1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rusia Picu Perang Jihad Di Negaranya

25 Januari 2011

Mayoritas warga Rusia meyakini, pelaku serangan bunuh diri adalah anggota kelompok radikal Islam dari Kaukasus. Rusia menciptakan sendiri perang jihad di negaranya.

Penjagaan keamanan di bandara Domodedovo yang tadinya longgar diperketat setelah dilancarkannya serangan teror.Foto: AP


Serangan teror terhadap bandara Moskow Domodedovo yang menewaskan sedikitnya 35 orang menjadi sorotan dalam tajuk media internasional.

Harian Italia La Stampa dalam tajuknya berkomentar : Memang terlalu dini untuk menarik kesimpulan. Laporan resmi pertama dari serangan teror itu menyebutkkan pelaku diduga seorang teroris berwajah Arab. Jika hal itu memang benar, Kremlin dapat memanfaatkan asal-usul pelaku serangan bunuh diri, untuk membuktikan tuduhan klise, bahwa Al Qaida bersembunyi di belakang serangan teror tsb. Juga jika hanya terdapat sedikit keraguan, bahwa bantuan keuangan bagi teroris asal Kaukasus datang dari dunia Arab, namun ada kenyataan pahit lainnya. Yakni, Rusia menciptakan sendiri perang jihad di negaranya.

Harian Perancis Liberation berkomentar : Perang Chehnya kedua sama brutalnya dengan yang pertama, demikian penegasan pemberontak radikal Islam dari Kaukasus. Dan perang itu memakan korban puluhan ribu warga sipil. Penculikan, penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang yang dilakukan tentara Rusia dan milisi yang berada di bawah perintahnya, memicu lingkaran setan aksi balas dendam yang tidak ada ujungnya. Simbol utama aksi balas dendam ini adalah apa yang dijuluki kelompok janda hitam dari Kaukasus. Mereka adalah istri atau anak perempuan warga Muslim yang dibunuh tentara Rusia. Dan setiap kali mereka melancarkan aksi yang mengerikan, akan dibalas pula dengan represi lebih berat. Duet Putin dan Medvedev kali inipun akan melakukan tindakan yang sama. Dan lagi-lagi dengan persetujuan mitra baratnya, sesuai slogan perhimpunan untuk melawan musuh bersama.

Harian Spanyol El Periodico de Catalunya dalam tajuknya berkomentar : Politik bumi hangus di Chehnya, memaksakan Rusianisasi di republik Dagestan dan Ingusetia serta perang kilat di Georgia, memberikan dorongan bagi tokoh pencerah Islam dan pendukung perang jihad di kawasan Kaukasus. Ketidak stabilan di kawasan Kaukasus menjadi lahan subur bagi tumbuhnya terorisme internasional. Tidaklah penting, apakah perintah serangan teror itu datang dari Kaukasus atau dari sebuah cabang Al Qaida. Yang utama adalah, Moskow kini menjadi sasaran prioritas dari terorisme. Penyebabnya, pemerintah Rusia sejak bertahun-tahun menjalankan haluan tangan besi untuk menuntaskan konflik di Kaukasus dan mengangkat pemerintahan boneka di kawasan tsb.

Harian Jerman Märkische Allgemeine berkomentar : Para perwira militer di Rusia sudah menyimpulkan, teroris dari Kaukasus berada di belakang serangan pembunuhan tsb. Hal itu menegaskan, bahwa Moskow akan kembali melancarkan tindakan keras terhadap warga Kaukasus di Rusia. Sementara di kawasan bermasalah Kaukasus akan dikukuhkan sebuah rezim represi. Harapan kawasan di selatan Rusia itu untuk merdeka semakin sirna. Kemandirian lewat sumber daya alamnya, pengaruh dunia Islam dan AS serta represi Uni Sovyet yang tidak terlupakan, menyebabkan Kaukasus terus terinfeksi virus pemberontakan.

Terakhir harian Polandia Rzeczpospolita berkomentar : Setelah Kremlin menumpas perlawanan kelompok separatis di Chehnya, kelompok pemberontak melarikan diri ke republik tetangga Dagestan dan Ingusetia. Dari sana mereka melanjutkan perangnya. Kelompok separatis Muslim ini juga dapat memperhitungkan dukungan kelompok ekstrimis dari belahan dunia lainnya. Perang untuk menuntut kemerdekaan Chehnya, yang memicu semakin parahnya kemiskinan di kawasan tsb, berubah menjadi perang ideologi, untuk mendirikan sebuah emirat Muslim di kawasan Kaukasus.

AS/DK/afp/dpa