1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Respons Dunia Atas Aliansi AUKUS

17 September 2021

Pengumuman aliansi baru bernama AUKUS oleh AS, Inggris dan Australia memicu respons beragam dari negara-negara di dunia. Indonesia salah satunya mengaku prihatin atas berlanjutnya perlombaan senjata di Kawasan.

PM Australia saat mengumumkan aliansi AUKUS bersama PM Inggris dan Presiden AS
PM Australia saat mengumumkan aliansi AUKUS bersama PM Inggris dan Presiden ASFoto: Mick Tsikas/AP/picture alliance

Pengumuman aliansi pertahanan Indo-Pasifik baru oleh AS, Inggris, dan Australia pada Rabu (15/09) lalu menuai beragam reaksi dari negara-negara di berbagai belahan dunia.

Cina salah satunya, melalui juru bicara kementerian luar negerinya menyebut aliansi baru bernama AUKUS itu "sangat merusak perdamaian dan stabilitas regional.” Kemitraan baru tiga negara itu juga dinilai "meningkatkan perlombaan senjata, dan merusak upaya non-proliferasi nuklir internasional.”

Bukan hanya itu, Beijing juga mempertanyakan mengenai keamanan terkait sharing teknologi kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia yang tertuang dalam kesepakatan kemitraan baru itu.

Australia bela aliansi

Perdana Menteri Australia Scott Morisson menanggapi hal ini menekankan, apa yang dilakukan oleh pemerintahannya hanyalah merespons perubahan dinamika yang terjadi di Kawasan.

"Kami tertarik untuk memastikan bahwa perairan internasional harus selalu menjadi perairan internasional, begitu pula dengan langit internasional harus selalu menjadi langit internasional,” ujarnya dalam wawancara dengan stasiun televisi Channel Seven. "Aturan hukum berlaku sama di semua tempat itu,” tambah PM Australia itu.

Di momen yang sama, Morisson juga menekankan mengenai pentingnya menghindari "zona larangan bepergian” atau no-go zones.

"Hal ini sangat penting, apakah itu untuk perdagangan, atau juga untuk hal-hal seperti pemasangan kabel bawah laut, atau untuk pesawat terbang, di mana mereka bisa terbang,” jelas Morrison. "Maksud saya, itulah tatanan yang perlu kita pertahankan, dan itulah yang ingin kami capai,” pungkasnya.

Apa respons Indonesia?

Kementerian Luar Negeri RI juga telah mengeluarkan pernyataan resmi mengenai rencana pengadaan kapal selam bertenaga nuklir Australia. Dalam 5 poin pernyataan yang diterbitkan di laman resmi kemlu.go.id, Jumat (17/09) itu, Indonesia mengaku prihatin atas terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuataan militer di Kawasan.

"Indonesia mencermati dengan penuh kehati-hatian tentang keputusan Pemerintah Australia untuk memiliki kapal selam bertenaga nuklir,” demikian bunyi poin pertama pernyataan tersebut.

Selain menekankan pentingnya komitmen Australia untuk terus memenuhi kewajibannya mengenai non-proliferasi nuklir, Indonesia juga mendorong Australia untuk terus memenuhi kewajibannya untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di Kawasan sesuai dengan Treaty of Amity and Cooperation.

Terakhir, Indonesia mendorong Australia dan pihak-pihak terkait lainnya untuk terus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan secara damai. Indonesia menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 dalam menjaga perdamaian dan keamanan di Kawasan.

Prancis meradang, UE mengaku tak diberitahu

Menanggapi pembentukan aliansi baru tersebut, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengungkapkan kekecewaannya dengan menuding Presiden AS Joe Biden mengkhianati Prancis dan berlagak seperti pendahulunya Donald Trump.

"Keputusan brutal, sepihak, dan tidak dapat diprediksi ini mengingatkan saya tentang apa yang biasanya dilakukan Mr Trump dulu,” kata Le Drian dalam wawancara dengan radio franceinfo. "Saya merasa marah dan sedih. Tidak seharusnya ini dilakukan di antara sekutu,” tambahnya.

Kekecewaan Prancis diyakini muncul akibat batalnya kesepakatan pembelian kapal selam bermesin diesel antara Prancis dan Australia senilai $40 miliar (setara dengan Rp569 triliun) imbas diumumkannya aliansi baru. Seperti diketahui, aliansi AUKUS tersebut membuka kesepakan baru bagi AS dan Inggris untuk membantu Australia membangun armada kapal selam bertenaga nuklir.

Sementara itu, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrel pada Kamis (16/09) mengatakan, Brussels belum diajak berkonsultasi mengenai aliansi tersebut.

"Kami menyesalkan karena tidak diberitahu, tidak diajak menjadi bagian dari pembicaraan ini,” kata Borrel saat mempresentasikan strategi UE untuk kawasan Indo-Pasifik. "Kita harus bertahan sendiri, sama seperti yang lain,” tambahnya.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyambut baik fokus aliansi di  Indo-Pasifik tetapi menegaskan bahwa kapal selam bertenaga nuklir Australia tidak akan diizinkan di perairan teritorialnya.

Singapura mengaku memiliki hubungan yang sudah lama dengan ketiga negara, dan berharap aliansi baru berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas. Sementara Jepang mengatakan penguatan kerja sama keamanan dan pertahanan dari tiga negara tersebut penting untuk perdamaian dan keamanan.

gtp/as (dari berbagai sumber)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait