Resolusi DK PBB dari tahun 2015 menyaratkan dialog internal demi mencapai pemerintahan kesatuan, dan didukung penguasa baru Suriah. Namun sejumlah pasal dianggap sudah usang dan harus diperbaharui.
Iklan
Setelah digulingkannya rezim Suriah di bawah Bashar al-Assad, resolusi Dewan Keamanan PBB yang berusia hampir satu dekade ingin dijadikan haluan bagi pembangunan kembali Suriah.
"Rakyat Suriah sedang menghadapi sebuah momen bersejarah — dan sebuah kesempatan. Kesempatan itu tidak boleh dilewatkan," kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres minggu lalu di New York. "Prosesnya harus dipandu oleh prinsip-prinsip dasar Resolusi Dewan Keamanan 2254."
Banyak diplomat internasional senior, termasuk Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, mengungkapkan imbauan serupa.
Dewan Keamanan, atau DK PBB, merilis pernyataan minggu lalu yang juga menyatakan dukungan bagi Resolusi 2254. Kesepakatan dicapai setelah Rusia tidak lagi menggunakan hak veto-nya demi melindungi rejim Assad di Damaskus.
Siapa Yang Berperang di Konflik Suriah?
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Foto: picture alliance/abaca/A. Al-Bushy
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Foto: picture alliance/dpa/V. Sharifulin
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Foto: picture alliance/dpa/S. Suna
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Foto: Reuters
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Foto: picture-alliance/AA/A. Deeb
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Foto: picture-alliance/dpa
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Nusra Front on Twitter
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Apa isi Resolusi 2254?
Resolusi ini disahkan dengan suara bulat oleh anggota Dewan Keamanan PBB pada tahun 2015 saat perang saudara Suriah menjadi semakin brutal dan berdarah.
Resolusi 2254 dimaksudkan sebagai dasar bagi perundingan gencatan senjata. Ia memandu transisi kekuasaan secara damai dari kediktatoran menuju demokrasi.
Keluarga Assad telah menguasai Suriah sejak tahun 1971 dan dikenal karena brutal memberangus kritik, termasuk dengan cara penghilangan paksa, pembunuhan dan penyiksaan. Kebrutalan rejim Assad semakin mencolok pada saat "Musim Semi Arab," tahun 2011, ketika pasukan pemerintah melancarkan serangan membabi buta terhadap penduduk sendiri.
Menurut Resolusi 2254, setiap gencatan senjata seharusnya mencakup pembentukan pemerintahan transisi yang baru dan inklusif serta penyusunan konstitusi baru. Tujuan utamanya adalah untuk menyingkirkan Assad dari kekuasaan dan mengadakan pemilihan umum yang bebas dan adil.
Resolusi tersebut menyaratkan bahwa proses transisi harus dipimpin oleh Suriah, tetapi didukung oleh PBB. "Satu-satunya solusi berkelanjutan untuk krisis saat ini di Suriah adalah melalui proses politik yang inklusif dan dipimpin oleh warga Suriah yang memenuhi aspirasi sah rakyat Suriah" mungkin merupakan kalimat yang paling sering dikutip dari Resolusi 2254 selama satu dekade terakhir perang.
Resolusi 2254 juga berkomitmen pada integritas teritorial Suriah, kemerdekaan nasional, persatuan masyarakat, dan sistem pemerintahan nonsektarian.
Iklan
Apakah Resolusi 2254 masih berlaku?
Seperti yang dicatat oleh seorang komentator di platform media sosial X (dulu Twitter), "menerapkan 2254 saat ini terasa seperti meresepkan obat untuk penyakit yang sudah tidak ada lagi."
Sejumlah rincian detail resolusi tersebut memang sudah usang. Ia berlandaskan pada gagasan pembagian kekuasaan antara oposisi Suriah dan pemerintahan Assad, yang kini tidak lagi berkuasa.
