1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rohingya Bantai Warga Hindu Myanmar

23 Mei 2018

Tentara Pembebasan Rohingya (ARSA) dituding membantai puluhan warga Hindu di negara bagian Rakhine. Temuan ini sekaligus mengungkap praktik pelanggaran HAM oleh kelompok separatis tersebut.

Serdadu militer Myanmar
Serdadu militer MyanmarFoto: picture-alliance/AP Photo/E. Htusan

Sekelompok orang bersenjata dari etnis Rohingya dikabarkan membantai belasan warga Hindu di Myanmar pada 2017. Laporan tersebut disampaikan organisasi HAM, Amnesty International, Rabu (23/5), setelah menganalisa data forensik, citra satelit dan keterangan saksi mata.

Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) bertanggungjawab atas pembunuhan terhadap 53 warga Hindu, termasuk perempuan dan anak-anak, di desa Ah Nauk Kha Maung di barat Rakhine, 25 Agustus 2017. Amensty mengklaim saksi mata juga membantai 46 warga Hindu di desa Ye Bauk Kyar dan enam warga Hindu di desa Myo Thu Gyi pada 26 Agustus 2017.

"Investigasi terakhir di lapangan mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM oleh ARSA," kata Tirana Hassan, Direktur Tanggapan Krisis di Amnesty. Pemerintah Myanmar adalah pihak pertama yang menuding ARSA membantai warga Hindu di Ah Nauk Kha Maung pada hari yang sama kelompok tersebut menyerang pos polisi di negara bagian Rakhine.

Namun tudingan pemerintah dibayangi oleh operasi militer terhadap ARSA yang memicu kecaman dunia. Sepak terjang militer Myanmar sejak Agustus 2017 memaksa 700.000 warga Rohingya mengungsi. Sebagian besar mencari perlindungan di Bangladesh. Sementara sejumlah kecil warga Rohingnya saat ini ditampung di Indonesia dan Malaysia.

Sejak September silam Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menyebut operasi militer di Rakhine sebagai "pembersihan etnis." Indonesia dan berbagai negara sempat menyuarakan penghentian tindak kekerasan dan mengirim bantuan kemanusiaan ke Rakhine. Namun hingga kini situasi keamanan di selatan Myanmar masih belum kondusif.

Menurut Amnesty, ARSA mengancam para penyintas agar tidak membeberkan peristiwa pembantaian. Para saksi mata yang kembali dari pengungsian pada Oktober 2017 "meyakini tanpa keraguan bahwa Rohingnya, atau ARSA, bertanggungjawab." ARSA sendiri sejauh ini menutup mulut atas tudingan Amnesty International.

rzn/hp (rtr,ap)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait