1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikJerman

Rheinmetall Bangun Pabrik Komponen Jet Tempur F-35 di Jerman

2 Agustus 2023

Produsen alutsista Jerman, Rheinmetall, memulai pembangunan pabrik untuk memproduksi badan pesawat tempur generasi kelima, F-35. Nantinya, Rheinmetall ingin memasok 400 badan pesawat siluman buatan AS tersebut.

Peletakkan batu pertama untuk pabrik badan F-35
Seremoni peletakkan batu pertama di Weeze, Nord Rhein Westfallen, JermanFoto: David Young/dpa/picture alliance

Pabrik pembuatan badan pesawat F-35 dibangun di Weeze, di dekat perbatasan Belanda. Peletakan batu pertama dilakukan pada Selasa (1/8) dan menjadi investasi terbesar pertama Rheimetall di bidang kedirgantaraan.

Rheinmetall selama ini dikenal sebagai produsen kendaraan lapis baja atau sistem peluru kendali. Kini, perusahaan yang bermarkas di Düsseldorf, Jerman, itu bekerja sama dengan produsen F-35 asal AS, Lockheed Martin dan Northtop Grumman.

Perdana Menteri negara bagian Nord Rhein-Westfallen, Hendrik Wüst, yang menghadiri upacara peletakkan batu pertama, mengatakan "pabrik yang sangat modern akan dibangun di sini dan menjamin lapangan kerja selama beberapa dekade ke depan.”

Rheinmetall starts building F-35 fuselage plant

03:08

This browser does not support the video element.

Pabrik tersebut direncanakan akan dibangun seluas 60.000 meter persegi dan menelan biaya 219 juta Euro. Diharapkan, fasilitas produksi akan sudah mulai beroperasi selambatnya pada 2025.

Sebanyak 450 pegawai akan memproduksi badan pesawat untuk setidaknya 400 unit F-35. Setidaknya 35 unit pesawat sudah dipesan oleh militer Jerman dengan nilai 8,3 miliar Euro. 

Jet tempur generasi kelima itu merupakan bagian dari paket modernisasi militer Jerman senilai 100 miliar Euro yang dicanangkan setelah invasi Rusia di Ukraina. Selain produksi di dalam negeri, pemerintah juga diyakini akan membeli F-35 dari negara NATO lain demi menepati tenggat operasi pada tahun 2026. 

Polemik di Eropa

Pembelian F-35 oleh Jerman memicu kekhawatiran di Prancis terhadap masa depan proyek bersama untuk membangun Sistem Pertempuran Udara Masa Depan (FCAS). Proyek itu diharapkan bisa menggantikan jet tempur Eurofighter di Jerman dan Rafale di Prancis pada 2040. 

"Apakah Jerman masih akan membutuhkan FCAS? Atau F-35 mungkin bukan solusi transisi, tapi jangka panjang?,” kata Paul Maurice, peneliti keamanan di Institut Hubungan Internasional di Paris.

Pemerintah di Berlin menegaskan F-35 hanya dibeli untuk menggantikan pesawat Tornado yang kini menua. Awal tahun 2023 silam, Kementerian Pertahanan Jerman menjamin pihaknya masih memiliki dana untuk mendorong pengembangan FCAS.

Bagi Kepala Staf Angkatan Udara Jerman, Ingo Gerhartz, pembelian F-35 adalah respons terhadap invasi Rusia. "Cuma ada satu jawaban,” kata dia tahun lalu, "yakni kesatuan NATO dan gertakan yang kredibel. Artinya tidak ada alternatif selain memilih F-3.”

Namun di Prancis, kata Paul Maurice, "keputusan itu sebaliknya membuahkan rasa frustasi.” Karena menurutnya, "F-35 dipahami sebagai simbol kekuatan AS di dalam NATO,” dan tidak sesuai dengan doktrin kedaulatan pertahanan Eropa.

rzn/hp (dpa,dw)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait