Rusia yang dukung rejim Assad lancarkan serangan udara terbesar ke Aleppo yang sudah hancur. Presiden Rusia Vladimir Putin batalkan kunjungan ke Paris akibat kecaman dari Barat.
Iklan
Rangkaian serangan terakhir Rusia di Aleppo Selasa kemarin menewaskan sekitar 25 warga sipil, demikian laporan seorang pengamat. Di samping itu, serangan menyebabkan kerusakan berat di sejumlah daerah pemukiman, di bagian kota yang dikuasai pemberontak. Warga kawasan itu serta tim penolong mengatakan yang tewas 50 orang. Mereka juga menghitung korban yang jatuh di desa-desa sekitar Aleppo yang juga dikuasai pemberontak.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin yang mendukung rejim Presiden Bashar al Assad membatalkan kunjungan ke Paris, karena pertikaian yang timbul setelah rangkaian kekerasan terbaru di Suriah. Rusia membantu Assad dalam upaya menguasai kembali seluruh Aleppo. Militer Suriah bersumpah mengambilalih seluruh kota, yang sudah terpecah sejak pertengahan 2012.
Serangan meningkat sejak ambruknya gencatan senjata
Serangan udara semakin gencar sejak gagalnya gencatan senjata yang dinegosiasikan Washington dan Moskow. Ketika itu, gencatan senjata yang baru berjalan sekitar sepekan berakhir akibat serangan atas konvoi truk yang membawa bantuan kemanusiaan, yang menurut barat dilancarkan Rusia. Moskow berulangkali menegaskan, saat serangan dilancarkan, tak ada satupun pesawat tervang mereka beroperasi di kawasan itu. Beberapa hari setelahnya AS menyatakan menghentikan segala bentuk kerjasama bilateral dengan Rusia.
Sejak itu bagian timur kota Aleppo yang dikuasai pemberontak terus digempur serangan udara. Militer Suriah menyatakan Rabu pekan lalu, akan mengurangi pemboman, setelah serangan berhari-hari menyebabkan ratusan orang tewas dan menghancurkan rumah sakit terbesar yang masih berdiri di bagian timurn kota terbesar kedua di Suriah itu.
Baik Moskow dan Damaskus mengatakan serangan akan dikurangi, untuk memungkinkan warga sipil meninggalkan kawasan yang diserang. Itu dinyatakan karena dunia internasional semakin menunjukkan kemarahan atas kesengsaraan sekitar 250.000 warga sipil yang tinggal di kawasan yang dikuasai pemberontak.
'Armagedon' di Aleppo
Kota Aleppo di Suriah jadi "neraka" diluluhlantakkan serangan udara pasukan pemerintah Suriah dibantu Rusia bulan September 2016. Kehancuran luar biasa yang ditimbulkan dapat disimak dalam galeri foto ini:
Foto: Reuters/A. Ismail
Luluh lantak
Seorang pria berjalan di antara reruntuhan gedung-gedung di kawasan al Qaterji, Aleppo yang hancur luluh akibat serangan udara saat pecah pertempuran antara pasukan pemerintah melawan kaum pemberontak..
Foto: Reuters/A.Ismail
Kota membara
Seorang pria berjalan melewati kepulan asap dari sebuah bis yang terbakar, akibat serangan udara di kawasan Salaheddin yang dikuasai pemberontak. Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan, dalam tahun-tahun terakhir, ini adalah serangan terburuk yang pernah dilakukan dalam menghancurkan sebuah kota.
Foto: GettyImages/AFP/A. Alhalbi
Korban cedera dan tewas terus berjatuhan
Pekerja bantuan Suriah bersama warga setempat bergotong royong mengangkut tubuh korban serangan di Salaheddin..
Foto: GettyImages/AFP/A. Alhalbi
Apa yang tersisa?
Usai serangan, warga di distrik Bustan al Qasr memeriksa kerusakan yang terjadi akibat pertempuran dan mencari sesuatu yang masih bisa diselamatkan. Foto diambil anggota Helm Putih.
Foto: Picture-Alliance/dpa/Syrian Civil Defense White Helmets
Lahan pun amblas
Anak-anak melewati lahan yang amblas di kawasan Muyeser setelah pasukan Suriah dan Rusia melancarkan serangan udara.
Foto: picture-alliance/abaca/J. Al Rifai
Lubang menganga
Sebuah gedung masih berdiri tanpa atap dan didingnya berlubang besar akibat serangan udara. Penghuni gedung terpaksa menyingkir, karena bangunan senmacam ini pasti akan jadi sasaran serangan berikutnya.
Foto: picture-alliance/abaca/J. Al Rifai
Kemana mencari air?
Nyaris seluruh infrastruktur di kota kedua terbesaar Suriah itu hancur karena pertempuran sengit. Warga kini kesulitan mendapat air bersih, karena bansyak pipa air bersih hancur terkena ledakan.
Foto: Reuters/A. Ismail
Keluarga yang terporak-poranda
Makin banyak warga terpaksa meninggalkan rumah kediaman mereka yang remuk redam dihantam bom dan tak ada lagi yang tersisa. Keluarga cerai berai dan kota porak poranda.
Foto: Getty Images/AFP/T. Mohammed
Nyawa tak ada harganya
Pekerja bantuan Suriah bersama warga setempat bergotong royong mengangkut jenazah korban serangan tanggal 23 September 2016 di Al Marja. Di ajang pertempuran di Aleppo nyawa manusia nyaris tak ada harganya lagi.
Foto: Getty Images/AFP/A. Alhalbi
Masihkah ada masa depan?
Seorang anak di Tariq al Bab hanya mampu memandangi kerusakan di lingkungan tempat tinggalnya. Sulit membayangkan bagaimana masadepan mereka. Bahkan harapan untuk gencatan senjata-pun kini nyaris musnah.
Foto: Reuters/A. Ismail
10 foto1 | 10
Namun koresponden AFP dan organisasi HAM Syrian Observatory for Human Rights melaporkan, Selasa kembali terjadi pemboman besar-besaran.
Assad bertekad kuasai seluruh Aleppo
Rami Abdel Rahman dari Observatory mengatakan, "Ini adalah pemboman terbesar oleh Rusia, sejak rejim Suriah mengumumkan akan mengurangi pemboman" pekan lalu. Dari 25 yang tewas, empat di antaranya anakanak. Dengan didukung serangan udara Rusia, pasukan Assad terus maju dan mengambilalih bagian Aleppo sedikit demi sedikit.
Pemboman terbaru atas Aleppo kemungkinan makin merusak hubungan antara Rusia dan negara-negara Barat. Presiden Perancis Francois Hollande hari Minggu mengatakan, serangan di Aleppo semakin menguatkan indikasi kejahatan perang. Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyerukan aktivis perdamaian untuk mengadakan demonstrasi di luar Kedutaan Besar Rusia di London. Menurut Johnson selama ini aktivis kurang menunjukkan kemarahan mereka, dan semakin berkurang akibat perang tak kunjung henti di Suriah.
ml/as (afp, rtr, dpa)
Memahami Krisis Global Lewat Lensa
Fotografer Jepang, Yusuke Suzuki soroti kondisi paling memilukan di dunia. Suriah, Afghanistan, krisis pengungsi. Berkat karyanya, ia dapat penghargaan dari Berlin Foto Biennale untuk fotografer muda berbakat.
Foto: USK Photography
Semua Dihancurkan
Yusuke Suzuki masuk ke Aleppo, Suriah lewat perbatasan Turki 2013. Salah satu foto dari seri "City of Chaos" tunjukkan jalan yang dulu jadi lokasi kawula muda "nampang." Suzuki berkata, "Ketika saya tiba di Aleppo, saya baru sadar, di sini tidak ada air, gas, listrik, obat, sekolah, pekerjaan, bahkan susu untuk bayi."
Foto: USK Photography
Dingin Menusuk
"Orang-orang berteriak-teriak ketika selimut dibagikan. Tidak ada yang punya gas untuk memanaskan ruangan, dan musim dingin sangat berat." Yuzuke Suzuki berkunjung ke Aleppo bulan Januari saat musim dingin.
Foto: USK Photography
Berteman
Fotografer Jepang itu masuk Suriah dengan bantuan seorang penghubung, anggota pemberontak Free Syrian Army. Keduanya langsung berteman. Karena itu Suzuki diterima sebagai tamu. Ia tidur dan makan di tempat tinggal sederhana warga kota, yang sudah penuh sesak karena menampung anggota keluarga yang rumahnya hancur terkena bom.
Foto: USK Photography
Di Tengah Front Pertempuran
Fotografer itu juga ikut para pemberontak sampai garis depan. "Sering kami minum teh bersama, dan bergurau. Bahkan di front pertempuran mereka masih saling menceritakan lelucon, saat tembakan pertama dilepaskan." Tapi ketika baku tembak makin gencar, situasi segera berubah. Suzuki merasakan, bukan dirinya saja yang takut mati.
Foto: USK Photography
Tiba Dalam Keadaan Putus Asa
Di pulau Lesbos fotografer Jepang itu mendokumentasikan krisis pengungsi. "Setiap hari datang antara 20 sampai 25 perahu yang penuh sesak dengan manusia", demikian cerita Suzuki.
Foto: USK Photography
Bagaimana Selanjutnya?
Apa yang dialami Yuzuke Suzuki di Lesbos, digambarkannya sebagai "momen yang mengoyak hati". Ia merasa sangat sulit membuat foto orang-orang yang sedang merasakan sakit dan putus asa. "Tapi harus ada orang yang menyebarkan cerita mereka", kata Suzuki.
Foto: USK Photography
Proyek Profesional Pertama di Afghanistan
Yuzuke Suzuki pertama kali membuat karya foto secara profesional,saat berkunjung ke Afghanistan tahun 2006. Ketika itu ia baru berusia 21 tahun. Perjalanan ini mengubah pandangan pribadinya. Awalnya ia ingin jadi gitaris band, setelah perjalanan ke Afghanistan ia memutuskan jadi fotografer.
Foto: USK Photography
Keseharian di Negara Yang Dikoyak Perang
Apa yang diketahuinya sebagai seorang pemuda Jepang tentang perang dan perdamaian? Pertanyaan ini berusaha dijawab Yuzuke Suzuki lewat perjalanannya ke Afghanistan. Ia melihat bahwa hidup sehari-hari tidak hanya terdiri dari kehancuran, melainkan juga keindahan, yang berhasil dipotretnya.
Foto: USK Photography
Foto Yang Dapat Penghargaan
"Saya berusaha mengerti, apa artinya perang. Saya ingin melihat, mendengar dan merasakan, bagaimana orang bisa hidup dalam perang", demikian Suzuki menjelaskan seri foto yang dibuat di Afghanistan. Untuk karya fotografinya yang autentik, ia mendapat penghargaan Berlin Photo Biennale bagi fotografer muda berbakat. Penulis: Nadine Wojcik (ml/as)