Romo Magnis Dukung NU dan Muhammadiyah Terima Nobel
24 Juni 2019
Budayawan yang juga pastor Katolik Franz Magnis-Suseno menyatakan dukungannya terhadap NU dan Muhammadiyah menjadi penerima penghargaan Nobel Perdamaian.
Iklan
Dalam sebuah seminar di Oslo, Norwegia, pastor dari Ordo Katolik Serikat Yesus yang akrab dipanggil Romo Magnis ini mengatakan kedua organisasi tersebut memiliki andil besar dalam merekatkan bangsa Indonesia yang sangat majemuk, bahkan jauh sebelum kemerdekaan.
Kiprah NU dan Muhamadiyah tidak hanya dirasakan oleh mayoritas kelompok muslim tapi juga oleh minoritas non-muslim.
“Saya sudah sejak lama sangat mengenal kedua organisasi ini. Kita tahu, Indonesia telah lama punya sejarah gerakan radikal. Seperti gerakan DI-TII tahun 1950-1966 yang mengancam wilayah Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan," ujar Romo Magnis , Kamis (20/06), dalam seminar yang dihadiri cendikiawan dan tokoh pemikir dari berbagai kalangan ini.
"Kemudian sekitar tahun tujuh puluhan beberapa ideologi Islam dari Timur Tengah, seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan Wahabi, menjalar di Indonesia. Demikian pula pengaruh mujahidin dari Afghanistan. Tokoh NU dan Muhamadiyah saat itu berjuang keras agar pengaruh-pengaruh tersebut berhenti berkembang,” ujar Romo Magnis.
Ia menyimpulkan tiga prinsip fundamental dari kiprah NU dan Muhammadiyah untuk perdamaian dan memajukan toleransi di masyarakat seperti menjunjung tinggi keberagaman, kebebasan beragama, keterbukaan demokrasi dan menolak diskriminasi dan intoleransi.
Mencintai Budaya Indonesia, Mencintai Keberagaman Indonesia
Kecintaan Romo Vinsensius Adi Gunawan terhadap nilai toleransi dan budaya Indonesia menguat saat menyelesaikan studinya di bidang kebudayaan. Ia bertekad mempromosikan budaya nusantara di tatanan internasional.
Foto: DW/R. A. Putra
Cinta budaya dan kebhinekaan Indonesia
Cita-cita Romo Vinsensius Adi Gunawan menjadi seorang Pastor Katolik membawanya pada kesempatan menyelesaikan studi Teologi, Musikologi dan Etnomusikologi di Polandia dari tahun 1999 hingga tahun 2012. “Semakin saya mendalami ilmu kebudayaaan, maka semakin dalam rasa cinta saya terhadap tanah air, terhadap kebhinekaan Indonesia,” kata Doktor di bidang Etnomusikologi tersebut.
Foto: Studio Jadwiga Mozdzer
Rasa seni Indonesia
Selagi menempuh studinya ia juga aktif mempromosikan budaya Indonesia bersama KBRI Warsawa dan mendirikan Sanggar Sendratari Damai di Gdansk, Polandia pada tahun 2006. Di Polandia Romo Vinsen beserta rekan-rekannya giat bermain alat musik angklung, kulintang hingga gamelan. “Rasa seni saya masih sangat Indonesia dalam arti bahwa saya lebih menyukai seni tradisional Indonesia,” tuturnya.
Foto: Studio Jadwiga Mozdzer
Dosen sekolah tinggi filsafat
Pada tahun 2013 ia diminta pindah ke Jerman untuk menjadi bagian dari tim editorial “Journal of Anthropos”, yang mendalami bidang antropologi, linguistik dan ilmu keagamaan. Mulai tahun 2015 hingga kini ia juga menjadi staf pengajar (dosen) di Sekolah Tinggi Filsafat – Teologi (Philosophisch-Theologische Hochschule), Sankt Augustin, Jerman.
Foto: DW/R. A. Putra
Melayani umat Katolik Indonesia di NRW
Romo Vinsen melayani umat Katolik Indonesia yang tinggal di negara bagian Nordrhein-Westfalen, Jerman. Jemaatnya tersebar di Kota Bochum, Bonn, Düsseldorf dan Köln.
