1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Resiko Bagi Gerakan Demokrasi Zimbabwe

12 Februari 2009

Pimpinan oposisi Morgan Tsvangirai akhirnya ikut pemerintahan Zimbabwe yang tetap dikuasai Robert Mugabe. Bagi oposisi, ini bisa jadi peluang atau jebakan.

Harian Jerman die tageszeitung yang terbit di Berlin menulis:

Dua musuh bebuyutan kini memerintah Zimbabwe bersama-sama. Setelah perjuangan politik melawan Robert Mugabe selama sembilan tahun, pimpinan opoisisi Morgan Tsvangirai menerima jabatan sebagai perdana menteri. Diktator tua Mugabe tetap jadi presiden dan berada di pusat kekuasaan. Pesaingnya Tsvangirai, 30 tahun lebih muda, pemimpin gerakan untuk perubahan demokratis yang menang pemilu Maret tahun lalu, harus berupaya keras menunjukkan pengaruhnya dalam koalisi ini. Selalu ada kemungkinan koalisi ini gagal. Namun bagi negara di selatan Afrika itu, ini adalah peluang untuk suatu awal baru.

Harian Jerman lain, Frankfurter Allgemeine Zeitung menilai, keterlibatan Tsvangirai bukan langkah yang baik. Harian ini menulis:

Tidak ada pembagian kekuasan yang sebenarnya. Oposisi bahkan tidak mendapat wewenang penuh untuk kementerian dalam negeri. Jadi Mugabe, yang punya jauh lebih banyak pengalaman dalam manipulasi kekuasaan dibanding pesaingnya, tetap bisa bertindak seperti dulu. Tapi sekarang, ia bisa melempar tanggung jawab atas segala situasi buruk kepada sang partner. Pimpinan oposisi Tsvangirai, yang akhirnya tunduk pada tekanan dan sekarang menjadi perdana menteri, boleh jadi telah melakukan kesalahan besar.

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung berkomentar:

Setelah beroposisi secara frontal, partai Tsvangirai, Movement for Democratic Change (MDC) sekarang mencoba bekerjasama. Tapi dengan keterlibatannya dalam pemerintahan, ia menempuh resiko besar. Sebab struktur pemerintahan tidak memungkinkan Tsvangirai untuk melakukan terobosan menuju negara hukum dan good governance. Wewenangnya dan wewenang kementerian yang diberikan pada kubunya terlalu kecil. Sebuah pepatah Afrika mengatakan, setiap kali Anda mengulurkan tangan pada seorang pencuri, hitunglah jari Anda apa masih lengkap. Dalam berhubungan dengan Mugabe, MDC sebaiknya memperhatikan itu.

Harian Italia La Reppublica menyoroti hasil pemilihan umum di Israel. Harian ini menulis:

Pemerintahan baru di Israel akan terbentuk di bawah pengaruh era Obama. Israel harus membangun hubungan baru dengan adikuasa pelindungnya, Amerika Serikat. Tokoh Likud Netanjahu memang bisa mengambil haluan pragmatis. Ia sering membuktikan hal itu, dan ia fasih berbahasa Amerika. Namun ia bukan mitra ideal bagi Barack Obama. Keterbukaan baru Amerika Serikat kepada dunia Arab dan dunia muslim akan membawa perubahan dalam hubungan Israel dan Palestina. Ini hal utama, jika iklim politik antara dunia Barat dan negara-negara Arab ingin diperbaiki. Pemerintah Israel yang baru harus bersedia menerima dan menjalankan perubahan ini. Langkah yang tentu akan mengguncang masyarakat Israel.

Sedangkan harian Austria Salzburger Nachrichten berkomentar:

Tugas mendesak bagi pemerintahan berikutnya adalah pembaruan sistem pemilu. Selama Israel terlalu sibuk dengan politik dalam negeri, tidak ada perdana menteri yang mampu membuat keputusan penting. Pemerintahan yang lemah masih mampu untuk memulai perang. Tapi tidak ada pemerintahan yang cukup kuat untuk menerapkan perjanjian perdamaian dengan Palestina atau Suriah. (hp)