Pimpinan pemerintahan de facto Suriah, Ahmad al-Sharaa, pemimpin oposisi yang kini mengepalai transisi, juga mengutarakan hal serupa. Pada pertemuan akhir pekan ini dengan Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, di Damaskus, dia menyarankan bahwa Resolusi 2254 perlu diperbarui mengingat realitas baru di lapangan.
Secara garis besar, "perintah umum" yang diterbitkan Al-Sharaa mendukung Resolusi 2254, demikian pernyataan dari Hayat Tahrir al-Sham, HTS.
Is HTS ready to govern post-Assad Syria?
01:33
Rentan intervensi asing?
Negara-negara pendukung Proses Astana juga menyambut implementasi Resolusi 2254.
Proses Astana adalah forum yang dimulai pada tahun 2017 oleh Rusia, Iran, dan Turki untuk "memulai" perundingan damai di Suriah. Semua negara tersebut memainkan peran penting dalam perang Suriah, dengan Rusia dan Iran mendukung rezim Assad dan Turki mendukung beberapa kelompok pemberontak anti-Assad.
Selama akhir pekan, perwakilan dari tiga negara Astana bertemu dengan menteri luar negeri dari Mesir, Arab Saudi, Irak, Yordania, dan Qatar di Aqaba, Yordania. Kelompok tersebut merilis pernyataan yang menyetujui bahwa transisi Suriah harus dilanjutkan sesuai dengan Resolusi 2254.
Pernyataan ini telah disambut dengan skeptisisme oleh beberapa kelompok oposisi Suriah. Mereka khawatir Resolusi 2254 dapat digunakan sebagai alasan bagi kekuatan asing untuk ikut campur di Suriah. Beberapa warga Suriah bahkan telah menyatakan kecurigaan yang sama tentang PBB yang membantu transisi tersebut, karena melihat lembaga dunia itu sebagai sesuatu yang tidak berdaya, atau bhkn tidak berguna selama perang saudara yang berlangsung lebih satu dekade.
Etnis Kurdi di Suriah, Antara Harapan dan Ketakutan
Jurnalis foto Karlos Zurutuza mengunjungi wilayah perbatasan utara Suriah setelah invasi Turki. Di sana, ia bertemu sejumlah keluarga yang mengungsi dan para lelaki kesepian yang tetap tinggal di desa-desa.
Foto: Karlos Zurutuza
Dalam pengungsian
Menurut informasi PBB, hampir 200.000 orang telah mengungsi di wilayah itu sejak awal invasi Turki. Menurut laporan, banyak orang Kurdi berusaha mencari tempat berlindung di daerah pemukiman Kurdi di Irak. Namun hanya mereka yang memiliki izin tinggal di Irak lah yang diperbolehkan melintasi perbatasan.
Foto: Karlos Zurutuza
Para lelaki tinggal di desa
Kini banyak desa di timur laut Suriah yang telah ditinggalkan. Perempuan dan anak-anak melarikan diri dari daerah perbatasan ke pedalaman, seperti ke ibu kota provinsi Al-Hasakah. "Tetapi kondisi di Al-Hasakah semakin memburuk karena begitu banyak pengungsi yang datang. Jadi kami putuskan untuk tinggal," ujar Suna, seorang ibu dari tiga anak, kepada DW.
Foto: Karlos Zurutuza
Kehidupan mulai meredup
Bazar yang pernah semarak di kota Amude, Suriah, kini jadi tempat yang suram. Hanya ada beberapa orang yang berkunjung. Sejak awal serangan Turki, banyak pebisnis menutup toko mereka. Saat hari menjelang gelap, suara ledakan granat dari sisi lain perbatasan mulai terdengar. Siapa pun yang memutuskan tinggal di kota, nyaris tidak berani meninggalkan rumah pada sore dan malam hari.
Foto: Karlos Zurutuza
Dia kembali lagi
Patung mantan penguasa Hafiz al-Assad kembali menyapa di jalan masuk kota Kamischli yang merupakan kota paling penting di timur laut Suriah. Hubungan antara pemerintahan Kurdi dan rezim Presiden Bashar al-Assad di wilayah tersebut menegang sejak awal perang saudara di Suriah tahun 2011.
