Pasar kembali melirik Indonesia menyusul kebijakan deregulasi pemerintah. Hasilnya Rupiah menguat dan investor berdatangan. Kini Jakarta siap menelurkan paket kebijakan baru, antara lain penurunan harga BBM.
Iklan
Ada masanya ketika Presiden Joko Widodo mengecewakan pasar. Ia dikatakan tunduk dan membungkuk pada tekanan politik di Senayan. Kebijakan ekonominya kaku dan proteksionis. Maka investor menyimpan ragu. Setidaknya sampai saat ini.
Setelah bulan-bulan penuh ketidakpastian, Jokowi mulai merasa muak menurut kabar yang tersiar dari lingkaran dalam istana. Berawal dari perombakan kabinet Agustus silam, ia mengumumkan dua paket deregulasi kebijakan buat merangsang investasi dan ekspor/impor. Pekan ini ia berniat meluncurkan paket ekonomi ketiga.
Salah satu strategi Istana Negara adalah menurunkan harga bahan bakar minyak buat memutar kembali roda ekonomi. "Penurunan BBM ini terutama yang menyangkut industri, bukan rumah tangga," kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution kepada harian Merdeka.
Dibayangi pergerakan Rupiah yang menyerupai level krisis moneter 1998, Jokowi yang dikenal sabar dan santun, dilaporkan bersuara lantang kepada para menterinya di tengah rapat kabinet pekan lalu yang membahas hambatan birokrasi.
"Masyarakat belum menyadari betapa siapnya presiden mendobrak kebiasaan dan tradisi," kata Menteri Perdagangan Thomas Lembong. "Kita merasa cepat puas dengan boom di sektor komoditi. Kita membutuhkan sentakan," imbuhnya.
Indonesia rata-rata mencatat pertumbuhan sebesar enam persen per tahun. Tapi ketika konsumsi dan ekspor menyusut, Jakarta mereduksi ekspektasi pertumbuhan menjadi cuma 4,9 persen tahun ini.
Jokowi bertaruh pada investasi asing buat memotori pertumbuhan ekonomi. Maka tantangan terbesarnya adalah birokrasi yang lamban dan korup, serta lemahnya infrastruktur. Lembong adalah salah satu dalang di balik kebijakan deregulasi pemerintah.
Ia misalnya mempermudah izin perdagangan dan mencabut peraturan yang mewajibkan semua importir buat menempelkan label berbahasa Indonesia pada setiap produknya. "Sejarah 100 tahun terakhir membuktikan bahwa proteksionisme ujung-ujungnya selalu menjadi bumerang."
rzn/yf
Kekuatan Ekonomi Global Masa Depan
Cina diprediksi akan merajai perekonomian dunia tahun 2050 menurut Economist Intelligence Unit. Tapi kiprah negeri tirai bambu itu bukan temuan yang paling mengejutkan, melainkan posisi Indonesia.
Foto: Fotolia
1. Cina
Negeri tirai bambu ini berada di peringkat kedua daftar negara sesuai besaran Produk Domestik Brutto-nya (PDB). Cina tahun 2014 berada di posisi kedua, di bawah AS dengan 11,212 Triliun Dollar AS. Tapi pada tahun 2050, Economist Intelligence Unit memprediksi Cina akan mampu melipatgandakan PDB-nya menjadi 105,916 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/CTK Photo
2. Amerika Serikat
Saat ini AS masih mendominasi perekonomian global. Dengan nilai nominal PDB yang berada di kisaran 17,419 Triliun Dollar AS per tahun, tidak ada negara lain yang mampu menyaingi negeri paman sam itu. Tapi untuk 2050 ceritanya berbeda. AS akan turun ke peringkat dua dengan nilai PDB 70,913 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa/J. F. Martin
3. India
Tahun 2050 India akan menikmati pertumbuhan konstan di kisaran 5%, menurut studi EIU. Saat ini raksasa Asia Selatan ini bertengger di posisi sembilan daftar raksasa ekonomi terbesar dunia dengan nilai PDB 2 Triliun Dollar AS. Tapi 35 tahun kemudian India akan merangsek ke posisi ketiga di bawah AS dengan pendapatan nasional sebesar 63 triliun Dollar AS.
Foto: Reuters/N. Chitrakar
4. Indonesia
Perekonomian Indonesia membaik setekah tiga kali bangkrut menyusul krisis moneter berkepanjangan. Saat ini Indonesia mencatat nilai nominal PDB sebesar 895 Miliar Dollar AS dan berada di peringkat 16 dalam daftar kekuatan ekonomi global. Tahun 2050, Econimist Intelligence Unit memproyeksikan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat dengan PDB sebesar 15,4 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa
5. Jepang
Serupa AS, Jepang terpaksa turun peringkat di tahun 2050. Saat ini negeri sakura itu masih bertengger di posisi ketiga kekuatan ekonomi terbesar sejagad, dengan perolehan PDB sebesar 4,6 Triliun Dollar AS. 35 tahun kemudian, Jepang digeser oleh Indonesia dan terpaksa melorot ke peringkat lima dengan 11,7 Triliun Dollar AS.
Foto: AP
6. Jerman
Perekonomian Jerman banyak ditopang oleh sektor riil yang didominasi oleh industri padat karya. Tapi menurut EIU, justru sektor inilah yang akan banyak menyusut di masa depan. Jerman diyakini bakal kehilangan seperlima tenaga kerjanya pada 2050. Hasilnya, Jerman yang saat ini di posisi keempat dengan PDB sebesar 3,8 Triliun, akan merosot ke posisi enam dengan perolehan 11,3 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/Caro
7. Brasil
Dari semua negara di posisi sepuluh besar, cuma Brasil yang tidak berubah. Saat ini raksasa Amerika Selatan itu berada di posisi tujuh dengan nominal PDB sebesar 2,3 Triliun Dollar AS. Di posisi yang sama Brasil bakal mencatat perolehan sebesar 10,3 Triliun Dollar AS tahun 2050.