Siapa sangka negara berteknologi canggih seperti Jerman memiliki akses internet yang lelet. Namun, demikianlah kesimpulan studi terbaru: kecepatan internet di negara ini tidak sesuai janji provider.
Iklan
Hasil laporan yang dirilis oleh Badan Pengawas Jaringan Federal Jerman (BNetzA) Rabu (17/01), mengungkapkan, Jerman – yang dikenal sebagai negara yang efisien dan unggul dalam ilmu pengetahuan – memiliki akses internet secepat "siput." Studi yang dilakukan terhadap pengguna provider internet terkemuka di negara itu dilaksanakan dalam rentang waktu Oktober 2016 hingga September 2017.
29 persen pengguna internet di Jerman mengaku broadband internet yang mereka miliki jauh lebih lambat dari yang dijanjikan oleh provider dalam kontrak mereka. Dan hampir tak seorang pun, bahkan mereka yang membayar premi untuk pelayanan terbaik, mencapai kecepatan "maximum" sesuai janji perusahaan penyedia jasa. Kecepatan koneksi mobile internet bahkan lebih buruk lagi. Hanya 18.6 persen pengguna telepon pintar yang bandwidth internetnya setengah dari yang tercantum dalam kontrak. Situasi ini jauh lebih parah dibandingkan tahun 2015 yang persentasinya mencapai 27,6 persen.
Di Jerman, adalah hal yang umum menjalin kontrak dengan provider tertentu untuk kurun waktu panjang. Di Eropa, dan di belahan dunia lainnya, operator telekomunikasi tidak terikat secara hukum untuk menyediakan layanan broadband dengan tingkat kecepatan tertentu. Para provider di Jerman mengklaim menyediakan paket internet dengan kecepatan berkisar 2 sampai 50 megabits per detik.
Peringkat Kebebasan Internet, Cina Terburuk
Freedom House (www.freedomhouse.org) membandingkan situasi kebebasan internet di 65 negara. Ranking kebebasan internet terburuk diduduki Cina, Suriah, Iran, Etiopia dan Uzbekistan.
Foto: picture-alliance/dpa
Cina terburuk dari 65 negara
Pemblokiran situs asing, pengintaian para cyber-disiden, penggunaan media sosial untuk tujuan propaganda, Cina memiliki sistem pengawasan internet yang paling canggih di dunia. 2003 diluncurkan jaringan tertutup "Great Firewall of China". Sistem ini bisa memblokir akses ke situs asing dan menyaring kata-kata kunci seperti "hak asasi" atau "Tiananmen" di mesin pencari.
Foto: picture-alliance/dpa
Peringkat 2 terburuk: Suriah
Baik pemerintah Suriah maupun kelompok teror ISIS memberlakukan aturan keras untuk akses ke Internet. Sedikitnya 17 blogger dan penulis internet ada dalam tahanan negara. September 2015 kartunis Akram Raslan meninggal dalam tahanan, diduga karena akibat penyiksaan.
Foto: picture-alliance/dpa/I. Kupljenik
Peringkat 3 terburuk: Iran
Mengikuti langkah Cina, Iran saat ini sedang mengembangan sistem internet sendiri yang disebut “Halal” Internet, Tapi pemerintah Iran tetap perlu internet untuk mengembangkan sektor bisnis. Menurut statistik resmi, ada 36 juta pengguna internet di Iran dengan tingkat penetrasi internet sampai 49 persen. Menurut media pemerintah, ada lebih 50 aktivis online yang berada dalam penjara.
Foto: ISNA
Peringkat 4 terburuk: Etiopia
Media sosial dan jalur komunikasi di internet beberapa kali diblokir. meim 2016, blogger Zelalem Workagenehu dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena memberikan kursus keamanan digital. Sebelumnya anggota kelompok aktivis online Zone 9 ditahan atas tuduhan terlibat terorisme.
Foto: DW/J. Jeffrey
Peringkat terburuk 5: Uzbekistan
Uzbekistan memiliki salah satu sistem pengawasan internet tercanggih dunia. Kritik terhadap pemerintah bisa diganjar dengan hukuman penjara. Situs-situs media internasional diblokir. Pemerintah memberlakukan UU pasal karet yang melarang "penggunaan media massa atau sarana telekomunikasi untuk membangkitkan keresahan publik".
