Sebuah wahana otonom diterjunkan ke Sungai Klang di Malaysia untuk membersihkan sampah plastik. Sejak empat tahun beroperasi, robot bernama Interceptor itu sudah menampung 50.000 ton sampah.
Iklan
Robot Penyedot Plastik Bersihkan Kali Jakarta
Sebuah perusahaan Belanda membawa robot pembersih sungai ke salah satu titik episentrum polusi sampah plastik di dunia, yakni Indonesia. Proyek ujicoba pertama dilakukan di Kali Cengkareng Drain, Jakarta Barat.
Foto: The Ocean Cleanup
Ditertawakan, Lalu Dirayakan
Hampir satu dasawarsa silam dunia menertawakan gagasan seorang remaja Belanda membersihkan samudera Bumi secara pasif dengan memanfaatkan gelombang laut. Kini Boyan Slat menjadi pionir usaha pembersihan samudera dan sungai di dunia. Dan dia membawa temuan terbarunya ke Indonesia.
Foto: theoceancleanup.com
Penyedot Plastik Raksasa
Interceptor adalah sebuah wahana nirawak yang mampu menyedot hingga 100 ton sampah plastik per hari. Ia digerakkan oleh energi matahari dan bisa bekerja siang malam tanpa memproduksi polusi suara atau udara. The Interceptor juga tercatat memiliki kapasitas penampungan hingga 50 meter kubik plastik.
Foto: The Ocean Cleanup
"Semudah penyedot debu"
Setelah penuh, sistem komputer di dalam kapal akan mengirimkan pesan ke operator untuk menepi dan mengosongkan muatan. Slat berjanji prosesnya "semudah seperti mengosongkan kantung penyedot debut," kata dia seperti dilansir Jakarta Post. Wahana buatannya itu dijadwalkan beroperasi selama 24 jam penuh.
Foto: The Ocean Cleanup
Episentrum Polusi Plastik
Sebagai proyek pertama The Ocean Cleanup memilih Indonesia lantaran tercatat sebagai salah satu negara penyumbang polusi plastik terbesar di dunia. Untuk itu Boyan menurunkan The Interceptor serta sekelompok insinyur untuk membersihkan Kali Cengkareng Drain di Jakarta Barat.
Foto: The Ocean Cleanup
Pertama di Dunia
"Ini adalah sungai kotor pertama yang ingin kami bersihkan," kata Sjoerd Drenkelford, pakar instalasi The Ocean Cleanup di Jakarta. Sebelum diterjunkan ke Jakarta, The Interceptor sempat diujicoba di Belanda, kisahnya. Namun di sana anggota tim harus ekstra membuang sampah lantaran kondisi sungai yang terlalu bersih.
Foto: The Ocean Cleanup
Seribu Masalah Polusi
Bersama The Interceptor, Boyan Slat berambisi ingin membersihkan 1.000 sungai paling kotor di Bumi" dalam waktu lima tahun. Sungai-sungai tersebut berkontribusi sebanyak 80% terhadap polusi plastik global. Selain Indonesia, satu unit Interceptor juga sudah diterjunkan di Malaysia dan yang ketiga sedang disiapkan untuk Vietnam.
Foto: The Ocean Cleanup
Mimpi di Siang Bolong?
Namun upaya terbaru Boyan bukan tanpa kritik. Ilmuwan terutama menyayangkan bahwa The Ocean Cleanup menjual mimpi yang mustahil terwujud dan akan menyedot dana yang biasanya digunakan untuk metode pembersihan sungai yang sudah teruji. Minimnya penelitian terkait jumlah plastik juga membuat upaya pembersihan menjadi percuma.
Foto: picture-alliance/AP/The Ocean Cleanup
Pencegahan Ketimbang Pembersihan
Sebab itu pemerhati lingkungan dan ilmuwan lebih menitikberatkan kampanye anti plastik untuk mendorong penduduk agar tidak membuang plastik di sungai atau laut, ketimbang upaya pembersihan yang menurut Dianna Cohen, Direktur Plastik Pollution Coallition, tidak akan ada habisnya, tutur dia kepada Mongabay. (rzn/as, dari berbagai sumber)
Foto: The Ocean Cleanup
8 foto1 | 8
Robot Penyedot Plastik Bersihkan Kali Jakarta
Sebuah perusahaan Belanda membawa robot pembersih sungai ke salah satu titik episentrum polusi sampah plastik di dunia, yakni Indonesia. Proyek ujicoba pertama dilakukan di Kali Cengkareng Drain, Jakarta Barat.
Foto: The Ocean Cleanup
Ditertawakan, Lalu Dirayakan
Hampir satu dasawarsa silam dunia menertawakan gagasan seorang remaja Belanda membersihkan samudera Bumi secara pasif dengan memanfaatkan gelombang laut. Kini Boyan Slat menjadi pionir usaha pembersihan samudera dan sungai di dunia. Dan dia membawa temuan terbarunya ke Indonesia.
Foto: theoceancleanup.com
Penyedot Plastik Raksasa
Interceptor adalah sebuah wahana nirawak yang mampu menyedot hingga 100 ton sampah plastik per hari. Ia digerakkan oleh energi matahari dan bisa bekerja siang malam tanpa memproduksi polusi suara atau udara. The Interceptor juga tercatat memiliki kapasitas penampungan hingga 50 meter kubik plastik.
Foto: The Ocean Cleanup
"Semudah penyedot debu"
Setelah penuh, sistem komputer di dalam kapal akan mengirimkan pesan ke operator untuk menepi dan mengosongkan muatan. Slat berjanji prosesnya "semudah seperti mengosongkan kantung penyedot debut," kata dia seperti dilansir Jakarta Post. Wahana buatannya itu dijadwalkan beroperasi selama 24 jam penuh.
Foto: The Ocean Cleanup
Episentrum Polusi Plastik
Sebagai proyek pertama The Ocean Cleanup memilih Indonesia lantaran tercatat sebagai salah satu negara penyumbang polusi plastik terbesar di dunia. Untuk itu Boyan menurunkan The Interceptor serta sekelompok insinyur untuk membersihkan Kali Cengkareng Drain di Jakarta Barat.
Foto: The Ocean Cleanup
Pertama di Dunia
"Ini adalah sungai kotor pertama yang ingin kami bersihkan," kata Sjoerd Drenkelford, pakar instalasi The Ocean Cleanup di Jakarta. Sebelum diterjunkan ke Jakarta, The Interceptor sempat diujicoba di Belanda, kisahnya. Namun di sana anggota tim harus ekstra membuang sampah lantaran kondisi sungai yang terlalu bersih.
Foto: The Ocean Cleanup
Seribu Masalah Polusi
Bersama The Interceptor, Boyan Slat berambisi ingin membersihkan 1.000 sungai paling kotor di Bumi" dalam waktu lima tahun. Sungai-sungai tersebut berkontribusi sebanyak 80% terhadap polusi plastik global. Selain Indonesia, satu unit Interceptor juga sudah diterjunkan di Malaysia dan yang ketiga sedang disiapkan untuk Vietnam.
Foto: The Ocean Cleanup
Mimpi di Siang Bolong?
Namun upaya terbaru Boyan bukan tanpa kritik. Ilmuwan terutama menyayangkan bahwa The Ocean Cleanup menjual mimpi yang mustahil terwujud dan akan menyedot dana yang biasanya digunakan untuk metode pembersihan sungai yang sudah teruji. Minimnya penelitian terkait jumlah plastik juga membuat upaya pembersihan menjadi percuma.
Foto: picture-alliance/AP/The Ocean Cleanup
Pencegahan Ketimbang Pembersihan
Sebab itu pemerhati lingkungan dan ilmuwan lebih menitikberatkan kampanye anti plastik untuk mendorong penduduk agar tidak membuang plastik di sungai atau laut, ketimbang upaya pembersihan yang menurut Dianna Cohen, Direktur Plastik Pollution Coallition, tidak akan ada habisnya, tutur dia kepada Mongabay. (rzn/as, dari berbagai sumber)
Foto: The Ocean Cleanup
8 foto1 | 8
Memulung plastik dari sungai-sungai di Malaysia sebelum mencemari samudra adalah tugas "Interceptor" sejak beberapa tahun silam. Wahana pembersih sungai bertenaga matahari itu didesain dan dikembangkan oleh LSM Belanda, Ocean CleanUp, dan kini sudah beroperasi di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Kapal sepanjang 24 meter itu menyedot sampah plastik lewat "mulut" yang terdapat di bagian haluan. Selain mampu menampung hingga 50 ton sampah per hari, Interceptor juga beroperasi secara otonom dan minim polusi suara.
Sejak Oktober silam salah satu wahana buatan Ocean CleanUp ini ditempatkan di sungai Klang yang tercemar berat. "Sungai sudah seperti tempat pembuangan sampah terapung," kata Syaiful Azmen Nordin, Direktur Landasan Lumayan, mitra bisnis Ocean CleanUp di Malaysia. "Kapal tidak bisa lewat karena banyak plastik. Sekarang Anda bisa melihat kondisi sungai yang mulai terbebas dari sampah mengapung."
LSM Belanda itu sebenarnya sudah aktif menggaet pemerintah dan pelaku usaha lokal untuk membersihkan Sungai Klang sejak 2016. Sungai Klang yang melintasi ibu kota Kuala Lumpur setiap tahun mengalirkan 15.000 ton sampah ke laut. Dengan begitu Klang termasuk daftar 50 sungai paling tercemar di Bumi.
Kisah Warga Sulawesi Yang Harus Berenang Mencari Air Bersih
Para ibu berenang dengan membawa 200 jeriken untuk mencari air. Warga desa Tinambung terbiasa berpeluh menyebrang sungai lantaran minimnya fasilitas air bersih.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
Mencari Air Bersih di Sungai Mandar
Setiap hari Mama Hasria, warga Tinambung, Sulawesi Barat, berenang melawan arus dengan 200 jeriken kosong untuk mencari air bersih. Ia tidak sendirian. Perjalanan melelahkan sejauh empat kilometer itu juga dilakukan oleh warga desa lainnya.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
Kerusakan akibat Tambang
Ketersediaan air adalah masalah besar untuk penduduk setempat. Air sungai Mandar sejak lama diketahui tidak bisa diminum. Penyebabnya adalah penambangan tidak ramah lingkungan yang menyebabkan rusaknya tebing di bantaran dan penurunan dasar sungai. Akibatnya air menjadi keruh dan ikan endemik yang dulunya menjadi sumber kehidupan warga perlahan menghilang.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
Sumur di Bantaran Sungai
Maka warga Tinambung terpaksa mengarungi sungai untuk mengambil air di sumur buatan yang dibangun di bantaran sungai. Air sumur layak diminum lantaran lapisan tanah yang berfungsi sebagai filter alami. Untuk jerih payahnya itu Mama Hasria dan warga desa lain biasanya mendapat upah sekitar Rp. 100.000 dari hasil menjual air.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
Penyambung Hidup Warga
Pekerjaan yang dilalakukan perempuan-perempuan ini bernilai penting untuk kehidupan sekitar 5.800 keluarga di Tinambung. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini sekitar 72 juta penduduk Indonesia tidak atau belum memiliki akses air minum yang layak.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
Larut oleh Birokrasi
Warga Tinambung tidak membisu. Mereka berulangkali menyampaikan gugatan ke pemerintah setempat. Namun saat ini kewenangan pemberian zin tambang dan pengawasan sudah dialihkan ke pemerintahan provinsi Sulawesi Barat. Akibatnya masalah dibarkan larut selama bertahun-tahun. "Air di desa hanya bisa digunakan buat mandi dan mencuci pakaian," kata Hasria. "Buat masak dan minum harus diambil dari hulu."
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
Petaka Air Beracun
Ironisnya penduduk Tinambung tergolong beruntung. Di kawasan lain warga acap tidak punya pilihan selain mengkonsumsi air yang sudah tercemar, seperti misalnya penduduk di sekitar desa Citarum, Jawa Barat.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
Bantuan dari Pemerintah Provinsi
Keluhan warga akhirnya terdengar. Kini pemerintah provinsi Sulawesi Barat berniat menjadikan Sungai Mandar sebagai salah satu sumber air minum. Di sana akan dibangun pusat pengolahan air dengan kapasitas 250 liter per menit. Saat ini baru sekitar 60% penduduk Sulbar yang mendapat akses air bersih. Hingga 2019 pemerintah provinsi berambisi memenuhi kebutuhan air semua warga. (rzn/hp: afp)
Foto: Getty Images/AFP/Y. Wahil
7 foto1 | 7
"Kami tahu sasaran membersihkan 1.000 sungai sangat ambisius, tapi juga sangat penting," kata juru bicara Ocean CleanUp, Joost Dubois. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, pihak perusahaan membuat empat wahana Interceptor dengan harga mencapai 770.000 Euro per unit.
Selain Kuala Lumpur, Interceptor juga sudah diturunkan di Jakarta, Bangkok, dan kelak di Los Angeles.
Di Sungai Klang yang membentang sepanjang 120 km itu keberadaan Interceptor melengkapi tujuh pintu air yan dibangun antara lain untuk mencegah sampah. Limbah plastik yang dikumpulkan selanjutnya dikirimkan ke tempat pembuangan akhir. Nantinya Ocean CleanUp berharap bisa mendaur ulang plastik yang didulang.
Menurut Syaiful, pihaknya sejauh ini sudah membersihkan 50.000 ton sampah dari sungai Klang sejak mengawali proyek empat tahun lalu. "Kami mengumpulkan ban, boneka, bahkan mayat hewan. Tapi umumnya plastik," kata dia. Namun keberadaan Interceptor akan menjadi percuma jika masyarakat tidak membantu.
"Sebagian orang tidak bisa melihat dampak membuang sampah sembarangan. Mereka membuang plastik di jalan dan akan berakhir di sungai," imbuhnya. "Jika kita mengubah perilaku kita sendiri, kita bisa membantu membersihkan sungai-sungai kita."