1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Kebebasan Pers Global Terancam

18 April 2019

Wartawan di seluruh dunia menghadapi peningkatan sikap permusuhan. Itu menurut Indeks Kebebasan Pers Dunia terbaru yang dirilis oleh organisasi Reporter Lintas Batas.

Amnesty International - Symbolbild
Foto: Getty Images/J. Thys

Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, Korea Utara tidak berada di posisi buncit dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia yang diterbitkan Reporters Without Borders atau Reporter Lintas Batas, Kamis (18/04). Turkmenistan yang merebut posisi terbawah di tahun 2019.

Norwegia tetap berada di peringkat teratas dunia, diikuti oleh Finlandia dan Swedia.

Belanda terlempar dari posisi tiga, dan menurut pendapat Sylvie Ahrens-Urbanek dari Reporters Without Borders cabang Jerman, penurunan peringkat ini adalah bukti bahwa ada masalah pers juga terjadi di negara-negara yang sering disebut-sebut sebagai negara demokrasi yang patut dicontoh.

"Ada beberapa kasus dimana wartawan membutuhkan perlindungan polisi karena melaporkan kejahatan terorganisir," kata Ahrens-Urbanek. Ia menekankan pentingnya membalikkan tren negatif ini di negara-negara yang biasanya memiliki kebebasan pers yang kuat.

Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia berada di peringkat teratas, posisi 123 di dunia. Indonesia menempati peringkat 124, Filipina 134, Thailand 136, Myanmar 138, Kamboja 143, Singapura 151, Brunei 152, Laos 171, dan Vietnam 176.

Baca juga:Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat Dipicu Kebencian Pemimpin Politik 

'Iklim ketakutan'

"Pada dasarnya, iklim di mana para jurnalis bekerja memburuk di seluruh dunia," kata Ahrens-Urbanek. Menurutnya profesi itu sekarang mengalami "iklim ketakutan."

Apa yang menurut Ahrens-Urbanek sangat mengejutkan adalah meningkatnya retorika kebencian yang ditujukan kepada para jurnalis di Eropa dan Amerika Serikat, meskipun kenaikan itu merupakan fenomena yang terlihat di seluruh dunia.

Dan berkali-kali, itu tidak berhenti pada kata-kata. Bahkan di Jerman, tahun lalu saja Reporters Without Borders mencatat 22 serangan fisik terhadap jurnalis.

"Kami masih ingat demonstrasi di Chemnitz, misalnya, di mana jurnalis tidak hanya diserang secara verbal dalam skala besar, tetapi juga secara fisik, seperti dengan kamera mereka yang jatuh dari tangan mereka, misalnya," kata Ahrens-Urbanek.

Jerman: Naik karena negara lain memburuk

Fakta bahwa Jerman naik dua posisi ke 13, meskipun meningkatnya permusuhan terhadap jurnalis, terutama disebabkan oleh memburuknya kondisi di negara lain.

Austria, misalnya, turun lima peringkat ke posisi 16. Tahun lalu, partai populis sayap kanan Austria FPÖ, yang terus-menerus memusuhi pers, memasuki pemerintahan koalisi negara itu. Pada bulan September, Kementerian Dalam Negeri Austria, yang dipimpin oleh Herbert Kickl, mengeluarkan arahan bahwa komunikasi dengan media yang kritis terhadap pemerintahan harus dibatasi seminimal mungkin.

Di Hongaria, yang turun 14 tempat menjadi 87, situasinya serupa; Bulgaria adalah satu-satunya negara Uni Eropa yang peringkatnya lebih rendah, yakni tetap di posisi 111 seperti tahun lalu.

(Ed:vlz/ts)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait