Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terpaksa turun panggung saat berpidato, akibat serangan roket dari Jalur Gaza. Insiden ini terjadi sehari jelang pemilihan ketua Partai Likud.
Iklan
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terpaksa dievakuasi saat berkampanye untuk pemilihan ketua Blok Likud, setelah sebuah roket yang diluncurkan dari Jalur Gaza gagal menghantam Kota Ashkelon pada Rabu (25/12).
Pihak militer Israel menyebutkan, roket tersebut berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome. Sebuah video menunjukkan Netanyahu dievakuasi dari atas panggung bersama istrinya, Sara, serta para stafnya setelah sirine peringatan tanda bahaya mendadak berbunyi.
Surat kabar Israel, Haaretz, melaporkan Netanyahu beserta rombongan dievakuasi ke tempat yang aman dan kemudian ia kembali ke panggung untuk menyelesaikan pidatonya.
Pemungutan suara untuk memilih pemimpin Partai Likud dalam pemilu berikutnya akan dimulai pada hari ini (26/12), dan Netanyahu pun disibukkan dengan berbagai aktivitas kampanye. Perdana Menteri Israel ini tengah berusaha menggaet suara mayoritas untuk dapat memimpin Partai Likud, setelah dua kali pemilu pada tahun 2019 ini ia gagal membentuk koalisi pemerintahan dengan rivalnya Benny Gantz.
Menyusul serangan roket tersebut, Pasukan Pertahanan Israel mencuit dalam akun Twitter-nya bahwa mereka telah "menyerang sejumlah target kelompok teror Hamas di Gaza." Namun tidak dijelaskan lebih rinci terkait target tersebut.
Dalam pidatonya pada hari Rabu (25/12), Netanyahu mengambil sikap tegas terkait konflik Jalur Gaza, dan menyinggung serangan militer Israel terhadap pemimpin kelompok Jihad Islam Palestina Baha Abu al-Ata. "Dia yang melawan kita terakhir kali, sudah tidak bersama kita lagi. Dan mereka yang melawan sekarang, lebih baik mulai mengemas barang-barangnya," lapor surat kabar Haaretz mengutip pidato Netanyahu.
Meskipun demikian, lawan Netanyahu mengatakan bahwa dia terlalu lunak dalam menangani konflik Gaza.
Sejauh ini, belum ada kelompok Jihad Islam Palestina yang mengaku bertanggung jawab atas penyerangan hari Rabu kemarin. Tetapi sejumlah roket rutin diluncurkan dari Jalur Gaza menarget lokasi di Israel, dimana sistem pertahanan udara jarak pendek Israel, Iron Dome, menembak jatuh hampir setiap roket-roket tersebut.
Warga Palestina sejak lama memandang orang-orang Israel menguasai dan menduduki tanah mereka. Pemerintah Israel juga secara ketat mengendalikan pemasokan obat-obatan, makanan, listrik, dan logistik lainnya yang diizinkan masuk ke kawasan Palestina.
rap/as (ap, dpa)
Foto Kontras Duka dan Tawa Antara Gaza dan Israel
Ketika Israel merayakan 70 tahun kemerdekaan dan pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem, penduduk di Jalur Gaza menghadapi kematian di ujung laras senapan.
Foto: Reuters/M. Salem
Amarah Menjelang Nakba
Sebanyak 60 demonstran tewas saat mengikuti aksi protes terhadap pembukaan kedutaan besar Amerika Serikat di Yerusalem. Penduduk di Jalur Gaza menyantroni perbatasan untuk menolak kebijakan Presiden Donald Trump yang mengubur klaim Palestina atas Yerusalem. Pemindahan tersebut bertepatan dengan peringatan 70 tahun pendirian negara Israel yang sekaligus menandakan hari pengusiran buat Palestina
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
Goretan Trump di Yerusalem
Ketika korban pertama di Jalur Gaza mulai berjatuhan, penasehat senior Gedung Putih Ivanka Trump dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin meresmikan gedung baru kedutaan AS di Yerusalem. Acara yang dihadiri oleh pejabat tinggi Israel dan sejumlah negara lain itu berlangsung hangat dan meriah.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Termakan Jebakan Hamas?
Israel menuding organisasi teror Hamas sengaja menjebak warga untuk mendorong bentrokan yang menelan korban jiwa. Di antara korban tewas terdapat seorang bocah perempuan meregang nyawa usai terpapar gas air mata. Bentrokan di perbatasan menyisakan lebih dari 2.700 korban luka. Organisasi Palang Merah mengkhawatirkan kapasitas rumah sakit di Gaza tidak mencukupi.
Foto: Reuters/M. Salem
Pesta dan Elegi Seputar Yerusalem
Ketika warga Palestina meratapi Yerusalem, kelompok geng kendaraan bermotor di Israel merayakan pengakuan Amerika Serikat atas ibukotanya tersebut. Status Yerusalem yang sejak lama bermasalah diklaim sebagai ibukota abadi oleh penganut kedua agama. Bahkan Arab Saudi yang notabene sekutu AS di kawasan mengritik kebijakan Trump memindahkan kedutaan besar Amerika.
Foto: Reuters/A. Awad
Hari Paling Berdarah
Aksi demonstrasi pada hari Senin (14/5) di Gaza merupakan hari tunggal paling berdarah sejak perang Israel dan Hamas pada 2014 lalu. Dari 2.700 korban luka, lebih dari 1.300 terkena peluru dan 130 berada dalam kondisi kritis. Termasuk korban yang tewas adalah delapan anak di bawah umur, klaim Kementerian Kesehatan Palestina.
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
Bertabur Puji dan Sanjungan
Selama acara pembukaan kedutaan AS, perwakilan kedua negara saling melemparkan sanjungan dan pujian. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu misalnya menilai langkah presiden Trump sebagai sebuah "keberanian." Sementara menantu Trump, Jared Kushner, mengatakan suatu saat umat manusia akan membaca sejarah ini dan mengakui, "perdamaian diawali dengan keputusan Amerika menerima kebenaran."
Foto: Reuters/R. Zvulun
Menyambut Hari Kematian
Sejak aksi demonstrasi menyambut hari Nakba dimulai 30 Maret lalu, setidaknya 97 penduduk Palestina dinyatakan tewas, termasuk 12 anak-anak. Sementara angka korban luka bahkan melebihi jumlah korban pasca operasi militer Israel selama 51 hari di Gaza pada 2014, yakni 12.271 orang berbanding 11.231 orang. Situasi ini menyisakan ketegangan diplomasi antara Israel dan sejumlah negara lain.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com/A. Amra
Kisruh Diplomasi
Sebagai reaksi - Turki dan Afrika Selatan menarik duta besarnya dari Tel Aviv. Sementara Uni Eropa, Jerman, Perancis dan PBB menyesalkan penggunaan kekerasan oleh militer. Adapun pemerintah Irlandia memanggil duta besar Israel untuk dimintai keterangan. Dari semua negara hanya Amerika Serikat dan Australia yang mengutuk Hamas atas jatuhnya korban jiwa di Jalur Gaza. (rzn/vlz - rtr,ap,afp)