Apakah bisa dianggap etis jika meretas gen-gen janin untuk mengurangi risiko terkena kanker atau penyakit lain yang bisa mematikan? Pakar medis Inggris mengatakan itu bisa dilakukan jika kondisi tertentu terpenuhi.
Iklan
Menyempurnakan gen-gen bayi yang belum lahir dapat diperbolehkan secara etis di masa depan, demikian menurut panel etika kedokteran Inggris Senin (16/07).
Terobosan teknologi baru-baru ini yang memungkinkan dokter untuk mengedit DNA embrio untuk mengurangi risiko pengembangan penyakit di kemudian hari dilarang di banyak negara.
Tetapi laporan oleh Nuffield Council on Bioethics menemukan bahwa perubahan hukum harus dilakukan jika prosedur penyuntingan gen mengamankan kesejahteraan seseorang dan tidak meningkatkan kerugian, diskriminasi atau perpecahan dalam masyarakat.
"Upaya memanfaatkan potensi pengeditan genom untuk mempengaruhi karakteristik generasi mendatang tidak dapat ditolak begitu saja," kata Karen Yeung, seorang profesor hukum, etika dan informatika di Universitas Birmingham, Inggris, yang mengepalai panel itu.
Takut akan 'designer babies'
Tetapi penentang penyuntingan gen memperingatkan bahwa membiarkan praktik itu dapat mengarah pada penciptaan manusia super yang memiliki keuntungan genetis yang tidak adil atas orang lain.
Binatang Bercahaya: Rekayasa Genetika vs Evolusi Alami
Ilmuwan bisa rekayasa binatang yang di alam tidak memancarkan cahaya, jadi hewan berpendar berwarna-warni. Namun rekayasa genetika tetap tidak bisa mengalahkan evolusi alami.
Foto: picture-alliance/dpa/Chen et al./Developmental Cell 2016
Demi Ilmu Pengetahuan
Ilmuwan AS rekayasa genetika ikan "pelangi" di laboratorium jadi benar-benar memancarkan cahaya warna warni. Warna merah, hijau dan biru fluoresens tercipta secara tidak sengaja berkat protein yang memancarkan cahaya. Tujuan rekayasa: untuk lebih memahami bagaimana sel bekerjasama menyembuhkan luka.
Foto: picture-alliance/dpa/Chen et al./Developmental Cell 2016
Hijau Berkat Rekayasa Genetika
Tikus lazimnya tidak bercahaya. Tapi di Laboratorium, tikus ini direkayasa genetika, menjadi berwarna hijau fluoresens. Ilmuwan menyisipkan sel protein fluoresens yang di alam ada pada beberapa jenis ubur-ubur. Di bawah lampu berwarna biru, tubuh tikus memancarkan warna hijau
Foto: picture-alliance/dpa
Bisa Rekayasa Semua Warna
Teoritis semua hewan bisa dibuat berwarna apa saja. Misalnya domba yang berwarna kuning fluoresens ini, adalah hasil karya ilmuwan di Uruguay. Dengan menyisipkan protein tertentu yang memancarkan cahaya, domba akan berpendar warna kuning jika disinari cahaya Ultra Violet
Foto: Reuters
Pendar Bercahaya Ikan Hias
Ilmuwan Taiwan juga rekayasa ikan hias jadi bercahaya. Pada Taiwan Aquarium Expo 2014 di Taipeh dipamerkan ikan Pterophyllum Scalare yang memiliki warna pink bercahaya jika akuarium disinari cahaya tertentu.
Foto: Reuters/Pichi Chuang
Di Alam Sudah Biasa
Ubur-ubur akan memancarkan cahaya, jika mendapat rangsangan mekanis, misalnya turbulensi arus laut. Ilmuwan menyebutnya sebagai bio-luminous atau cahaya alami. Cahaya muncul baik dari protein dalam tubuhnya maupun dari bakteri. Sel bercahaya ubur-ubur semacam ini, yang kemudian disisipkan pada tubuh tikus agar juga bisa bercahaya.
