1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rusia dan AS Tak Terlalu Optimis dengan Pertemuan di Jenewa

10 Januari 2022

Moskow mengatakan "kecewa" dengan sinyal dari Amerika Serikat (AS) dan NATO menjelang pembicaraan di Jenewa pada hari Senin (10/01), di mana mereka akan membahas krisis di perbatasan Ukraina.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei RyabkovFoto: Maxim Shemetov/REUTERS

Rusia mengatakan bahwa mereka tidak begitu optimis bahwa pertemuan yang direncanakan dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO pada pekan ini dapat meredakan ketegangan di perbatasan Ukraina, demikian kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada hari Minggu (09/01).

Kepada kantor berita Interfax, Ryabkov mengatakan akan "naif" untuk mengharapkan "kemajuan, apalagi kemajuan yang cepat."

Ryabkov diperkirakan akan ambil bagian dalam pertemuan puncak yang dijadwalkan di Jenewa pada hari Senin (10/01) sebelum pindah ke Brussel dan Wina. Ia dilaporkan telah tiba di Swiss pada Minggu (09/01) sore waktu setempat dan bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman pada malam harinya.

Kremlin telah membuat serangkaian tuntutan mengenai hubungan Ukraina dengan NATO dan ekspansi NATO di Eropa Timur. Sebagai tanggapan, Washington telah menjelaskan bahwa banyak dari tuntutan itu yang tidak mungkin berhasil. Rusia pun menegaskan bahwa mereka tidak akan mundur.

"Kami tidak akan menyetujui konsesi apa pun. Itu sepenuhnya dikecualikan," kata Ryabkov. "Kami kecewa dengan sinyal yang datang dalam beberapa hari terakhir dari Washington dan juga dari Brussel."

Menanggapi pertemuan yang telah diagendakan tersebut, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Minggu (09/01) juga mengatakan hal senada dengan Ryabkov.

"Saya tidak berpikir kita akan melihat terobosan dalam minggu mendatang," kata Blinken.

Mengapa Rusia dan AS bertemu?

Pertemuan tingkat tinggi pekan ini, di mana perwakilan Rusia akan bertemu dengan delegasi AS, NATO, dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE), bertujuan untuk membahas pengendalian senjata nuklir dan meredakan ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia. Rusia sendiri telah mengumpulkan pasukan di perbatasannya dengan Ukraina, memicu kekhawatiran akan invasi skala penuh.

Kremlin telah menuntut jaminan bahwa Ukraina tidak akan pernah diberikan keanggotaan NATO - aliansi yang dibentuk untuk melawan pengaruh Uni Soviet di Eropa Timur selama Perang Dingin.

Meskipun tidak ada proses yang sedang berlangsung untuk membawa Kiev ke dalam aliansi, AS dan NATO telah menolak upaya Moskow untuk mendikte kebijakan luar negeri Ukraina.

Apa konsekuensi yang menanti Rusia?

Blinken menjelaskan pilihan yang dimiliki Rusia saat ini. "Ada jalan dialog dan diplomasi untuk mencoba menyelesaikan beberapa perbedaan ini dan menghindari konfrontasi," katanya.

Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden telah melakukan dua kali pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada bulan Desember lalu.

Biden memperingatkan Putin jika Moskow menginvasi Ukraina lagi, setelah mencaplok Semenanjung Krimea pada tahun 2014 silam. Biden mengatakan Rusia dapat menerima sanksi lebih lanjut, mencakup dibatalkannya jalur pipa gas Nord Stream 2 yang kontroversial di Laut Baltik atau bahkan memutuskan hubungan Rusia dari jaringan perbankan global.

AS juga mempertimbangkan untuk mengirim lebih banyak pasukan NATO ke negara-negara bekas Soviet di Baltik, yang sejak itu bergabung dengan NATO, dilansir kantor berita AFP. Selain itu, Washington sedang mempertimbangkan pengiriman bala bantuan ke anggota NATO lainnya di Eropa Timur.

Moskow telah meningkatkan tekanannya pada Kiev sejak revolusi pada tahun 2014 yang menggulingkan pemerintahan yang dipimpin mantan Presiden Viktor Yanukovych. Di bawah Yanukovich, pemerintahan Ukraina menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Moskow. Pasukan Rusia diyakini telah mendukung separatis di timur negara itu sejak saat itu.

rap/ha (AFP, Reuters, Interfax)