1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Robot 'Rasis' Diskriminasi Pria Asia

8 Desember 2016

Sebuah software pendeteksi wajah yang digunakan Kementerian Dalam Negeri Selandia Baru menolak foto seorang warga negara berwajah Asia. Piranti lunak tersebut mengira matanya terpejam.

Neuseeland Passfoto von Richard Lee wird abgelehnt
Foto paspor Richard Lee yang ditolak software kementerian dalam negeri Selandia BaruFoto: Reuters/Richard Lee

Seorang pria warga Selandia Baru berlatarbelakang Asia ditolak kewarganegaraannya oleh piranti lunak yang digunakan Departemen Dalam Negeri. Richard Lee yang tinggal di Melbourne, Australia, sedianya hendak memperpanjang paspornya di kedutaan besar Selandia Baru sebelum pulang ke negaranya untuk merayakan hari Natal.

Namun piranti lunak tersebut menolak permohonan perpanjangan paspor milik Lee karena menilai "matanya terpejam" saat difoto. Lee yang berusia 22 tahun dilahirkan di Taiwan, namun besar di Selandia Baru. Kabar mengenai penolakan tersebut sontak tersebar di media-media sosial. Beberapa pengguna bahkan menilai pemerintah menggunakan software "rasis". 

Masalah "Pencahayaan"

Namun begitu jurubicara Kementerian Dalam Negeri, Steve Corbett, menepis dugaan tersebut. Menurutnya sistem yang digunakan tidak mendiskriminasi "kelompok individual tertentu." Dalam kasus Lee ia menyebut penyebabnya adalah pencahayaan studio.

"Masalah paling umum adalah cahaya lampu menyisakan bayangan pada wajah yang oleh teknologi pendeteksi wajah diintrepretasikan sebagai mata tertutup dan mengirimkan pesan yang salah," ujarnya. Ia menambahkan hingga 20% foto yang dikirimkan secara online ditolak dengan berbagai macam alasan.

Lee yang sedang menempuh studi teknik antariksa di Royal Melbourne Institute of Technology mengatakan tidak terganggu oleh penolakan tersebut. "Saya melihatnya dengan humor karena ini sudah jelas kesalahan program dalam software pendeteksi wajah," ujarnya.

rzn/yf (afp)