Rusia hanya perlu tiga bulan intervensi militer di Suriah untuk sukses mencapai targetnya. Yakni menstabilkan pemerintahan Assad. Putin juga sukses dengan ongkos perang rendah dan korban sedikit.
Iklan
Keberhasilan strategi presiden Rusia, Vladimir Putin dalam intervensi militer di Suriah ini diakui dalam assessment yang dibuat pemerintah di Washington. “Tidak perlu diragukan lagi, posisi presiden Suriah, Bashar al Assad kini lebih aman dibanding sebelumnya”, ujar seorang petinggi di Pentagon kepada KB Reuters. Juga posisi tawar menawar Rusia di meja perundingan internasional terkait konflik Suriah langsung melambung. Kini tidak mungkin ada solusi damai tanpa keterlibatan Moskow.
Presiden Putin sebelummnya menegaskan, intervensi militer Rusia di Suriah memang bertujuan mengokohkan pemerintahan Assad dan membantunya memerangi Islamic State-ISIS. Sementara negara barat menuding serangan udara Rusia terutama ditujukan ke posisi pemberontak moderat. Salah satu grup yang diklaim moderat adalah Front Al-Nusra yang sempalan Al Qaida.
Russia launches airstrikes
00:38
Lima pejabat tinggi pemerintah Amerika yang diwawancarai Reuters, secara senada juga mengakui sukses strategi Putin di Suriah. “Secara umum misi Rusia di Suriah sukses, dan ongkos perang relatif rendah”. Amerika Serikat dan aliansinya yang telah melakukan intervensi militer lebih dari tiga tahun, tidak berhasil mengubah perimbangan kekuatan di negara yang dicabik perang saudara sejak lebih dari empat tahun itu. Ironisnya, justru kekuatan dan kawasan yang bisa direbut Islamic State – ISIS di Suriah dan Irak makin kokoh dan meluas.
Sejak mulai melancarkan intervensi militer di Suriah, 30 September 2015, menurut laporan resmi Kremlin hanya tiga orang personal militernya tewas dalam misi tersebut. Juga ongkos operasi militer amat rendah, ditaksir hanya satu milyar US Dolar setahun, yang diambil dari anggaran militer rutin di Moskow, yang jumlahnya 54 milyar US Dolar setahun.
Tes senjata baru dan habiskan munisi lama
Intervensi militer Rusia di Suriah ibaratnya sekali tepuk dua sasaran kena. Pertama militer Rusia bisa mengujicoba persenjataan terbaru di medan perang yang sesungguhnya. Dan kedua, Moskow bisa "cuci gudang“ menghabiskan persediaan bom dan munisi konvensional lawan dari zaman Uni Sovyet.
Seorang petinggi militer di Moskow mengatakan, semua data dan informasi yang diperoleh dari medan pertempuran langsung diintegrasikan pada taktik dan strategi militer terbaru. Hal ini juga dibenarkan oleh petinggi dinas intelejen di Pentagon. “Rusia tidak membabi buta melancarkan operasi militer di Suriah. Mereka menarik keuntungan, dari ongkos perang yang amat rendah.”
Saat ini Rusia diperkirakan mengerahkan 5.000 personal di Suriah. Terdiri dari serdadu, pilot jet tempur, petugas intelejen, logistik serta perwira konsultan bagi angkatan bersenjata Suriah. Dengan ongkos operasi amat rendah, Rusia bisa mempertahankan misinya di Suriah dalam tempo amat lama.
Beruang Merah Menggebrak di Suriah
Lama bergeming, Rusia kini melibatkan diri dalam konflik Suriah. Negeri beruang merah itu melancarkan serangan udara dan memperkuat kehadiran armada lautnya di perairan Suriah. Semua demi menyelamakan Bashar al Assad.
Foto: picture-alliance/dpa
Dominasi di Langit
Rusia menabuh genderang perang dan mengusir angkatan udara Amerika Serikat dari kawasan udara Suriah. Satu jam menjelang serangan, atase militer Rusia di Baghdad menghubungi rekan sejawatnya di kedutaan AS buat menyampaikan peringatan tersebut. Belasan pesawat tempur jenis MiG-29 dan Su-34 kemudian diterbangkan buat menghancurkan beberapa target milik siapapun yang berperang dengan pasukan Assad.
Foto: picture-alliance/ZB/J. Büttner
Menarget Musuh Assad
Media awalnya sempat melaporkan, pesawat tempur Rusia bukan membidik ISIS, melainkan kelompok Free Syrian Army yang dikenal moderat. Namun beberapa jam kemudian, Moskow memastikan pihaknya juga melancarkan serangan terhadap kelompok fanatik Islam. Terkait tudingan AS, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengaku pihaknya "bertanggungjawab atas semua target serangan."
Foto: imago/ITAR-TASS
Petaka dari Udara
Pemantau asing melaporkan, angkatan udara Rusia melancarkan serangkaian serangan udara di tiga provinsi, termasuk Homs yang dikuasai Free Syrian Army. Foto ini diambil di distrik Talbisseh. Kelompok HAM mengabarkan sekitar 27 warga sipil tewas dalam serangan udara Rusia.
Foto: Getty Images/AFP/M. Taha
Teknologi Termutakhir
Kehadiran militer Rusia di Suriah sudah ada sejak tahun 1970an. Tapi baru kali ini Moskow menerjunkan langsung pasukannya dalam konflik bersenjata. Citra udara berikut menunjukkan kekuatan militer Rusia di pangkalan udara Lattakia. Rusia antara lain mengirimkan jet tempur, Su-30, yang berdaya jelajah 3000km. Beberapa meyakini Moskow juga menyiapkan pesawat tempur teranyar yang dimilikinya, Su-34
Foto: Reuters/www.Stratfor.com/Airbus Defense and Space
Angkatan Darat
Untuk mengamankan pangkalan militer di Lattakia, Moskow juga diyakini menerjunkan pasukan infanteri, sejumlah tank tempur tipe T-90, kendaraan angkut personel lapis baja BTR-80 dan peluru kendali anti serangan udara. Belum jelas apakah Rusia juga berniat menerjunkan angkatan daratnya dalam perang di Suriah.
Foto: picture-alliance/Russian Look
Raksasa Laut di Tartus
NATO mengkhawatirkan Rusia juga akan mengirimkan kapal induknya, Admiral Kuznetsov ke Suriah. Sejak pertama kali berlayar tahun 1995, negeri beruang merah itu telah berulangkali melabuhkan raksasa laut yang mampu mengangkut hingga 50 pesawat tempur itu di kota Tartus, sekitar 84 km dari Lattakia. Di kota pelabuhan Suriah itu Rusia memiliki pangkalan militer untuk armada lautnya.
Foto: picture alliance/dpa/Sana
Mengamankan Kepentingan
Pengamat meyakini, keterlibatan Rusia di Suriah adalah semata-mata demi mengamankan pengaruhnya di kawasan. Tanpa Suriah, Rusia antara lain akan kehilangan akses langsung ke Iran. Pelabuhan di Tartus, Suriah, misalnya merupakan satu-satunya pelabuhan laut dalam yang dikuasai Rusia di Laut Tengah. "Operasi militer ini punya batas waktu," kata Presiden Vladimir Putin.