1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikGlobal

Rusia Benarkan Tindakan Invasi dalam Pertemuan Darurat PBB

1 Maret 2022

Mayoritas negara anggota PBB diprediksi akan memutuskan untuk mengecam tindakan Rusia. Dengan kondisi yang semakin terisolasi, Rusia justru membela operasi militernya dan menyalahkan kekerasan di Kiev.

Demonstran yang mendukung Ukraina berkumpul di luar PBB, New York, Senin (28/02)
Para pengunjuk rasa berkumpul di luar markas besar PBB, Manhattan, AS, selama pertemuan darurat Majelis UmumFoto: John Minchillo/AP Photo/picture alliance

Sebanyak 193 perwakilan negara anggota Majelis Umum PBB mengheningkan cipta selama satu menit pada hari Senin (28/02) untuk para korban perang di Ukraina, ketika para delegasi menghadiri pertemuan darurat guna membahas resolusi yang mengutuk "agresi" Moskow.

Rusia mendapati dirinya semakin terisolasi, tetapi justru membela operasi militernya dan menyalahkan kekerasan di Kiev selama sesi khusus ke-11 dalam sejarah 77 tahun PBB.

Anggota majelis akan memberikan suara pada kecaman simbolis atas tindakan Rusia, tetapi yang dipandang sebagai barometer penting tidak hanya untuk kecamannya atas agresi Moskow, tetapi juga untuk sikap global terhadap otoritarianisme yang merayap di seluruh dunia.

Tidak seperti Dewan Keamanan yang lebih menonjol, di mana jika ada satu suara menentang dari pemegang hak veto, Rusia dapat menggagalkan mosi atau resolusi apa pun, seperti yang terjadi dalam sesi darurat hari Jumat (25/02).

Negara-negara tertentu, seperti Suriah, Cina, dan India, diperkirakan akan memberikan suara menentang atau abstain mengutuk invasi Moskow pada Rabu (02/03), sementara mereka yang berada di balik resolusi itu mengharapkan lebih dari 100 suara mendukung.

Apa yang dikatakan perwakilan Ukraina?

Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, secara mengejutkan mengkritik Rusia dalam pidatonya di depan majelis dan menyebut keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk meningkatkan kesiapan nuklir negaranya sebagai "kegilaan".

Sergiy Kyslytsya, Duta Besar Ukraina untuk PBB, membandingkan invasi Rusia ke Ukraina dengan invasi yang dilakukan oleh Nazi selama Perang Dunia IIFoto: John Minchillo/AP Photo/picture alliance

Kyslytsya menuduh Moskow menargetkan bangunan tempat tinggal dan infrastruktur sipil, yang dia kutuk sebagai "kejahatan perang."

"Jika Ukraina tidak bertahan, perdamaian internasional tidak akan bertahan. Jika Ukraina tidak bertahan, PBB tidak akan bertahan ... Jika Ukraina tidak bertahan, kita tidak akan terkejut jika demokrasi gagal," kata Kyslytsya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga mengutuk kekerasan tersebut. "Cukup sudah. Prajurit harus kembali ke barak mereka. Para pemimpin harus pindah ke perdamaian. Warga sipil harus dilindungi," katanya.

Bagaimana Rusia mempertahankan invasinya?

Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya, mengulangi klaim yang dibuat oleh Putin ketika dia meluncurkan invasi pekan lalu dan menyalahkan Kiev atas perang tersebut, serta mengklaim bahwa perang itu telah melanggar perjanjian Minsk dan mengulangi tekad bahwa Moskow ingin "demiliterisasi dan de-nazifikasi" Ukraina.

Rusia juga mengklaim bahwa mereka melakukan pembelaan diri sesuai dengan Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi anggota PBB lainnya telah menolak klaim itu, dengan mengatakan Rusia melanggar Pasal 2, yang mengatakan negara tidak boleh menggunakan kekuatan untuk menyelesaikan suatu krisis.

Pidato Nebenzya dilakukan setelah Kyslytsya memberi pernyataanFoto: John Minchillo/AP Photo/picture alliance

Nebenzya juga mengatakan kepada majelis bahwa "tentara Rusia tidak menimbulkan ancaman bagi warga sipil Ukraina, tidak menembaki wilayah sipil." Pernyataan yang bertentangan dengan adanya beberapa laporan serangan Rusia menghantam daerah pemukiman dan membunuh warga sipil di Ukraina.

Duta Besar Cina, Zhang Jun, mengatakan kepada majelis bahwa "tidak ada yang bisa diperoleh dari memulai Perang Dingin yang baru." Beijing telah menolak untuk mengutuk tindakan Rusia, tetapi menyerukan negosiasi untuk mengakhiri kekerasan.

Tudingan Rusia gunakan bom vakum

Duta Besar Ukraina untuk Amerika Serikat mengimbau anggota Kongres AS untuk bantuan lebih lanjut pada Senin (28/02) karena negaranya menolak "perang brutal" dari Rusia, dengan mengatakan Rusia telah menggunakan bom vakum pada Senin (28/02) dalam invasinya ke Ukraina.

"Mereka menggunakan bom vakum hari ini (28/02), yang sebenarnya dilarang oleh konvensi Jenewa," kata Duta Besar Oksana Markarova setelah pertemuan dengan anggota parlemen. "Kehancuran yang coba ditimbulkan oleh Rusia di Ukraina sangat besar."

Dia mengatakan Ukraina bekerja secara aktif dengan pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan Kongres untuk mendapatkan lebih banyak senjata dan sanksi yang lebih keras.

"Mereka harus membayar, mereka harus membayar harga yang mahal," katanya kepada wartawan setelah meninggalkan pertemuan.

Seorang anggota parlemen yang menghadiri pertemuan itu, Perwakilan Demokrat Brad Sherman, mengatakan bahwa Ukraina telah meminta zona larangan terbang yang diberlakukan AS di atas Ukraina, tetapi dia merasa langkah itu terlalu berbahaya karena dapat memicu konflik dengan Rusia.

Bom vakum menggunakan oksigen dari udara sekitarnya untuk menghasilkan ledakan suhu tinggi, biasanya menghasilkan gelombang ledakan dengan durasi yang jauh lebih lama daripada ledakan konvensional.

ha/pkp  (Reuters, AFP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait