengah-setengah? Yang kedua adalah setelah dikumpulkan kemana sih sampahnya, tempat ke landfill juga. Yang ketiga, kadang-kadang kantong sampah plastik yang dibagikan juga cukup besar. Yang saya paling ga mau di Parongpong adalah kami mengerjakan sesuatu yang sangat sepele yang impactnya kecil tapi kita gembar-gemborkan sebagai sesuatu yang hebat dan segala macam itu yang kita ga mau. Jadi kalau bisa sih gembar-gembornya kecil aja sederhana aja tapi ya impactnya besar. Orang kalau ada adopsi kebiasaan buang sampah pakai kantong yang bisa dipakai berkali-kali ini juga kan bisa kurangi kantong plastik banget karena usaha untuk mengurangi kantong plastik sangat saya hargai, cuma itu kan baru di ranah supermarket retail-retail besar yang masih banyak pakai kantong plastik sebenarnya warga juga, penggunaannya buat apa ya buat plastik sampah juga. Beberapa teman saya juga masih menerima kantong plastik dari supermarket karena sederhana banget sih karena 'Kalau saya ga ngambil ini kantong plastik nanti saya buang sampahnya pakai apa?'. Hal-hal yang kayak gini yang kita ingin coba ajak masyarakat untuk lihat sekitar kita, banyak banget loh media untuk kita manfaatkan jadi ga usah beli.
Sampah Plastik Mencemari Sungai dan Lautan
Sebagian besar sampah plastik yang mencemari sungai akhirnya bermuara di lautan. Inilah sungai besar di Asia dan Afrika yang paling banyak membawa sampah plastik.
Foto: Imago/Xinhua/Guo Chen
1. Sungai Yangtze
Yangtze adalah sungai terpanjang di Asia dan terpanjang ketiga di dunia. Sungai ini menduduki peringkat puncak sebagai pembawa limbah plastik ke lautan. Yangtze mengalir ke Laut Cina Timur dekat Shanghai dan sangat penting bagi ekonomi dan ekologi Cina. Tepian sungai merupakan rumah bagi 480 juta orang - sepertiga penduduk Cina.
Foto: Imago/VCG
2. Sungai Indus
Pusat Penelitian Lingkungan Helmholtz Centre for Environmental Research menemukan bahwa 90 persen plastik yang mengalir ke lautan dapat ditelusuri ke 10 sungai besar. Sungai Indus menempati urutan kedua dalam daftar itu. Sungai ini mengalir melalui sebagian India dan Pakistan ke Laut Arab. Karena kurangnya struktur pengolahan limbah, banyak plastik memasuki sungai ini.
Foto: Asif Hassan/AFP/Getty Images
3. Sungai Kuning
Plastik di sungai bisa masuk ke dalam rantai makanan karena ikan dan hewan laut dan air tawar menelannya. Sungai Kuning, yang disebut-sebut sebagai tempat lahirnya peradaban Cina, berada di urutan ketiga dalam daftar pembawa limbah plastik. Polusi telah membuat sebagian besar air sungai tidak bisa diminum. Sekitar 30 persen spesies ikannya diyakini telah punah juga.
Foto: Teh Eng Koon/AFP/Getty Images
4. Sungai Hai
Sungai lainya di Cina menduduki peringkat 4, yaitu sungai Hai. Sungai ini menghubungkan dua wilayah metropolitan terpadat: Tianjin dan Beijing, sebelum mengalir ke Laut Bohai, salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. 10 sistem sungai memiliki ciri khas, kata penelitian tersebut.
Foto: Imago/Zumapress/Feng Jun
5. Sungai Nil
Dianggap sebagai sungai terpanjang di dunia, Sungai Nil mengalir melalui 11 negara sebelum memasuki Laut Tengah di Mesir. Sekitar 360 juta orang tinggal di daerah aliran sungai. Airnya mendukung pertanian - kegiatan ekonomi utama di kawasan ini. Sungai Nil berada di peringkat 5 daftar sungai yang terbanyak membawa sampah plastik. Setiap tahun, sekitar 8 juta ton limbah plastik dibuang ke sungai.
Foto: Imago/Zumapress
6. Sungai Gangga
Sungai Gangga merupakan pusat kehidupan spiritual India dan menyediakan air bagi lebih dari setengah miliar orang. Limbah pertanian dan industri telah menjadikannya salah satu sungai paling tercemar di dunia. Dalam hal sampah plastik, Gangga berada di peringkat 6. Para ahli mengatakan, kita harus menghasilkan lebih sedikit sampah dan menghentikan polusi pada sumbernya.
Foto: Getty Images/AFP/S. Kanojia
7. Sungai Mutiara (Pearl River )
Para pekerja membersihkan limbah yang terapung di Sungai Mutiara di Cina yang bermuara di Laut Cina Selatan antara Hong Kong dan Makau. Limbah buangan dan limbah industri di sungai ini makin banyak, seiring dengan laju ekspansi kota yang luar biasa. Sejak akhir 1970-an, kawasan delta sungai telah berubah dari daerah pertanian dan pedesaan menjadi salah satu daerah perkotaan terbesar dunia.
Foto: Getty Images/AFP/Goh Chai Hin
8. Sungai Amur (Heilong)
Air sungai makin kotor ketika menyentuh daerah perkotaan dan industri. Namun, menurut penelitian terbaru, limbah plastik bahkan ditemukan di lokasi terpencil. Sungai Amur mengalir dari daerah perbukitan di Cina timur laut dan membentuk sebagian besar perbatasan antara provinsi Heilongjiang (Cina) dan Siberia (Rusia) sebelum menuju ke Laut Okhotsk.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Chu Fuchao
9. Sungai Niger
Niger adalah sungai utama Afrika Barat, yang menghidupi lebih dari 100 juta orang dan salah satu ekosistem paling rimbun di planet ini. Sungai ini mengalir melalui lima negara sebelum bermuara di Samudera Atlantik di Nigeria. Selain polusi plastik, konstruksi bendungan yang luas mempengaruhi ketersediaan air. Tumpahan minyak yang sering terjadi di Delta Niger juga menyebabkan air terkontaminasi.
Foto: Getty Images
10. Sungai Mekong
Pembangunan bendungan juga memiliki dampak ekologi dan sosial, terutama di sungai Mekong. Sekitar 20 juta orang tinggal di Delta Mekong. Banyak yang bergantung pada perikanan dan pertanian untuk bertahan hidup. Sungai ini mengalir melalui enam negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam dan Laos. Sungai Mekong menduduki peringkat 10 dalam daftar sungai yang paling tercemar limbah plastik.
Foto: Imago/Xinhua
10 foto1 | 10
Jadi Anda lebih suka disebut sebagai businessman atau pegiat lingkungan?
Businessman, saya akan sangat proud saya businessman yang percaya banget sama three bottom pillars, people planet profit. Nabi Muhammad juga pedagang kok, yang selalu diangkat-angkat, sebenarnya banyak sekali nabi-nabi kita yang jarang diangkat kenabiannya tapi profesinya. Jadi saya pikir saya bangga sekali sebagai pengusaha yang mau nunjukkin ke anak-anak muda lain ga musti nunggu dana dari luar negeri loh untuk dapat funding, ga mesti juga bikin komunitas terus minta donasi kemana-mana. Karena kalau kita ga amanah orang kasih uang ke kita mungkin ga benar kita manfaatkan. Saya pernah negur satu komunitas anak muda yang sedan bikin satu website, saya tanya programnya apa, nyari-nyari ga jelas tapi ada di websitenya ada tombol donasi. Terus saya bilang ke mereka, ‘Kalian ga takut ya masuk neraka, yang kalian janjikan belum ada loh. Terus kalian nerima donasi. Kalian jurusan apa? Kerja deh, dapat uang dari 9-5 sisihkan sebagian terus danai program-program kamu ini. Jangan takut untuk uangnya habis buat danain program kok kalau misalnya kalian niat baik pasti rezeki datang saja tapi justru lucu kalau kamu bilang ga ada uang'. Ya kalau saya sih jangan bantu orang ya kalau ga bisa bantu diri sendiri, kita harus mapan dulu supaya kalau kita ingin melakukan hal baik niatnya baik ngga tergeser kepentingan-kepentingan pribadi. Simpel banget, logic banget. (rap/vlz)
Wawancara dilakukan oleh Jurnalis Deutsche Welle Rizki Akbar Putra
Rendy Aditya Wachid adalah pendiri Parongpong. Parongpong adalah sebuah perusahaan manajemen daur ulang sampah yang berlokasi di Bandung dan berdiri sejak tahun 2017. Parongpong mempunyai visi yaitu sebagai menciptakan Zero Waste High Performance Habitat pada tahun 2022 di Indonesia.