1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialGlobal

Riset: Kemarau Ekstrem Bidani Kelahiran Islam

17 Juni 2022

Kekacauan politik di Jazirah Arab di masa lalu yang buka jalan bagi kelahiran Islam ternyata dipicu kemarau panjang. Kelangkaan air akhirnya merubuhkan kerajaan terkuat pada masa itu dan menciptakan kevakuman kekuasaan.

Ilustrasi kekeringan
Ilustrasi kekeringanFoto: John Locher/AP/picture alliance

Temuan yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, Science, Kamis (16/6), menjadi indikasi pertama, tentang bagaimana perubahan cuaca secara ekstrem memaksakan "perubahan arah sejarah peradaban manusia", tulis para ilmuwan di Universitas Basel, Swiss.

Penelitian itu berfokus pada sejarah Kerajaan Himyar di Teluk Aden yang didirikan pada tahun 110 SM dan ambruk pada tahun 525. Selama masa jayanya, kerajaan ini merupakan pusat politik dan perdagangan di Jazirah Arab. Keruntuhannya diyakini memicu disintegrasi kekuatan-kekuatan politik Arab pada saat itu.

Hingga kini, peninggalan sejarah Kerajaan Himyar berupa kanalisasi dan sistem irigasi masih bisa dijumpai di wilayah yang sekarang menjadi Yaman.

Dengan menganalisa laju pertumbuhan dan komposisi stalagmit sebagai indikasi rata-rata curah hujan di kawasan, ilmuwan mampu mengidentifikasi periode kemarau di awal abad keenam. "Bahkan dengan mata telanjang, Anda bisa melihat di stalagmite, bahwa pasti ada masa yang sangat kering dan berlangsung selama beberapa dekade," kata Dominik Fleitman yang mengepalai penelitian.

Sumber historis seperti catatan tingkat ketinggian air di Laut Merah membenarkan teori runtuhnya Kerajaan Himyar akibat kekeringan ekstrem. Pada masa itu, kerajaan juga menghadapi kerusuhan politik di tengah perang yang berkecamuk di utara melawan tentara Bizantium dan Sasani. Tapi menurut Fleitman, ketersediaan air adalah faktor vital bagi kemampuan Bangsa Himyar menghadapi gejolak dan krisis.

Iklim paksakan perubahan sosial

"Air adalah sumber daya paling penting. Sangat jelas bahwa menurunnya curah hujan dan kekeringan selama bertahun-tahun akan mampu menggoyahkan sebuah kerajaan yang berdiri di atas lahan semi-gurun."

Paruh kedua abad keenam terutama diwarnai kekacauan politik di kawasan Teluk. Ikatan etnis dan kekeluargaan melonggar seiring menguatnya identitas keagamaan. Periode ini ditandai oleh dominasi Yahudi di wilayah Yaman, sementara agama Kristen menguasai Teluk Persia.

Ketika Kerajaan Aksum dari Etiopia menginvasi Teluk Aden, Kerajaan Himyar yang dulu berkuasa akhirnya "kehilangan pengaruhnya," tulis ilmuwan. "Jika kami berpikir tentang cuaca eksrem, kami seringkali berasumsi periodenya berlangsung singkat, hanya beberapa tahun," kata Fleitmann. Tapi kelangkaan air menyisakan dampak fatal.

"Populasi di sana mengalami kesulitan besar karena kelaparan dan perang. Artinya Islam mendapati lahan yang subur untuk berkembang," imbuhnya. "Ketika orang mencari harapan baru, sesuatu yang bisa menyatukan masyarakat menjadi sebuah bangsa, agama baru ini menawarkan kemungkinan tersebut", ujar ilmuwan itu lebi lanjut.

Kendati begitu, para saintis tidak menyimpulkan secara ekplisit bahwa kekeringan ekstrem di Jazirah Arab bertanggungjawab secara langsung atas kelahiran Islam. Fenomena itu hanya melandasi perubahan sosial yang terjadi pada masa itu. "Tapi memang hal ini merupakan faktor penting dalam konteks kebangkitan dunia Arab di abad keenam."

rzn/as (ap,rtr)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya