RI-Malaysia Protes Kebijakan Eropa yang Kucilkan Sawit
Detik News
22 Mei 2023
Dalam pertemuan dengan Presiden Komisi UE Ursula von der Leyen, Presiden Joko Widodo menyatakan RI dan Malaysia akan menyampaikan protes resmi terkait regulasi baru Eropa yang berpotensi mengucilkan produk sawit.
Iklan
Uni Eropa (UE) belum lama ini mengesahkan dan mengadopsi regulasi anti deforestasi (EU Deforestation Regulation/EUDR). Aturan ini berpotensi mengucilkan produk sawit dan beberapa hasil perkebunan yang menjadi andalan ekspor Indonesia ke Eropa.
Indonesia menyatakan keberatannya atas regulasi yang baru dibuat Eropa. Hal itu diungkapkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pertemuan dengan Presiden Komisi UE Ursula von der Leyen di sela-sela KTT G7 Jepang kemarin (21/05).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyebut Jokowi dalam pertemuan itu menyatakan Indonesia dan Malaysia akan menyampaikan protes resmi dalam beberapa waktu ke depan dengan mengirimkan perwakilan ke Kantor Administrasi Komisi Eropa di Brussel, Belgia.
"Yang disampaikan Presiden kepada Presiden Komisi Eropa adalah bahwa Indonesia dan Malaysia akan lakukan misi bersama ke Brussels untuk menyampaikan semua data-data agar UE lebih paham situasi Indonesia saat ini dan tidak terus mengambil kebijakan yang merugikan," ungkap Retno dalam keterangan pers yang disiarkan virtual, Senin (21/05).
Jokowi, kata Retno, juga menyampaikan keberatan atas aturan yang membuat produk sawit dan perkebunan lainnya menjadi tidak bisa masuk ke Eropa. Padahal menurut Jokowi, Indonesia saja sudah berhasil menekan angka deforestasi.
"Indonesia mengharapkan bahwa benchmarking process harus dilakukan secara transparan dan objektif. Presiden menjelaskan bahwa deforestasi Indonesia menurun sangat tajam, menurun 75% di tahun 2019-2020. Data dan kondisi ini harus dilihat secara obyektif," ungkap Retno.
Retno juga bilang Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada pertemuan itu berjanji akan memperhatikan semua fakta dan data yang disampaikan oleh Indonesia maupun Malaysia.
Sawit Indonesia yang Gegerkan Dunia
Larangan ekspor turunan minyak sawit membuat banyak negara gerah. Tiba-tiba disadari sawit Indonesia memainkan peranan vital dalam ketahanan pangan dunia. Bahan minyak goreng itu kini jadi gorengan politik global.
Foto: Yuli Seperi/Zumapress/picture alliance
Faktor Pemicu
Minyak goreng di dalam negeri tiba-tiba langka. Antrian panjang warga untuk membeli minyak goreng jadi pemandangan mengenaskan sekaligus ironi di negara penghasil “Crude Palm Oil” tebesar sedunia. Permainan mafia migor terbongkar, beberapa orang kini dijadikan tersangka. Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan tegas: Setop sementara ekspor produk turunan sawit.
Foto: Eko Siswono Toyudho/AA/picture alliance
Perkebunan Sawit Terluas Sedunia
Kelangkaan migor, ibarat sebuah tamparan keras untuk pemerintah Indonesia. Betapa tidak, Indonesia adalah produsen CPO global terbesar yang memiliki lahan perkebunan sawit paling luas sedunia sekitar 22,6 juta hektar (data 2021). Total produksi tahunan sawit Indonesia sekitar 36 juta ton. Disusul Malaysia dengan produksi separuh kapasitas Indonesia.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Komoditas Ekspor Unggulan
Dari rata-rata produksi tahunan global 77 juta ton minyak sawit, sekitar 59%-nya diproduksi di Indonesia. Saat dunia alami kelangkaan minyak nabati dan harga melambung naik akibat perang di Ukraina, pengusaha oportunis dibantu pejabat korup, mengekspor sebagian besar produksi minyak sawit ke luar negeri. Inilah yang diduga kuat memicu kekosongan pasokan minyak goreng di dalam negeri.
Isu Kerusakan Lingkungan
Sawit bukan hanya berkah. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Indonesia, juga berdampak negatif pada kelestarian alam. Biasanya industri melakukan tebang habis dan pembakaran hutan. Organisasi pelindung lingkungan kerap mengangkat topik ini di forum dunia. Juga sejumlah negara ikut menggoreng isu ini, untuk menekan Indonesia dan Malaysia terkait isu lingkungan dari perkebunan sawit.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
Dari Makanan, Biodiesel hingga Sabun
Minyak sawit punya kegunaan luas dan sangat beragam. Memang sebagian besarnya diolah menjadi minyak goreng. Namun minyak nabati yang harganya paling murah ini, oleh sejumlah industri raksasa di Eropa, juga digunakan sebagai campuran biodiesel, makanan, kosmetik hingga keperluan sehari-hari di rumah tangga seperti sabun atau sampo.
Foto: AP
Berkontribusi Pada Ketahanan Pangan Global
Setelah dihantam kelangkaan pasokan gandum, merosotnya suplai minyak nabati di pasar dunia dan melonjaknya harga, membuat banyak negara menjerit kebingungan. Terlepas dari efek negatif industri sawit bagi lingkungan, ternyata manfaatnya bagi ketahanan pangan global juga tidak bisa diremehkan. IMF mencemaskan kelangkaan ini akan memicu krisis pangan di negara-negara miskin di dunia.
Peran minyak sawit yang harganya murah dan kapasitas produksinya tinggi, saat ini sulit tergantikan oleh minyak nabati lainnya. Setiap hektar kebun sawit, bisa memproduksi 3,3 ton minyak per tahun. Sementara bunga matahari dan rapa hanya 0,7 ton minyak per ha/tahun. Harga minyak sawit saat ini terus naik, dan menembus rata-rata 1.300 USD/ton.
Foto: dpa
Kelangkaan Migor Juga Landa Eropa
Kenaikan harga minyak nabati global, tidak hanya dirasakan di Indonesia, juga di Eropa rak minyak goreng di sejumlah supermarket mulai kosong. Di Jerman pemicunya adalah "panic buying" dipicu perang Ukraina dan perilaku tidak logis warga. Namun di beberapa negara memang ada kekurangan pasokan dan menetapkan pembatasan, satu orang hanya boleh membeli satu botol minyak goreng. (as/vlz
Foto: MiS/IMAGO
8 foto1 | 8
Dalam catatan detikcom, Komisi Uni Eropa sudah menyetujui untuk memberlakukan Undang-undang anti-deforestasi pada 6 Desember 2022. Ketentuan ini akan mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan. Dalam salah satu pasalnya mengelompokkan sawit sebagai tanaman berisiko tinggi.
Lengkapnya, undang-undang tersebut melarang sejumlah komoditas bagi konsumen Uni Eropa, antara lain minyak kelapa sawit, ternak, cokelat, kopi, kedelai, karet dan kayu. Ini juga termasuk beberapa produk turunan, seperti kulit, cokelat, dan furniture. (ha)