1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Mengapa RI Tak Mampu Penuhi Target 10 Ribu Tes Corona?

14 Mei 2020

Indonesia tak mampu penuhi target 10 ribu tes corona per hari seperti yang disampaikan Presiden Jokowi bulan April lalu. Pakar menilai hal ini karena kurangnya kesiapan sumber daya manusia dan komponen pendukung tes PCR.

Petugas medis menangani pasien COVID-19
Petugas medis menangani pasien COVID-19 di Wisma Atlet, Jakarta, IndonesiaFoto: Reuters/Antara Foto/H. Mubarak

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyoroti soal tidak terpenuhinya target tes virus corona yang dia tetapkan sejak 13 April lalu. Jokowi menargetkan pengujian spesimen terkait COVID-19 menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) sebanyak 10 ribu sampel per hari. Namun realisasi saat ini baru mencapai 4-5 ribu sampel per hari.

"Saya baru mendapatkan laporan bahwa kemampuan pengujian spesimen untuk PCR sekarang ini sudah mencapai 4 ribu sampai 5 ribu sampel per hari. Saya kira ini masih jauh dari target yang saya berikan yang lalu, yaitu 10 ribu spesimen per hari," ujar Jokowi dalam rapat terbatas yang disiarkan saluran YouTube Sekretariat Presiden, Senin (11/5/2020).

Pakar: saat ini harusnya minimal 16 ribu tes

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan sebenarnya target Jokowi untuk 10 ribu tes corona per hari bukan target berlebihan. Untuk kondisi hari ini kapasitas pemeriksaan spesimen seharusnya minimal sebanyak 16 ribu tes per hari.

"Seharusnya setelah sebulan lebih dari instruksi itu kita tidak lagi bicara target 10 ribu. Sekarang minimal 16 ribu. Kalau sekarang pencapaian masih 4.000-an maka memang sangat-sangat jauh dari kondisi ideal," ujar Hermawan, Kamis (14/5/2020).

Dia menyebut masih rendahnya kemampuan pemeriksaan PCR ini dipicu banyak faktor. Mulai dari kesiapan alat serta komponen-komponen pendukung tes PCR hingga sumber daya manusia yang melaksanakannya.

"Spesimen yang ngantri berhari-hari bahkan sampai mingguan menyebabkan kualitasnya menurun. Hasilnya bisa jadi false negative. Bisa saja positif ternyata jadi negatif. Kondisi ini yang kita khawatirkan sejak awal," ujar Hermawan.

Karena itu menurut Hermawan selayaknya dilakukan evaluasi. Penanggungjawab atas akselerasi pemeriksaan PCR itu tak bisa lagi berkilah ada kesulitan impor.

"Buat saya ini alasan yang terlampau klise. Tidak bisa instruksi presiden diabaikan. Ini target yang tidak muluk-muluk banget kok," ujarnya.

“Target 10 ribu tes harus terealisasi”

Doktor epidemiologi lulusan University of California Los Angeles, Pandu Riono juga menjelaskan tes COVID-19 besar-besaran diperlukan untuk mendeteksi warga yang terjangkit virus secara dini. Bila kondisi warga diketahui sejak awal, maka langkah isolasi bisa dilakukan.

"Dengan tes besar-besaran, kita akan mendapatkan orang yang membawa virus. Orang yang membawa virus kemudian diisolasi di suatu tempat," kata Pandu, Jumat (20/3), seperti dilansir dari detikcom.

Namun bila tes tidak dilakukan, orang yang kemungkinan terjangkit COVID-19 akan bebas berjalan-jalan dan berinteraksi dengan banyak warga, penularan bakal tak terkendali. Orang itu sendiri tidak bisa disalahkan, karena dia juga tidak tahu bahwa dirinya sebenarnya terjangkit COVID-19.

Maka, menurutnya tidak bisa tidak, target Jokowi untuk 10 ribu tes corona per hari harus terrealisasi, secepatnya.

RI kembangkan PCR Test-Ventilator sendiri

Sementara itu, Jokowi mengatakan Indonesia sedang mengembangkan alat kesehatan buatan dalam negeri untuk penanganan virus corona seperti PCR test kit, rapid diagnostic test, hingga mobile bio safety level (BSL) 2. Hal itu disampaikan Jokowi saat meresmikan gerakan nasional #BanggaBuatanIndonesia yang disiarkan di saluran Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (14/5).

"Pandemi tidak menghalangi kita untuk berkreasi. Keterbatasan justru mendorong kita tetap berinovasi, bertransformasi, menggali potensi diri dan menciptakan peluang-peluang. Di bidang kesehatan, untuk mempercepat penanganan COVID-19, kita telah berhasil mengembangkan PCR test kit, rapid diagnostic test atau RDT, kemudian ventilator dan mobile BSL 2," ujar Jokowi.

Jokowi berharap alat-alat tersebut sudah diproduksi massal akhir Mei 2020. Sehingga, Indonesia tidak bergantung dari barang-barang impor. (Ed: pkp/gtp)

Baca selengkapnya di: detiknews

Alasan Instruksi Jokowi 10 Ribu/Hari Harus Terealisasi

Ajak Berdikari Hadapi Corona, Jokowi: RI Sudah Kembangkan PCR Test-Ventilator