Foto: cc/by/sa/Alberto Romeo
Laut Yang Berpendar Cahaya
Pada musim tertentu laut pancarkan cahaya. Pemicunya, binatang bersel tunggal yang memproduksi cahaya. Dinoflagellata, sejenis plankton laut ini memiliki membran sel yang mampu membiaskan cahaya dari arus laut atau turbulensi arus gerombolan ikan yang berenang cepat. Ini mekanisme alami pertahanan diri. Dengan bercahaya, plankton membuat binatang pemangsa jadi bingung.
Foto: cc/by/sa/Niels Olson
Cahaya Sebagai Alat Komunikasi
Binatang bercahaya yang paling kita kenal adalah kunang-kunang. Organ bagian ekornya memproduksi unsur Luciferin yang jika bereaksi dengan oksigen akan menciptakan cahaya. Pulsa cahaya adalah alat komunikasi antara kunang-kunang jantan dan betina.
Foto: cc/by/sa/art farmer
Cahaya di Dasar Laut Dalam
Sejumlah ikan di laut dalam juga memiliki organ bercahaya. Fungsinya untuk orientasi di kegelapan dasar laut sekaligus juga untuk menarik mangsanya.
Foto: public domain
Cahaya Pada Spektrum Tak Lazim
Ikan Photostomias dari keluarga ikan naga berjanggut yang habitatnya di laut dalam memiliki organ cahaya di belakang mata. Organ memancarkan cahaya merah, spektrum yang tak lazim bagi organisma laut. Penghuni laut lain tidak mampu menangkap spektrum warna ini. Ilmawan terus teliti apa kegunaan cahaya pada ikan itu.
Foto: public domain
9 foto1 | 9
Juru kampanye David King dari kelompok Human Genetics Alert mengatakan, laporan Nuffiled menganjurkan penciptaan "bayi desainer" dan tidak dapat diterima.
"Kita harus memiliki larangan internasional untuk menciptakan bayi yang direkayasa secara genetik," katanya.
Ketakutan baru atas teknologi penyuntingan gen
Penegasan etis penyuntingan gen muncul setelah peringatan terpisah bahwa salah satu teknologi yang paling menjanjikan - CRISPR/Cas9 - mungkin lebih berbahaya daripada yang diperkirakan semula.
Para ilmuwan yang menguji teknologi berumur enam tahun ini pada tikus dan sel-sel manusia menemukan bahwa itu menyebabkan mutasi gen yang tidak diinginkan secara lebih "sering" dan "ekstensif". Ini menurut sebuah studi yang diterbitkan Senin (16/07) di jurnal Nature Biotechnology.
"Kami menemukan bahwa perubahan dalam DNA telah diremehkan sebelumnya sebelumnya," kata Allan Bradley, seorang profesor di Wellcome Sanger Institute Inggris yang ikut memimpin studi tersebut.
Temuan ini sesuai dengan hasil studi terpisah yang diterbitkan bulan lalu yang menunjukkan bahwa CRISPR/Cas9 dapat meningkatkan risiko kanker di beberapa sel.
Saham perusahaan bioteknologi yang menggunakan CRISPR/Cas9, termasuk CRISPR Therapeutics, turun tajam setelah publikasi penelitian.
CRISPR Theurapeutics mengatakan tidak menggunakan metode yang sama yang digunakan dalam penelitian, tetapi mengakui itu telah melihat "temuan serupa" dalam risetnya sendiri.
vlz/hp (Reuters, AFP)
Tak Perlu Seks: Binatang Ini Membiak Secara Kloning
Apa jadinya jika hanya ada hewan betina dan tak ada jantan? Apakah hewan akan musnah? Alam punya strategi jitu untuk mencegah musnahnya spesies. Beberapa jenis binatang berkembang biak secara aseksual dengan kloning.
Foto: picture alliance/dpa/Kitchin and Hurst
Bisa Punya Keturunan Tanpa Pasangan
Reproduksi secara seksual merupakan konsep sukses evolusi. Jika ingin punya keturunan, terutama dibutuhkan pasangan yang tepat. Dengan itu terjadi pertukaran gen yang meningkatkan ketahanan spesies. Apa jadinya jika sama sekali tidak ada partner? Beberapa jenis binatang bisa melakukan perkembangbiakan secara aseksual. Cukup satu hewan betina yang melakukan kloning untuk memperbanyak diri.
