Rusia Berlakukan Gencatan Senjata Tiga Jam di Aleppo
11 Agustus 2016
Untuk menjamin pasokan bantuan kemanusiaan terhadap penduduk sipil, Rusia memberlakukan gencatan senjata selama tiga jam setiap hari di Aleppo. Namun PBB mengritik rencana tersebut tidak cukup.
Iklan
Kementerian Pertahanan Rusia memberlakukan gencatan senjata selama tiga jam setiap hari di kota Aleppo, Suriah. Langkah tersebut diambil untuk membuka koridor bagi bantuan kemanusiaan.
"Untuk menjamin keamanan konvoi ke Aleppo, akan ada jendela kemanusiaan setiap hari antara jam 10:00 hingga 13:00 waktu setempat, di mana setiap bentuk operasi militer, serangan udara dan artileri akan dihentikan," tutur Letnan Jendral Sergey Rudskoy, Kepala Staf Angkatan Darat Rusia.
Rudskoy tidak merinci berapa hari gencatan senjata tersebut akan diberlakukan.
Sesaat setelah pengumuman Moskow, Perserikatan Bangsa Bangsa mengklaim gencatan senjata selama tiga jam setiap hari tidak akan cukup buat menjamin kebutuhan penduduk sipil Aleppo.
"Untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan, kami butuh dua jalur dan waktu selama 48 jam untuk bisa mengirimkan truk-truk pengangkut," kata Stephen O'Brien, Koordinator Bantuan Kemanusiaan PBB.
"Ketika kami ditawarkan jendela tiga jam, Anda harus bertanya apa yang bisa diraih dalam waktu tiga jam." PBB sebaliknya mengusulkan gencatan senjata selama 48 jam setiap pekan untuk pengiriman bantuan.
Hingga dua juta penduduk sipil Aleppo terjebak di front pertempuran, tanpa akses air bersih, makanan dan obat-obatan. Selama empat hari terakhir penduduk bahkan harus hidup tanpa ketersediaan air sama sekali.
Namun begitu, Rudosky mengklaim pihaknya telah membangun jalan baru ke arah utara Aleppo, melalui pusat perbelanjaan setempat untuk "menjamin keamanan dan pasokan tanpa henti untuk makanan, air, bahan bakar, obat-obatan dan kebutuhan lainnya."
"Kami mendukung proposal PBB untuk membentuk pengawasan bersama terhadap program pengiriman bantuan kemanusiaan untuk penduduk Aleppo melalui jalan Castello," ujarnya.
Jalan Castello adalah satu-satunya ruas jalan terbesar di Aleppo yang melintasi kawasan timur kota yang dikuasai oleh tentara pemberontak.
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.