Rusia Pelajari Proposal Damai Iran Buat Nagorno-Karabakah
5 November 2020
Iran meminta Armenia mengembalikan Nagorno kepada Azerbaijan, yang sebaliknya harus menjamin keselamatan warga etnis Armenia. Teheran khawatir perang yang melibatkan militan Timur Tengah itu akan melebar ke negara lain
Iklan
Rusia sedang menganalisa proposal perdamaian yang diusulkan Iran belum lama ini. Wakil Menlu Rusia, Andrei Rudenko mengatakan, peta jalan damai itu diserahkan Wamenlu Iran, Abbas Abaqchi, dalam kunjungannya ke Moskow pekan lalu, demikian menurut Kantor Berita Interfax,
Sejak beberapa dekade terakhir, Grup Minsk yang terdiri atas Rusia, Prancis dan Amerika Serikat memediasi Armenia dan Azerbaijan dalam konflik di Nagorno-Karabakah. Namun kali ini, Iran yang tampil mengajukan diri buat menggalang proses damai.
“Kami sedang mempelajarinya dengan hati-hari,” kata Rudenko tanpa merinci isi proposal tersebut.
Uraian paling gamblang perihal pendekatan Teheran terhadap konflik di Nagorno-Karabakh disampaikan pemimpin spiritual, Ayatollah Ali Khamanei, Selasa (2/11). Menurutnya kawasan yang diduduki separatis Armenia itu “harus dikembalikan” kepada Azerbaijan.
“Wilayah yang diduduki Armenia harus dikembalikan dan dibebaskan. Ini adalah kondisi paling esensial,” katanya dalam pidato di televisi. “Tanah ini adalah milik Azerbaijan, yang mempunyai semua hak atasnya.”
Sebagai syarat tambahan, Khamenei menegaskan “keselamatan warga etnis Armenia yang hidup di wilayah ini harus dijamin,” dan bahwa kedua pihak menjamin agar pertempuran di Nagorno tidak melebar ke luar batas teritorial kedua negara.
“Perang ini... mengancam keamanan di seluruh kawasan,” kata dia. “Ini harus diakhiri secepat mungkin.”
Pidato Khamenei itu lebih tegas ketimbang pernyataan Presiden Hassan Rouhani yang meminta “semua pihak” agar “menerima kenyataan, dan menghormati keutuhan teritorial negara lain,” tanpa menyebut Armenia.
Iklan
Milisi asal Timur Tengah
Pemerintah di Yerevan selama ini dituduh menyokong kelompok separatis etnis Armenia yang menduduki Nagorno-Karabakh. Kawasan pegunungan yang membentang hingga ke dekat perbatasan Iran itu dihuni oleh warga berdarah Armenia, setelah gencatan senjata 1994 yang mengusir warga Azerbaijan dari kawasan tersebut.
Rusia sudah menandatangani pakta pertahanan dan berkomitmen melindungi Armenia dalam kasus invasi kekuatan asing. Namun Moskow sejauh ini menolak intervensi militer, selama perang hanya berkecamuk di Nagorno-Karabakh. Kawasan itu resminya adalah milik Azerbaijan.
Sementara itu kementerian Luar Negeri Rusia mengklaim, sebanyak 2.000 gerilawan dari Timur Tengah ikut bergabung dalam perang di Nagorno-Karabakh. “Internasionalisasi” konflik antara Armenia dan Azerbaijan itu dinilai mengancam stabilitas keamanan regional.
“Kami sangat khawatir terhadap internasionalisasi konflik di Nagorno-Karabakh dan keterlibatan kaum militan dari Timur Tengah,” kata Menlu, Sergey Lavrov, dalam sebuah wawancara dengan harian bisnis Rusia, Kommersant.
“Kami sudah berulangkali meminta aktor asing untuk menggunakan potensi yang mereka miliki untuk mengakhiri pengiriman militan, yang angkanya di zona konflik mendekati 2.000 orang,” imbuhnya.
Lavrov mengatakan Presiden Vladimir Putin telah mengangkat isu ini dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pekan lalu.
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, bersikeras penarikan mundur kekuatan Armenia dari kawasan konflik merupakan syarat pamungkas bagi perdamaian. Saat ini militer Azerbaijan dikabarkan sudah menguasai sejumlah wilayah di Nagorno, dan berusaha merangsek dari arah selatan.
Kementerian Pertahanan Republik Artsakh, wilayah Nagorno yang dikuasai Armenia, menyebutkan 1.177 serdadunya tewas dalam pertempuran sejak 27 September. Azerbaijan sebaliknya tidak mengumumkan jumlah korban perang. Namun Rusia memperkirakan jumlah kematian di kedua belah pihak mencapai 5.000 orang.
rzn/as (ap,afp, dpa)
Sengketa Wilayah Paling Berdarah di Bumi
Ribuan orang harus melepas nyawa demi mempertahankan atau berebut sepetak tanah di Bumi. Inilah konflik perbatasan paling mematikan di dunia saat ini.
Foto: Marco Longari/AFP/Getty Images
Laut Cina Selatan
Enam negara berebut dua gugusan pulau di Laut Cina Selatan: Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan. Konflik seputar salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia ini belakangan semakin memanas. Kepulauan Spratly pernah dua kali menjadi medan pertempuran antara Cina dan Vietnam, yakni tahun 1974 dan 1988. Terakhir kali kedua negara bertempur, Vietnam kehilangan 64 serdadunya.
Foto: imago/Westend61
Nagorno Karabakh
Sejak Perang Dunia I Armenia dan Azerbaidjan sudah saling bermusuhan. Perseteruan itu berlanjut saat kedua negara berebut Nagorno Karabakh, wilayah subur seluas pulau Bali. Antara 1988 dan 1992, Armenia dan Azerbaidjan terlibat konflik yang menewaskan lebih dari 35.000 serdadu dan warga sipil. April 2016 perang kembali berkecamuk selama empat hari. Lebih dari 100 orang dinyatakan tewas
Foto: Getty Images/B. Hoffman
Kashmir
Sejak 1989 India berperang melawan kelompok bersenjata yang disokong Pakistan di Jammu Kashmir. Sejak saat itu lebih dari 21.000 gerilayawan tewas dan sekitar 5000 pasukan India gugur dalam tugas. Perang di Jammu Kashmir merefeleksikan konflik wilayah antara India dan Pakistan yang sebagiannya juga direcoki oleh Cina. Hingga kini konflik Kashmir masih berlanjut tanpa jalan keluar
Foto: picture-alliance/dpa/J. Singh
Semenanjung Krimea
Semenanjung di Laut Hitam ini sebenarnya kenyang konflik. Kekaisaran Rusia pernah bertempur melawan koalisi Kesultanan Usmaniyah yang didukung Inggris dan Perancis di abad ke19. Pada 2014 silam Rusia kembali unjuk gigi dengan menyokong pemberontakan melawan Ukraina. Kini Krimea menyatakan diri merdeka dan menjadi negara boneka Moskow.
Foto: picture-alliance/ITAR-TASS
Preah Vihear
Kamboja dan Thailand saling serang berebut kawasan Preah Vihear antara 2008 hingga 2011. Lebih dari 40 orang tewas, termasuk warga sipil. Wilayah di sekitar candi Preah Vihear ini sudah menjadi sengketa sejak Perang Dunia II. Tahun 1962 pengadilan internasional mengakui klaim Kamboja atas kompleks candi yang dibangun pada abad ke 11 itu. Namun Thailand tetap mengklaim kawasan di sekitarnya
Foto: picture-alliance/dpa
Dataran Tinggi Golan
Wilayah pegunungan yang membelah Israel dan Suriah ini sudah sering membuahkan perang antara kedua negara. Pertama tahun 1967 pada Perang Enam Hari, dan terakhir tahun 1973 ketika Israel bertempur melawan koalisi Arab dalam Perang Yom Kippur. Dataran Tinggi Golan diminati karena letaknya yang strategis. Sejak 1967 kawasan subur ini dikuasai oleh Israel.
Foto: Reuters/B. Ratner
Sahara Barat
Sejak 46 tahun Maroko bertempur melawan Republik Sahrawi yang mengklaim seluruh Sahara Barat sebagai wilayahnya. Hingga kini sebagian besar kawasan sengketa seluas dua kali pulau Jawa ini masih dikuasai Maroko. Menurut catatan sejarah, sejak awal perang sudah 21.000 nyawa melayang.
Foto: DW/A. Errimi
Pulau Malvinas/Falkland
Digerakkan oleh rasa nasionalisme, Argentina 1982 menduduki pulau Malvinas yang dikuasai Inggris. Akibatnya perang berkecamuk dan hampir 1000 serdadu meninggal dunia. Malvinas alias Falkland adalah konflik peninggalan era kolonialisme. Kepulauan seluas Nusa Tenggara Barat itu sudah diperebutkan oleh Spanyol dan Inggris sejak abad ke18
Foto: picture alliance/dpa/F. Trueba
Osetia Selatan & Abkhazia
Lebih dari 500 serdadu dan warga sipil tewas ketika Rusia mencaplok wilayah Georgia dan mendeklarasikan negara boneka. Abkhazia sudah bertempur demi kemerdekaan sejak awal 90an. Saat itu kelompok separatis melakukan pembersihan etnis Georgia. Lebih dari 10.000 orang tewas dan ratusan ribu lainnya menjadi pengungsi. Perang etnis juga terjadi di Osetia Selatan antara 1989 hingga 1998.