Foto: Imago/imagebroker
Peringkat 6 terburuk: Kuba
Akses internet di Kuba dibatasi. Para blogger dan jurnalis independen biasanya menggunakan internet di gedung-gedung kedutaan asing untuk mengirim tulisannya ke luar negeri. Tapi banyak intel pemerintah yang mengawasi gedung-gedung perwakilan asing.
Foto: Imago/Zuma Pres
Peringkat 7 terburuk: Vietnam
Pemerintah Vietnam tidak menoleransi debat politik di internet. Blogger yang berani mengecam kebijakan pemerintah atau mempertanyakan legitimasinya bisa ditangkap. Para jurnalis kritis diawasi ketat dan keluarganya sering mengalami intimidasi. Juga penggunaan smartphones diawasi ketat, karena negara mengendalikan tiga operator utama telekomunikasi.
Foto: picture-alliance/dpa
Indonesia: Pengawasan internet diperketat
Pengawasan internet di Indonesia tahun 2016 makin ketat. pemerintah bisa memblokir situs internet dengan klaim "isinya negatif", tapi prosedur pengawasan dan pelarangan tidak transparan. Dengan lebih 100 juta pengguna internet, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pasar online terbesar tahun 2020.
Foto: Getty Images/ Oscar Siagian
Jerman termasuk sangat bebas
Jerman menduduki peringkat atas, pada posisi ke lima, satu posisi di bawah Amerika Serikat. Namun beberapa tahun terakhir ini pengawasan makin ketat. Juli 2015 polisi mengumumkan sedang menginvestigasi dua jurnalis online dari Netzpolitik.org atas tuduhan melakukan pengkhianatan. Tapi kasus itu cepat ditarik setelah muncul protes luas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Galuschka
Estonia negara internet paling bebas
Menurut sutvei Freedom House, Estonia adalah negara dengan kebebasan internet tertinggi, diikuti oleh Islandia, Kanada, Amerika Serikat dan Jerman. Estonia sejak 2004 menjadi anggota Uni Eropa. Di seluruh negeri, penggunaan internet gratis. Ibukota Tallin dengan sekitar 400.000 penduduk menjadi pusat inovasi dan pemerintahan.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Di balik kedok 'gangguan teknis'
Studi ini menjadi semakin penting mengingat Jerman adalah salah satu negara pertama di Eropa yang mengadopsi teknologi Long Term Evolution (LTE) berkecepatan tinggi secara nasional. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 1,6 persen dari pengguna telepon pintar di Jerman yang mencapai kecepatan internet yang dijanjikan provider mereka.
Meskipun temuan BNetzA ini membuka kedok buruknya layanan intenet di Jerman, namun sanksi maupun denda bagi penyedia tidak ada. Asosiasi industri Bitkom menanggapi laporan tersebut dengan mengatakan jawaban „terjadi gangguan teknis" " kadang-kadang menjadi kedok yang dipakai perusahaan untuk menyediakan layanan sesuai yang dijanjikan.
Penyedia seakan tidak peduli, bahwa pelayanan buruk mereka bisa mempengaruhi ekonomi Jerman, karena kecepatan internet yang lamban bisa turut menghambat persaingan bisnis di tingkat internasional.
10 Barang Penemuan Jerman
Jerman dikenal sebagai negara yang melahirkan berbagai penemuan besar seperti mobil, aspirin atau juga fisi nuklir. Namun, Jerman juga menelurkan penemuan-penemuan “kecil“ yang juga merevolusi keseharian kita.
Foto: Fotolia/ Andre
Pembolong Kertas
Suara “klak“ menemani di ruang-ruang kantor sejak Matthias Theel dan Friedrich Sonnecken mempatenkan alat pembolong kertas pada 14 November 1886. Namun, di era digital saat ini, fungsi alat ini semakin tersingkirkan.
Foto: Colourbox
MP3
Menikmati musik dengan praktis hanya menjadi impian sampai Karlheinz Brandenburg memperkenalkan perangkat pemutar musik baru di awal tahun 1980. MPEG-2 Audio Layer III atau lebih dikenal dengan MP3 ciptaanya telah membuat revolusi di dunia audio.
Foto: Fotolia/Aaron Amat
Bor Listrik
Mesin bor listrik sebenarnya ditemukan pertama kali di Australia pada tahun 1889. Namun sejak tahun 1895, orang bisa lebih leluasa mengoperasikan alat ini setelah Wilhelm Emil Fein memperkenalkan bor listrik yang dapat ditenteng.