Foto: picture-alliance/dpa
Udang Perawan Abadi
Misalnya udang galah air tawar yang di Jerman diberi nama Mamorkrebs. Hewan ini jadi hama yang menyerbu perairan Jerman bahkan terus menyebar se Eropa. Pada tahun 2003 pakar biologi Jerman menemukan, bahwa jutaan keturunan udang galah ini hanya berasal dari satu induk yang melakukan kloning. Hingga saat itu, cara reproduksi udang air tawar jarang diteliti.
Foto: picture-alliance/dpa/R.Andrian
Mutasi Pemicu Kemampuan Kloning
Apa penyebab udang galah air tawar Marmorkrebs memilih melakukan reproduksi aseksual tidak diketahui pasti. Analisis genetika menunjukkan indikasi, udang air tawar ini pada tahun 1990-an melakukan mutasi, hingga mampu mengubah cara reproduksinya dari seksual ke aseksual.
Foto: picture alliance/dpa/C. Huetter
Ideal Untuk Hewan Pionir
Keuntungan terbesar perkembangbiakkan tanpa hubungan seksual, cukup eksistensi seekor hewan betina untuk membentuk populasi. Tokek perawan ini misalnya, hidup di sebuah pulau terpencil di Samudra Pasifik karena terbawa arus bersama batangan kayu. Jika harus kawin dengan hewan jantan, spesies tidak akan berkembang biak dan musnah. Evolusi memberi solusi jitu, yakni reproduksi secara kloning.
Foto: picture-alliance/Hippocampus-Bildarchiv
Jomblo Sejak Jutaan Tahun
Rotifera Bdelloidae berkembang biak tanpa hubungan seksual sejak 40 juta tahun. Hewan ini mengalami ratusan ribu kali perubahan kondisi lingkungan di Bumi dan tetap eksis hingga kini. Ilmuwan menduga, Bdelloidae bisa eksis hingga kini dengan cara kloning, kemungkinan karena hewan ini juga mengambil kode genetika DNA dari organisme lain, seperti jamur atau bakteri.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Fox
Seks Sebagai Opsi Pilihan
Ada juga hewan yang punya kemewahan, boleh memilih cara reproduksi, lewat hubungan seksual atau aseksual. Misalnya kadal ekor cambuk pelangi, yang habitatnya di Amerika Tengah dan Selatan. Para peneliti menemukan ada populasi yang melulu hewan betina dan ada juga populasi campuran kadal jantan dan betina.
Foto: picture alliance/dpa/Kitchin and Hurst
Evolusi Karena Kondisi Sulit?
Kecenderungan untuk melakukan kloning sebetulnya tidak tinggi. Contohnya hewan yang ada dalam kurungan di kebun bintang. Seekor komodo betina di kebun binatang London punya anak 4 ekor komodo jantan. Diduga bukan hasil kloning. Tapi yang menarik, seluruh 4 anak jantan hanya memiliki kode DNA induknya seperti hasil kloning.
Foto: Imago/blickwinkel/McPhoto/I. Schulz
Tetap Perawan Dalam Akuarium
Juga ikan hiu dalam akuarium sering beranak dalam kondisi perawan. Misalnya seekor hiu martil betina di kebun binatang AS pada tahun 2007 beranak seekor betina, tanpa melakukan hubungan seksual. Juga hiu bambu dan hiu zebra di akuarium dilaporkan punya anak hasil kloning.
Foto: picture alliance/dpa/Photoshot
Apakah Jantan Tidak Deperlukan Lagi?
Para hewan menyusui, sejauh ini belum pernah dilaporkan adanya anak hasil reproduksi aseksual. Ilmuwan menyebut ini sangat bagus untuk ketahanan genetika spesies. Sebab, lewat reproduksi secara seksual, risiko mutasi merugikan bisa direduksi. Selain itu kombinasi baru genetika, membuka kemungkinan untuk bereaksi lebih fleksibel terhadap perubahan kondisi lingkungan. Sophia Wagner(as/vlz)