Menurut pejabat badan intelijen AS, Rusia tawarkan uang kepada militan yang terkait Taliban untuk bunuh tentara AS di Afghanistan. Presiden Trump sangkal, pernah dapat informasi mengenai hal itu.
Iklan
Menurut hasil penyelidikan intelijen, Rusia menawarkan uang kepada sejumlah militan yang terkait Taliban, untuk membunuh tentara AS di Afghanistan. Upaya itu dilancarkan Rusia saat AS dan Taliban mengadakan pembicaraan untuk mengakhiri perang yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Kesimpulan intelijen itu pertama kali dilaporan media AS, The New York Times. Setelah itu beberapa pejabat intelijen AS, yang tidak bersedia mengungkap nama, menyatakan kebenaran laporan kepada kantor berita The Associated Press (AP).
Trump nyatakan tidak dapat informasi
Sejauh ini belum jelas, apakah Presiden Donald Trump mengetahui aksi yang dilancarkan Rusia. Para pejabat intelijen AS mengatakan kepada AP, awal tahun ini Trump sudah diberitahukan. Hal itu juga diungkap kepada The New York Times. Dua pejabat intelijen menyatakan yakin, sedikitnya seorang tentara AS tewas akibat aksi Rusia tersebut.
Trump menyangkal mendapat informasi. Lewat cuitan di jejaring sosial Twitter, Trump menyatakan, baik dirinya maupun Wakil Presiden Mike Pence tidak mendapat informasi mengenainya. Dalam cuitan hari Minggu (28/06) Trump menyatakan, ia hanya diberitahu bahwa pejabat intelijen tidak memberikan informasi kepadanya, karena mereka menganggap itu informasi yang tidak bisa dipercaya.
Badan Keamanan Gedung Putih tidak menegaskan adanya informasi tersebut. Namun badan itu mengungkap bahwa AS setiap hari mendapat ribuan laporan intelijen, dan masih harus diteliti sebaik mungkin.
Sejumlah politisi sudah menuntut kejelasan mengenai laporan tersebut. Joe Biden dari Partai Demokrat menyatakan, sangat mengejutkan jika Trump terbukti mengetahui soal tawaran Rusia tersebut, dan tidak mengambil tindakan apapun selama berbulan-bulan sehingga membahayakan nyawa tentara AS.
Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban
Generasi Z Afghanistan dibesarkan dalam 17 tahun perang dan kehadiran militer internasional. Masa depan yang mengikutsertakan perdamaian dengan Taliban menimbulkan perasaan penuh harapan sekaligus rasa takut.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Sulta Qasim Sayeedi, 18, model
Sayeedi sering merambah Facebook, YouTube dan Instagram untuk mempelajari dunia fesyen dan model serta mencari inspirasi dari selebriti favoritnya, seperti Justin Bieber. "Kami khawatir, jika Taliban datang, kami tidak bisa lagi mengelar mode show," katanya. Namun ia juga berujar, sudah saatnya perdamaian datang.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Maram Atayee, 16 tahun, pianis
"Hal yang paling mengkhawatirkan bagi saya, jika Taliban kembali, saya tidak bisa bermain musik lagi," kata Maram Atayee. Ia belajar main piano di sekolah musik di Kabul. Bagus, jika pemerintah mencapai kesepakatan damai dengan Taliban. Dan nanti akses untuk bermusik harus terbuka bagi semua orang, dan hak-hak perempuan harus dijaga. Demikian tuntutan Atayee.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Hussain, 19, penata rambut
"Saya optimis mendengar Taliban ikut proses perdamaian," kata Hussain yang punya salon di Kabul. Seperti banyak warga muda Afghanistan lainnya, ia dibesarkan di Iran, di mana jutaan warga Afghanistan mengungsi. "Itu akan jadi akhir perang dan konflik di negara kami." Tapi ia juga berkata, ingin agar Taliban mengubah kebijakan dan tidak bersikap seperti dulu.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mahdi Zahak, 25, seniman
Tentu ada harapan bagi perdamaian, kata Zahak. "Tetapi kita bisa benar-benar mendapat perdamaian adalah jika Taliban menerima kemajuan yang sudah terjadi di negara ini dalam 17 tahun terakhir, dan membiarkan orang lain menikmati hidup mereka."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Kawsar Sherzad, 17, atlet bela diri
"Perempuan Afghanistan sudah punya banyak pencapaian di dunia olah raga. Jadi saya optimis Taliban akan menerima kemajuan perempuan ini," demikian ungkap Sherzad. Untuk wawancara, atlet cabang olah raga Muay Thai ini berpose di sebuah klub di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Nadim Quraishi, 19, pemilik toko game
"Kami ingin melihat berakhirnya konflik di negara ini. Kami punya harapan besar, perdamaian akan berlangsung lama antara pemerintah dan Taliban," kata Quraishi. Untuk foto, ia berpose di depan toko gamenya di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Zarghona Haidari, 22, bekerja di toko buku
"Saya tidak terlalu optimis tentang perdamaian di negara ini." kata Haidari, yang bekerja di sebuah toko buku di Shahr Ketab Centre. Ia menambahkan, "Saya tidak yakin, Taliban akan mencapai kesepakatan perdamaian dengan pemerintah."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mohammad Jawed Momand, 22, dokter
"Perdamaian menuntut semua pihak untuk meletakkan senjata, dan memikirkan pendidikan serta kemakmuran di negara ini," demikian dikatakan Momand. Laporan demografi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan 60% dari 35 juta populasi Afghanistan berusia di bawah 25 tahun. Demikian keterangan Sumber: Reuters (Ed.: ml/as)
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
8 foto1 | 8
Rusia: "Omong kosong”
Rusia menyebut laporan tersebut "omong kosong”. Sementara seorang juru bicara Taliban mengatakan, pihaknya "menolak tudingan itu sepenuhnya”. Mereka juga mengatakan, tidak "berutang budi kepada badan intelijen dari negara manapun.''
Keterlibatan Rusia di Afghanistan bukan hal baru lagi bagi pejabat intelijen dan komando militer di negara itu. Tetapi sejumlah pejabat mengungkap, Rusia semakin agresif dalam upaya mereka untuk mengontrak anggota Taliban serta Haqqani, sebuah kelompok militan yang terkait Taliban dan dinilai sebagai organisasi teroris. Rusia juga sudah pernah dikatakan mengadakan pertemuan dengan pimpinan Taliban di Doha, Qatar, dan di Afghanistan. Tetapi tidak jelas, apakah pertemuan itu untuk mendiskusikan pembayaran untuk melakukan pembunuhan.