Foto: Karlos Zurutuza
Ketidakpastian masih membayang
Etnis Kurdi di Suriah merasa dikhianati Presiden AS Donald Trump yang telah memerintahkan penarikan pasukan AS. "Kami tahu apa yang dilakukan Trump kepada kami, namun kami masih tidak tahu apa-apa terkait niatan Putin," ujar Massud, seorang pelanggan di salon rambut ini. AS telah meyakinkan Turki bahwa gencatan senjata di utara Suriah adalah langkah yang tepat.
Foto: Karlos Zurutuza
"Saya sebaiknya tidak berkomentar apa-apa"
Bertahun-tahun di bawah tekanan pemerintahan Bashar al-Assad dan ayahnya, banyak orang di kota Derik, Suriah, menolak mengatakan pendapat mereka tentang pengaruh kebangkitan pemerintah Suriah di wilayah tersebut. "Seluruh negeri pada saat itu diawasi oleh intelijen. Ini mungkin akan segera terjadi, jadi tidak ada yang akan berbicara apa pun tentang hal itu," ujar seseorang yang diwawancarai.
Foto: Karlos Zurutuza
Lima peti mati, lima takdir
Di mana-mana di timur laut Suriah, orang-orang harus mengurusi mayat-mayat yang setiap hari menjadi korban serangan. Serangan udara Turki menghantam sasaran militer dan warga sipil. Rumah sakit seperti yang terletak di Derik, tempat para korban terluka dirawat, kini telah dievakuasi untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak.
Foto: Karlos Zurutuza
Ribuan jiwa jadi korban
Etnis Kurdi di Suriah mengklaim telah ada sekitar 11.000 korban dalam perang melawan milisi teroris ISIS. Meski ISIS tidak lagi mengendalikan sebagian besar wilayah ini, korban tewas tetap berjatuhan. Puluhan warga sipil dan ratusan milisi dilaporkan tewas setelah Turki melancarkan serangan di timur laut Suriah.
Foto: Karlos Zurutuza
Ditinggalkan sendiri
Setelah perang saudara di Suriah pecah tahun 2011, etnis Kurdi di Suriah memilih untuk tidak memihak kepada kedua pihak - tidak memihak pemerintah, maupun oposisi. Dengan penarikan pasukan AS, mereka dibiarkan sendirian, tanpa ada dukungan apa pun. (ae/na)
Foto: Karlos Zurutuza
9 foto1 | 9
Peta jalan menuju demokrasi
Meskipun perlu direvisi, Resolusi 2254 masih menjadi satu-satunya peta jalan yang paling mungkin untuk memandu transisi Suriah.
"Lebih mudah bagi anggota Dewan Keamanan PBB untuk berpegang pada prinsip-prinsip dasar 2254, daripada membuat rencana yang sama sekali baru untuk peran PBB di Suriah," Richard Gowan, direktur PBB di lembaga pemikir Criss Group mengatakan kepada surat kabar The National yang berbasis di Abu Dhabi pada awal Desember.
Resolusi tersebut dapat berfungsi sebagai dasar untuk "dialog internal Suriah, dengan partisipasi dari seluruh spektrum, termasuk individu yang dapat dipercaya, teknokrat, pakar, patriot," Yahya al-Aridi, seorang profesor universitas dan mantan juru bicara oposisi Suriah, mengatakan kepada publikasi spesialis Syria Direct minggu lalu.
Agar berhasil, transisi Suriah "harus dilakukan oleh warga Suriah untuk warga Suriah, tetapi dengan bantuan eksternal," Carl Bildt, mantan perdana menteri dan menteri luar negeri Swedia, berpendapat dalam opini Desember untuk Project Syndicate. "Proses PBB merupakan cara terbaik untuk melangkah maju."