1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rusia Kejutkan Barat Dengan Draft Resolusi Suriah

16 Desember 2011

Rusia menawarkan sebuah rancangan resolusi baru bagi kekerasan di Suriah kepada Dewan Keamanan PBB. Harapan negara-negara Barat akan adanya aksi PBB pun semakin besar seiring membesarnya potensi perang saudara di Suriah.

Pengunjuk rasa pro-rezim mengibarkan bendera Suriah di depan gambar Presiden Bashar al-Assad
Pengunjuk rasa pro-rezim mengibarkan bendera Suriah di depan gambar Presiden Bashar al-AssadFoto: dapd

Bagi perwakilan negara-negara Barat di Dewan Keamanan PBB, rancangan resolusi yang diajukan Rusia masih terlalu lemah. Namun mereka bersedia bernegosiasi. Itikad baik Rusia pun memecah kebuntuan di DK PBB, membuka kesempatan bagi resolusi pertama yang mungkin dikeluarkan PBB terhadap kekerasan yang telah berlangsung selama 9 bulan di Suriah.

Sekelompok aktivis melaporkan bahwa desertir militer Suriah menewaskan 27 tentara di sekitar Deraa. Peristiwa ini menjadi salah satu serangan paling mematikan terhadap kekuatan yang loyal terhadap Presiden Bashar al-Assad. Badan pengamat HAM Suriah menyebut 12 tentara tewas di Deraa yang menjadi lokasi pertama kalinya protes terhadap Assad pecah bulan Maret lalu. Dan 15 tentara lainnya tewas di pos penjagaan di bagian timur kota.

Tingginya angka korban mengindikasikan serangan terkoordinasi dari tentara pemberontak, sehingga menimbulkan kekhawatiran terjerumusnya Suriah ke dalam perang sipil. Menurut PBB, 5000 warga sipil tewas dalam rangkaian kekerasan yang dilancarkan rezim di Damaskus. Assad menampik dirinya memerintahkan pembunuhan para demonstran, dan mengatakan bahwa kelompok bersenjata telah menewaskan 1100 tentara. Tahun ini menjadi tantangan terberat bagi 11 tahun kekuasaan Assad (46) yang berasal dari keluarga minoritas Alawiyah yang telah berkuasa di negara mayoritas Sunni selama 4 dekade.

Gambar amatir memperlihatkan aksi militer Suriah di DeraaFoto: dapd

Perubahan sikap

Para diplomat Barat menilai resolusi DK PBB yang didukung sekutu lama Suriah, yakni Rusia, dapat benar-benar membawa perubahan. Oktober lalu, Rusia dan Cina memveto rancangan resolusi Eropa Barat yang berisi sanksi bagi Suriah. Sebelumnya, Rusia sudah dua kali mengajukan draft, namun negara-negara Barat menilai Rusia berusaha menyalahkan pemerintah dan oposisi Suriah.

Dalam draft yang disebarkan Rusia hari Kamis (15/12), kalimat-kalimat yang digunakan lebih tegas dan ada penambahan referensi berbunyi 'penggunaan kekerasan berlebihan oleh pemerintah Suriah.' Dalam rancangan resolusi tersebut, Rusia juga mendesak Damaskus untuk mengakhiri kekerasan terhadap warga yang berhak untuk berekspresi, berkumpul secara damai dan bersekutu.

Duta besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin, membenarkan bahwa Rusia tidak percaya bahwa baik pemerintah maupun oposisi sama-sama bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi. Namun menyerukan kepada kedua pihak untuk menghentikan kekerasan tanpa ancaman pemberlakuan sanksi. Moskow akan selalu menolak sanksi bagi Suriah, menurut Churkin.

Reaksi Barat

Duta besar Perancis Gerard Araud menilai draft Rusia masih butuh banyak amandemen. Di Washington, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menyatakan tidak setuju dengan sebagian isi draft, namun mengaku siap bekerjasama dengan Rusia yang untuk pertama kalinya mengakui bahwa konflik Suriah patut diangkat ke DK PBB.

Di London, Menlu Alistair Burt menilai Rusia memegang kunci pengetatan sanksi bagi Suriah. Inggris juga saat ini tengah mencari cara untuk memberlakukan sanksi baru bagi Damaskus melalui Uni Eropa. "Kami akan terus mencari jalan di bidang energi, transportasi, finansial, untuk memberi tekanan terhadap rezim Assad," tegas Burt.

Situasi terakhir

Sebuah laporan yang baru dikeluarkan Human Rights Watch berdasarkan wawancara dengan puluhan desertir menunjukkan bahwa para komandan militer Suriah memerintahkan tentara untuk menggunakan cara apa pun untuk menghentikan aksi protes. Tidak jarang memberi perintah langsung untuk membuka tembakan.

Seorang penembak jitu di Homs mengatakan komandannya memberi perintah jelas mengenai berapa persen demonstran yang harus tewas. "Dari 5000 pengunjuk rasa contohnya, target tewas sekitar 15 hingga 20 orang," ujarnya kepada HRW.

HRW mengidentifikasi 74 komandan yang memerintahkan, memberi otoritas atau menyetujui pembunuhan, penyiksaan, penangkapan tak berbasis selama protes anti-pemerintah berlangsung. "Penyalahgunaan semacam ini tergolong kekerasan terhadap kemanusiaan," demikian bunyi laporan HRW yang mendesak DK PBB menyeret Suriah ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).   

rtr/afp/Carissa Paramita

Editor: Christa Saloh-Foerster

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait