1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Riset: Jerman Lebih Takut Imigran Dibanding Perubahan Iklim

9 Mei 2024

Hasil riset lembaga pemikir di Denmark mengungkap orang Jerman lebih tertarik untuk membatasi persoalan imigrasi, dan kurang memperhatikan masalah perubahan iklim.

Ilustrasi pencari suaka di Uni Eropa
Semakin banyak orang Eropa yang mengatakan bahwa pemerintah mereka harus memprioritaskan pengurangan imigrasiFoto: picture-alliance/NurPhoto/N. Economou

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Rabu (08/05) menyebutkan bahwa Eropa tengah mengalami peningkatan jumlah pihak yang mengatakan kalau imigrasi harus menjadi prioritas utama pemerintah. Negara Jerman disebut menduduki peringkat teratas dari riset ini.

Di saat yang sama, keinginan untuk memprioritaskan melawan perubahan iklim di negara-negara Eropa tersebut juga berkurang. Demikian hasil survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga pemikir Alliance of Democracies Foundation yang berbasis di Denmark.

Hampir setengah responden Jerman berfokus pada migrasi

Sejak 2022, ada banyak penduduk Eropa yang mengatakan bahwa pemerintah mereka harus memprioritaskan "pengurangan imigrasi". Jumlah ini meningkat dari 20%, menjadi 25%.

Sementara itu, kekhawatiran soal perubahan iklim dilaporkan menurun di seluruh benua.

"Pada 2024, untuk pertama kalinya, mengurangi imigrasi menjadi prioritas yang lebih besar bagi sebagian besar orang Eropa, ketimbang memerangi perubahan iklim," ujar laporan tersebut.

"Tidak ada tempat yang lebih mencolok dalam persoalan ini selain diJerman, yang kini memimpin dunia dengan jumlah orang terbanyak, dan mereka ingin pemerintahnya fokus pada pengurangan imigrasi, dengan peringkat teratas. Bahkan, sekarang hampir dua kali lipat lebih tinggi daripada memerangi perubahan iklim," lanjut laporan itu.

Hampir seperempat orang Jerman menyebut bahwa imigrasi sebagai prioritas utama mereka pada tahun 2022. Kemudian jumlah ini meningkat menjadi 44% di tahun 2024. Sekitar sepertiga dari mereka, yang merasa paling khawatir dengan masalah perubahan iklim pada 2022, menurun ke angka 25% di 2024.

Survei ini dilakukan di 53 negara, meliputi negara demokrasi dan autokrasi, yang dianggap mewakili lebih dari 75% populasi dunia. Jajak pendapat ini meneliti sikap soal demokrasi, prioritas pemerintah dan hubungan internasional.

Perang dianggap jadi ancaman terbesar

Para penulis laporan tersebut menyebut bahwa ancaman terbesar yang dirasakan secara global adalah perang dan konflik kekerasan, diikuti oleh kemiskinan dan kelaparan, hingga perubahan iklim.

Sekitar separuh orang di permukaan bumi, baik di negara demokratis dan non-demokratis, merasa bahwa pemerintah mereka hanya bertindak untuk kepentingan segelintir orang. Dan sekali lagi, Jerman juga mengalami pergeseran yang mencolok dalam hal ini.

"Dalam empat tahun terakhir, persepsi ini tetap tertinggi di Amerika Latin, terendah di Asia, dan terus meningkat di Eropa sejak tahun 2020, khususnya di Jerman," ungkap laporan itu.

Rasa tidak puas terhadap kondisi demokrasi terlihat "sangat lazim di Amerika Serikat, Eropa, dan di negara-negara lain yang memiliki tradisi demokrasi yang panjang."

Patung Pelancong Tak Rampung Ungkap Nasib Imigran

03:57

This browser does not support the video element.

"Panggilan" untuk demokrasi

Sementara itu, negara autokrasi seperti Vietnam dan Cina masuk dalam daftar negara yang dianggap paling demokratis oleh penduduknya.

Ketua Alliance of Democracies Foundation, Anders Fogh Rasmussen mengatakan bahwa temuan itu merupakan "peringatan bagi semua pemerintahan demokratis."

"Mempertahankan demokrasi berarti memajukan kebebasan di seluruh dunia, tetapi juga berarti mendengarkan kekhawatiran para pemilih di dalam negeri," kata Perdana Menteri Denmark Rasmussen.

"Tren menunjukkan bahwa kita berisiko kehilangan "Global South" karena autokrasi. Kita tengah menyaksikan terbentuknya poros autokrasi dari Cina ke Rusia hingga Iran."

Artikel ini ditulis dengan menggunakan materi dari kantor berita DPA.

(mh/rs)