UNHCR Diminta Segera Berangkat Pengungsi ke Luar Negeri
17 Juli 2019
Indonesia meminta Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) segera memberangkatkan para pencari suaka ke negara luar negeri tujuan mereka. Apa tanggapan UNHCR?
Iklan
"Pertama perlu saya sampaikan bahwa saya sangat menaruh perhatian kepada para pengungsi, kepada mereka yang berdiri di depan gedung kami, dan para pengungsi di seluruh Indonesia," kata Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia, Thomas Vargas, di Kantor UNHCR, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019).
Sebagaimana diketahui, para pencari suaka itu sebenarnya sudah cukup lama berada di Jakarta, tepatnya di Kalideres Jakarta Barat, seberang Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Namun kehadiran mereka kembali menjadi perhatian publik tatkala berpindah dari Kalideres ke Kebon Sirih Jakarta Pusat, suatu kawasan perkantoran dan pemerintahan di jantung Ibu Kota, sejak 3 Juli 2019.
Mereka sempat hidup di trotoar dekat Kantor UNHCR di Jalan Kebon Sirih. Kemudian mulai 11 Juli, mereka dipindahkan dari Kebon Sirih ke lahan eks-Kodim di Kalideres. Terakhir, pada 12 Juli, sudah ada 1.100 orang pencari suaka di tempat penampungan itu, mereka diperkirakan bukan hanya berasal dari Kebon Sirih saja.
"Kita semua menghadapi krisis pengungsi dalam tingkat global. Ada lebih dari 70 juta pengungsi yang terpaksa berpindah (dari tanah airnya) di seluruh dunia. Ini adalah krisis. Kami melakukan apapun yang kami bisa untuk membantu para pengungsi," kata Vargas.
Kementerian Luar Negeri menyatakan urusan pencari suaka adalah tanggung jawab UNHCR. Pihak Indonesia melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkum HAM hingga Pemerintah Provinsi DKI meminta agar UNHCR memberangkatkan para pencari suaka ke luar negeri, entah ke negara tujuan mereka (negara ketiga) atau pulang ke negara masing-masing (repatriasi).
"Kami sangat bersyukur pemerintah Indonesia memperbolehkan para pengungsi untuk tinggal hingga kami bisa mendapatkan solusi untuk mereka. Mungkin ada solusi dari negara-negara yang menawarkan mereka untuk berangkat," kata Vargas.
Pencari Suaka di Indonesia: Mencari Kebebasan, Malah 'Terpenjara'
Februari 2019 seorang pengungsi asal Afghanistan di Manado tewas bakar diri setelah ditolak untuk masuk ke negara tujuan imigrasi. Bagaimana kehidupan pengungsi dan pencari suaka ini di Indonesia?
Foto: Monique Rijkers
Menanti Nasib
Dari 14 ribu imigran ilegal (pengungsi dan pencari suaka) terdapat 700 anak-anak. Gadis muda ini baru berumur 14 tahun dan sudah mengungsi dari Afghanistan. Saat ini ia tinggal di tenda pengungsi di pinggir jalan di Jakarta Barat.
Foto: Monique Rijkers
Tenda Pinggir Jalan
Hampir seratus orang umumnya asal Afghanistan tidak bisa ditampung dalam rumah detensi di Kalideres, Jakarta Barat sehingga mereka terpaksa tinggal di bawah tenda biru ini di pinggir jalan. Sudah lebih dari satu tahun mereka ada di sini.
Foto: Monique Rijkers
Perempuan dan Anak Menjadi Korban
Imigran ilegal terbagi dalam dua kategori yaitu pengungsi dan pencari suaka. Kepala Rumah Detensi Kalideres Morina Harahap iba pada nasib imigran gelap yang ada di depan rumah detensi yang dipimpinnya, apalagi sebagian besar perempuan dan anak,namun mereka tidak dapat ditampung karena status tidak jelas. Status pengungsi dan pencari suaka ditentukan UNHCR berdasarkan rekam jejak imigran tersebut.
Foto: Monique Rijkers
Rumah Detensi
Di rumah detensi ini hanya ada 51 kamar tetapi jumlah penghuni 1634 orang. Umumnya sudah berada di rumah detensi ini tiga-empat tahun. Rumah detensi berfungsi menampung pelanggaran keimigrasian dan tidak dimaksudkan untuk pemenjaraan. Kebutuhan makan mereka selama tinggal di sini adalah 41 ribu rupiah untuk tiga kali makan perorang. Biaya ditanggung oleh UNHCR, badan pengungsi PBB.