Foto: picture alliance / dpa
Fanta
Perang Dunia ke II, Amerika Serikat memberlakukan embargo Coca-Cola terhadap Jerman. Ini tidak menjadi masalah bagi warga Jerman penikmat minuman ringan berkarbonasi ini. Tidak lama setelah embargo, lahir minuman baru berkarbonasi dengan rasa apel. Meski resep telah berubah sejak diciptakan di tahun 1941, namun minuman racikan Max Keith masih menjadi salah satu yang paling populer saat ini.
Foto: Colourbox
Filter Kopi
Tahun 1908, ibu rumah tangga Melitta Bentz bertanya pada diri sendiri, kenapa pahit kopi yang dibuatnya selalu terasa aneh. Lalu ia melakukan percobaan dengan menyaring kopi yang ia seduh dengan secarik kertas. Hasilnya, aroma kopi lebih terasa di lidah. Idenya ia patenkan, dan saat ini perusahaan yang ia bangun, Melitta Group KG, mempekerjakan sekitar 3.300 orang.
Foto: imago/Florian Schuh
Pita perekat
Tidak cukup dengan krim Nivea, Oscar Tropwolitz menginginkan menciptakan sesuatu sebagai warisan bagi anak cucunya. Maka terciptalah pita perekat atau selotip. Masih tidak cukup dengan itu, tahun 1901 Tropwolitz keluarkan plester penutup luka pertama.
Foto: Fotolia
Akordeon
Meskipun banyak orang mengasosiasikannya dengan musik Perancis, sebenarnya akordeon diciptakan warga Jerman Christian Friedrich Ludwig Buschmann di tahun 1822. Dan ia jugalah pencipta harmonika.
Foto: Axel Lauer - Fotolia.com
Pohon Natal
Finlandia bisa mengklaim bahwa Santa Klaus berasal dari negara ini. Tapi pohon Natal pertama kali “tumbuh“ di Jerman. Pada tahun 1800 hanya orang-orang kaya saja yang mampu menghiasi rumah mereka dengan pohon Natal. Dan sejak akhir abad ke 19, pohon ini dapat ditemui di hampir setiap rumah di masa Natal. Pada awalnya, pohon Natal dihiasi dengan berbagai buah, kacang dan lilin.
Foto: Fotolia/by-studio
Paku Sepatu Bola
Meski prototipe sepatu sepak bola diciptakan di Inggris, namun pendiri Adidas, Adi Dassler, lah yang menciptakan paku sepatu sepak bola dengan sekrup di tahun 1954. Penemuan ini juga menciptakan sengketa kakak-beradik. Kakak Adi, Rudolf Dassler, yang bekerja bagi Puma, menyatakan bahwa paku sepatu sepak bola ini merupakan ciptaannya.
Foto: picture-alliance/dpa
Argometer
Sejak alat ini diperkenalkan, penumpang taksi tidak saja bisa mengamati jalan yang dilalui, tapi juga mengira-ngira berapa ongkos yang nantinya harus dibayar. Argometer diciptakan pada 1891 oleh Friedrich Wilhelm Gustav Bruhn.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Bagaimana dengan Indonesia?
Riset Akamai, perusahaan pemantau internet dari Korea Selatan, menyebutkan kecepatan rata-rata koneksi di Indonesia membaik dari tahun ke tahun. Kini Indonesia menempati peringkat ke 80 dunia dengan kecepatan koneksi berkisar 6,7 Mbps. Namun Indonesia masih sangat jauh tertinggal dengan negara tetangga Malaysia yang menikmati kecepatan koneksi rata – rata 23, 6 Mbps.
Kualitas mobile internet yang belum baik di Indonesia tak sepenuhnya salah operator, meski penggunan data seluler di Indonesia harusnya lebih efisien dengan mengoptimalkan jaringan yang mampu menggunakan bandwidth internet dengan lebih hemat. Selain itu, masalah besar lainnya adalah ketersediaan dan pemerataan infrastuktur teknologi komunikasi di berbagai pelosok Indonesia serta regulasi pemerintah.
Elizabeth Schumacher (Ed: ts/hp) (New York Times, kompas.com, selular.id,)