Foto: DW/R. A. Putra
Terus promosikan budaya Indonesia
Kecintaannya pada budaya nusantara mendorongnya bersama warga Indonesia lainnya mendirikan grup musik Angklung Nusantara Sankt Augustin (ANSA) pada tahun 2017 di Jerman. ANSA kerap tampil di panggung-panggung internasional. “Saya sangat berminat mengembangkan dan mempromosikan keindahan budaya Indonesia di luar negeri, khususnya di bidang seni musik,” ujarnya. (yp/ra/rzn/ap)
Foto: DW/R. A. Putra
5 foto1 | 5
Lebih lanjut ia menyatakan kalau kedua organisasi tersebut menanamkan dan mengembangkan warisan nilai budaya Indonesia yang mengutamakan kerukunan, kebersamaan, serta menghargai hak orang lain.
“Intinya, sebagai pendeta Katolik dan bagian dari kelompok minoritas saya mengakui NU dan Muhammadiyah meskipun jadi mayoritas tidak pernah menjadi ancaman bagi kami kelompok minoritas. Sebaliknya, kehadiran kedua organisasi ini di tengah masyarakat Indonesia memberikan rasa aman dan jaminan bahwa nilai-nilai pluralisme dan toleransi akan tetap terjaga dan tumbuh di Indonesia,” tutur Romo Magnis.
Seminar yang digagas bersama oleh Peace Research Institute Oslo (PRIO) dan KBRI Oslo ini bertujuan untuk mengenalkan dan memublikasikan kepada publik Oslo tentang NU dan Muhammadiyah serta perannya dalam menangkal radikalisme di Indonesia. Sebelumnya, pada Januari 2019 lalu dua organisasi Islam terbesar Indonesia ini telah dinominasikan sebagai penerima penghargaan Nobel Perdamaian.
Organisasi pemersatu
Dalam seminar tersebut hadir juga Prof. Dr. Azyumardi Azra dan Direktur Wahid Institut Yenny Wahid. Prof Azra mencontohkan pengaruh besar NU dan Muhammadiyah terlihat pada saat Indonesia dilanda krisis pasca runtuhnya Orde Baru tahun 1998. Saat itu Gus Dur yang merupakan tokoh NU terpilih sebagai Presiden Indonesia.
“Meski banyak yang mengkhawatirkan Indonesia akan pecah tapi saya tetap optimis selama kita bisa menjaga Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan yang telah diwariskan pendiri bangsa, Indonesia akan tetap utuh. Dan kita yakin NU dan Muhammadiyah adalah guardian nilai-nilai tersebut untuk tetap tumbuh di masyarakat,” jelas Prof Azra.
Sementara Yenny Wahid dalam paparannya menyampaikan bahwa untuk bisa melawan radikalisme maka perlu diteliti kelompok mana saja yang rentan dan menjadi target dari kelompok radikalis.
“Kalau kita amati setidaknya ada beberapa sebab. Di antaranya ketakutan yang berlebih dan selalu merasa kekurangan materi, memahami literatur agama secara tekstual saja, gampang terpengaruh oleh informasi keliru dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama yang cenderung menyebar kebencian. Sebab lainnya adalah mereka yang memiliki kecenderungan terhadap intoleransi dan menafikan hak kelompok yang berbeda paham,” ujar Yenny.
Yenny juga menekankan perlunya NU dan Muhammadiyah untuk menjadi aktor utama dalam melakukan konter narasi dan konter identitas terkait maraknya hoaks dan fake news di media sosial.
ae/ts (KBRI Norwegia)
Singapura: Kemewahan Nan Kaya Nuansa Tradisi
Singapura adalah negara dengan jalan-jalan bersih, pencakar langit futuristis dan berbagai ragam makanan internasional. Apa yang paling membuat Anda terkesan akan negara tetangga Indonesia ini?
Foto: picture-alliance/Global Travel Images
Singgah di Singapura
Singa adalah binatang yang jadi panutan. Singa berkaki ikan yang disebut Merlion jadi lambang negara pulau ini. Kata Singa berasal dari bahasa Sansekerta. Singapura berkembang dari kota pelabuhan reyot menjadi salah satu kota metropolis panutan di Asia.