Foto: Monique Rijkers
Kamar Rumah Detensi
Paling tidak seorang penghuni rumah detensi membutuhkan biaya makan selama tinggal di sini sebesar 41 ribu rupiah untuk tiga kali makan per hari. Total sekitar 1,2 juta rupiah perorang yang ditanggung oleh UNHCR, badan pengungsi PBB.
Foto: Monique Rijkers
Mirip “Kos-kosan”
Jam hampir menunjukkan pukul 11 siang namun kamar-kamar masih tertutup rapat dan tidak ada kegiatan. Menjadi imigran gelap memang menyesakkan. Umumnya ingin kebebasan sehingga memilih kabur dari negara mereka tetapi justru berada dalam “penjara” karena pelanggaran keimigrasian. Ibaratnya imigran gelap seperti penghuni kos tanpa kepastian untuk kebebasan.
Foto: Monique Rijkers
Klinik Rumah Detensi
Pemerintah memiliki 13 rumah detensi yang tersebar di Indonesia. Di Kalideres ini terdapat klinik jika penghuni sakit. Jika harus dibawa ke rumah sakit, sudah ada RS rujukan yakni di RS Pengayoman.
Foto: Monique Rijkers
Klinik Gigi
Selain klinik untuk penyakit ringan, terdapat klinik gigi di dalam rumah detensi untuk penghuni. Dokter gigi menolak untuk difoto.
Foto: Monique Rijkers
Suplai Air
Untuk memenuhi kebutuhan air penghuni rumah detensi setiap hari didatangkan air bersih sebanyak 8000 liter untuk mandi, cuci dan kakus. Menurut Kepala Rumah Detensi Kalideres Morina Harahap, setiap hari untuk membeli air keluar ongkos 400 ribu rupiah.
Foto: Monique Rijkers
Proses Wawancara Suaka
Bagi pencari suaka yang sudah lolos urusan administrasi maka diseleksi pihak negara ketiga, negara calon penerima pencari suaka. Pekan lalu ada 29 pencari suaka asal Somalia yang ditahan di rumah detensi Medan diterbangkan ke Jakarta untuk proses wawancara oleh satu kedutaan besar di Indonesia. Mereka diinapkan di sebuah hotel di Jakarta Pusat atas biaya Organisasi Pengungsi Internasional (IOM).
Foto: Monique Rijkers
Menunggu Jawaban Suaka
Pria asal Afghanistan ini sudah menghuni kamar hotel di Jakarta Pusat selama 8 bulan. Ia sedang menunggu jawaban penempatan ke negara ketiga jika ia beruntung, ia bisa menjadi imigran legal dan memulai hidup baru di negara baru. Pria ini berkata, “Negara apa saja yang mau menerima saya, saya mau. Saya tidak mau tinggal di negara perang Afghanistan,” ujarnya dalam bahasa Indonesia yang lancar.
Foto: Monique Rijkers
Masakan Kampung Halaman
Meski sudah bertahun-tahun meninggalkan kampung halaman, pencari suaka asal Afghanistan ini sedang menyiapkan adonan roti khas negerinya (pita bread). Di hotel yang disewa IOM ini, pengungsi bebas memasak dan keluar dari hotel. Mereka tidak akan melarikan diri karena mereka menunggu ditempatkan ke negara penerima suaka.
Foto: Monique Rijkers
12 foto1 | 12
Indonesia disebut sebagai negara transit, sedangkan para pencari suaka sebenarnya bertujuan ke negara ketiga yang merupakan negara-negara maju. UNHCR mengatakan penerimaan negara ketiga terhadap pengungsi tergantung dari kebijakan pemerintahan masing-masing.
"Kami sangat berterima kasih kepada pemerintahan yang menyediakan kesempatan pemukiman kembali (resettlement) untuk para pengungsi. Itu tergantung kepada masing-masing pemerintahnya untuk memutuskan kebijakan apa yang akan mereka jalankan," kata Vargas.
UNHCR mendorong negara-negara ketiga untuk meningkatkan penyediaan tempat bagi pencari suaka itu. Pemberangkatan pencari suaka dari Indonesia ke negara ketiga belum juga bisa dijamin. "Kami tidak bisa berbicara target waktunya untuk mendapatkan solusi itu," kata Vargas.
Indonesia memang bukan negara yang menjadi tujuan pengungsi. Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB mengenai Status Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi 31 Januari 1967. Namun Indonesia telah memiliki Perpres 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. UNHCR berterima kasih kepada Indonesia karena telah punya landasan hukum itu.
"Karena ini adalah tanggung jawab semua pemerintah untuk membantu pengungsi yang membutuhkan perlindungan," kata Vargas.