1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reshuffle Jokowi Untuk Mengamankan Poros PDIP-Golkar

28 Juli 2016

Perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Jokowi kali ini, selain "demi kelancaran kerja pemerintahan", terutama bertujuan mengamankan pencalonan dirinya untuk masa jabatan kedua kedua tahun 2019. Oleh Hendra Pasuhuk.

Indonesien Kabinett Minister in Jakarta
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry

Jokowi memang mengejutkan. Banyak pengamat politik di Indonesia "kaget" dengan munculnya nama-nama figur yang selama ini tidak mereka perhitungkan untuk masuk ke kabinet Reshuffle II. Berbagai pertanyaan dilontarkan tentang kompetensi para pejabat baru, dan mengapa menteri A yang dinilai baik diganti atau digeser jabatannya.

Adalah benar, bahwa Presiden Joko Widodo selalu berusaha mencari jalan kompromi, ketimbang konflik terbuka. Dia juga lebih ingin "mengayomi", daripada memerintah secara kontroversial. Dan beberapa hal dalam pemerintahan Jokowi adalah "harga mati", misalnya posisi Puan Maharani sebagai menteri.

Kompromi-kompromi politik yang dilakukan Jokowi, yang selama kampanye pemilu presiden berjanji "tidak akan transaksional", selalu bertujuan menenangkan pertentangan. Ketika muncul kontroversi soal pencalonan Kapolri Budi Gunawan, Jokowi lebih memilih "jalan selamat". Demikian juga ketika berhadapan dengan isu Papua ("Jurnalis asing bebas meliput"), kasus pembunuhan Munir atau soal pembantaian antikomunis dan anti Soekarno pasca 1 Oktober 1965.

Editor DW Hendra PasuhukFoto: DW/H. Pasuhuk

Upaya Jokowi memuluskan jalan, sampai saat ini boleh dikata berhasil. Satu-satunya oposisi di parlemen Indonesia sekarang tinggal Partai Gerindra, yang dicorongi oleh Fadli Zon. PAN dan Golkar sudah resmi mendukung kubu pemerintahan. Partai Demokrat memang tidak di dalam pemerintahan, tapi juga bukan oposisi tulen, karena oposisi perlu lebih dari sekedar cuitan-cuitan di Twitter.

Agenda terbesar Jokowi saat ini adalah karir politiknya. Dalam hal ini, dia menunjukkan insting politik yang cukup baik. Satu persatu lawan politiknya dirangkul masuk ke zona nyaman. Reshuffle kedua ini terutama bertujuan memuluskan jalan bagi pencalonan Jokowi dalam pemilihan presiden 2019.

Penguatan Ekonomi Program Kabinet Baru

01:13

This browser does not support the video element.

Dengan dukungan PDIP dan Golkar, tidak ada pesaing lain yang punya kekuatan cukup berarti, yang bisa menghambat presiden saat ini mencapai masa jabatan yang kedua, puncak karir dan kiprah politiknya.

Masuknya mantan jendral Wiranto adalah bagian dari pemulusan poros PDIP-Golkar. Sebagai bekas bagian dari Golkar, Wiranto masih tetap jadi orang terpandang. di kalangan itu. Sebagai bekas calon wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, Wiranto juga bisa diterima oleh kalangan PDIP. Dan yang menentukan, dengan masuk ke kabinet Jokowi, sulitlah bagi Wiranto menggalang kekuatan untuk mendukung calon lain di pilpres 2019, atau mengajukan dirinya sendiri sebagai capres atau cawapres. Bahwa Wiranto pernah dituduh PBB bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) di Timor Timur, tampaknya tidak menjadi bahan pertimbangan.

Wiranto akan benar-benar menjadi "orang Jokowi" yang juga bisa menenteramkan kubu keluarga Soeharto. Dialah jendral militer yang memberi jaminan keamanan penuh kepada "Soeharto dan seluruh keluarganya", ketika bekas orang kuat Indonesia itu mengumumkan pengunduran dirinya.

Skenario reshuffle memang diatur dengan teliti. Kegaduhan pemberitaan sebentar lagi akan digantikan dengan tema eksekusi mati, yang segera dilaksanakan. Urutan dua agenda besar itu penting, tidak boleh terbalik, karena akan jadi tidak efektif untuk penggalangan isu. Setelah ribut-ribut itu selesai, Jokowi dan kabinet barunya bisa melangsungkan perayaan kemerdekaan RI dalam suasana cerah ceria.

Lalu bagaimana dengan nama-nama lain, seperti Sri Mulyani, Anies Baswedan, Luhut B.Panjaitan? Bagaimana dengan isu-isu lain seperti HAM, pengelolaan masa lalu, pembenahan birokrasi dan revolusi mental? Bagi pemerintahan saat ini, itu semua bukan hal yang terlalu penting untuk dijadikan prioritas.

Politik Indonesia sekarang ini menggambarkan fase "ekonomi jadi panglima" secara harafiah. Dua kekuatan politik terbesar, PDIP dan Golkar, praktis dinakhodai oleh dua pedagang: Joko Widodo dan Setya Novanto. Sedangkan posisi Wakil Presiden juga ada ditangan pedagang, yang anggota Golkar.

Lahan politik lain, seperti isu HAM, pengelolaan masa dan pembangunan idelogi, di tangan para pedagang menjadi "bargaining chips", modal yang bisa dipakai dalam negosiasi.