Foto: picture-alliance/robertharding/G. Hellier
Marina Bay
Kawasan ini adalah yang termuda di Singapura, dan jadi destinasi populer bagi siapapun yang singgah. Banyak bagiannya bisa dikunjungi hanya dengan berjalan kaki. Di bagian kanan foto tampak gedung-gedung kolonial bercampur dengan gedung tinggi distrik keuangan. Di bagian kiri tampak pusat perbelanjaan raksasa Marina Bay Sands Hotel, dan ArtScience Museum yang berbentuk seperti lotus.
Foto: picture-alliance/robertharding/G. Hellier
Marina Bay Sands Hotel
Dari segi arsitektur bergaya dan spektakuler, Singapura tidak kekurangan apapun. Marina Bay Sands Hotel — atau MBS — adalah daya tarik baru. Menara-menaranya melayang 200 meter di atas tanah dan beratap teras yang disebut SkyPark.
Foto: DW/A. Termèche
Di atas atap Singapura
Di atas teras terdapat kolam renang inifity yang fantastis. Lokasinya di lantai ke 57 Tetapi hanya mereka yang menyewa kamar di MBS yang punyak akses ke kolam renang. Untuk kamar tunggal biaya sewa sekitar 4.800.000 Rupiah.
Foto: picture alliance/robertharding
Taman di tepi teluk
Penduduk Singapura jumlahnya hampir 6 juta. Walaupun lahannya kecil, Singapura tetap jadi kota paling hijau di Asia. Taman di tepi teluk adalah proyek hijau terakhir di kota itu. Di antara pohon raksasa yang futuristik terbentang jalanan di udara, dan menyediakan pemandangan indah di atas kompleks seluas 101 hektar. Di malam hari pohon buatan diterangi lampu.
Foto: DW/A. Termèche
Bay South Garden
Termasuk di taman juga dua rumah kaca raksasa, yang berbentuk seperti kerang raksasa. Rumah kaca yang disebut Flower Dome terdaftar dalam Guinness Book of World Records sebagai rumah kaca terbesar dunia. Rumah kaca yang lebih kecil disebut Cloud Forest, dan menjadi hutan tropis yang terselubung embun.
Foto: DW/A. Termèche
Teater Esplanade
Alam juga jadi inspirasi bagi kompleks ini. Termasuk di dalamnya teater yang mampu menampung 2.000 penonton, sebuah aula konser dengan 1.600 kursi serta sebuah pusat perbelanjaan. Bagian luarnya mencontoh kulit durian.
Foto: picture-alliance/dpa/H.-P. Lochmann
Orchard Road
Berbelanja adalah aktivitas sebagian besar turis. Di mana-mana ada pusat perbelanjaan mewah, yang buka mulai pukul 10 pagi hingga 10 malam, tujuh hari seminggu. Salah satu kawasan perbelanjaan paling terkenal adalah Orchard Road.
Foto: picture-alliance/dpa/How Hwee Young
Perayaan Imlek
Di Singapura, warga beragama Buddha, Muslim, Hindu dan Kristen hidup bersama secara damai. Jalan-jalan di Chinatown, Little India dan Arab Street jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, terutama selama peringatan Imlek. Tiap agama berhak menetapkan dua hari raya keagamaan.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Morrison
Tempat makan
Kecintaan pada makanan menyatukan seluruh warga Singapura, tidak peduli asalnya. Jika Anda sebagai pendatang melihat antrian pegawai di sebuah jalan di jam makan siang, Anda sudah menemukan tempat membeli "makanan jalanan" yang lezat, sebutannya "hawker food". Mie Chan Hon Meng di Chinatown bahkan dapat bintang Michelin tahun 2017. Biasanya bintang Michelin hanya diberikan bagi restoran.
Foto: Kyle Malinda-White/dpa/picture-alliance
Tradisi
Singapura adalah salah satu kota paling kaya di dunia. Walaupun kemewahan bisa dilihat di mana-mana, tradisi kental para warganya juga tampak jelas. Kuil Hindu (foto: kuil Sri Mariamman), vihara, masjid dan gereja tampak berdiri di mana-mana. Penulis: Anne Termèche (ml/ap)