Bentrok antara kelompok massa terkait UU Kewarganegaraan kembali pecah di Delhi, India. Korban tewas hingga Kamis (27/02) dilaporkan mencapai 33 orang.
Sunil Kumar, Direktur Rumah Sakit Guru Teg Bahadur (GTB), mengatakan pada hari Kamis (27/02) bahwa rumah sakitnya mencatat setidaknya ada 30 korban tewas. "Mereka semua (yang tewas di GTB) mengalami luka tembak," kata Kumar. Sementara kepala dokter di Rumah Sakit Lok Nayak mengatakan bahwa tiga orang telah meninggal di sana. Dengan demikian, korban tewas akibat kerusuhan ini telah mencapai 33 jiwa.
Jumlah korban tewas ini meningkat dari semula 27 orang pada hari Rabu (26/02). Keseluruhan korban tersebut tewas dalam kerusuhan yang terjadi pada Senin (24/02) dan Selasa (25/02) ketika dua kelompok massa terlibat bentrok. Sejumlah tempat tinggal, tempat usaha, rumah ibadah dan sekolah dilaporkan dibakar massa. Lebih dari 200 orang terluka dalam kerusuhan tersebut.
Secara terpisah, Komisaris Gabungan Polisi Delhi, OP Mishra, mengatakan situasi saat ini telah terkendali. Para pejabat tinggi kepolisian dan administrasi setempat telah mulai mengunjungi daerah yang sebelumnya dilanda kerusuhan. Penduduk setempat juga terlihat mulai membersihkan jalan-jalan.
"Kami yakinkan bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dan toko-toko silakan buka. Kami meminta masyarakat untuk tidak berkumpul dalam sebuah kelompok, terutama kaum muda," kata Mishra. Polisi mengatakan sejauh ini pihaknya telah menahan sekitar 100 orang sehubungan dengan kerusuhan tersebut.
Seruan menahan diri dan permintaan jam malam
Setelah kerusuhan terjadi beberapa hari, Perdana Menteri India Narendra Modi pada Rabu akhirnya mengeluarkan pernyataan lewat twitter dan menyerukan pihak yang bertikai untuk menahan diri.
Sementara Kepala Menteri Delhi, Arvind Kejriwal, meminta pemerintah India untuk memberlakukan jam malam dan mengerahkan pasukan di daerah-daerah yang terkena dampak kerusuhan ini.
Sebelumnya, massa datang dengan membawa senjata tajam dan senjata api membakar ribuan bangunan dan kendaraan. Warga mengeluh bahwa polisi tidak melakukan upaya yang cukup untuk menghentikan kekerasan ini.
India memiliki UU Kewarganegaraan yang akan memudahkan pemeluk agama minoritas dari negara tetangga seperti Bangladesh, Afghanistan dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan India. Namun ini tidak berlaku bagi imigran muslim.
Banyak warga muslim percaya bahwa UU kewarganegaraan yang dinilai diskriminatif ini akan membuat mereka kehilangan kewarganegaraan. Mereka juga percaya bahwa ini merupakan bagian dari rencana partai penguasa sayap kanan pimpinan Perdana Menteri Modi untuk mengubah India yang resminya adalah negara sekuler menjadi negara Hindu.
ae/vlz (AFP, dpa)
Mahatma Gandhi: Pengacara yang Menjadi Bapak Bangsa
Perjuangan Gandhi yang selalu berpihak pada rakyat kecil dan cinta perdamaian tidak hanya signifikan untuk India, melainkan juga dunia. Ia menjadi Bapak Bangsa India, yang berhasil mengakhiri 200 tahun kekuasaan Inggris.
Foto: Getty Images/Hulton Archive
Lahirnya jiwa yang besar
Mahatma Gandhi memiliki nama asli Mohandas Karamchand Gandhi. Ia lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, negara bagian Gujarat, India. Di dunia ia lebih dikenal dengan nama Mahatma Gandhi. Kata "mahatma" yang disematkan pada namanya memiliki arti "jiwa yang besar".
Foto: Reuters/P. Ravikumar
Menikah di usia belia
Pada Mei 1883, Gandhi menikah dengan Kasturba Mankaji pada usia 13 tahun. Kasturba berusia 14 tahun pada waktu itu. Mereka menikah karena dijodohkan, satu praktik yang umum saat itu di India.
Foto: AP
Pengacara lulusan Inggris
Gandhi kuliah hukum di London dari September 1888 hingga Juni 1891. Setelah menyelesaikan studinya, ia kemudian kembali ke India. Di sana ia menjadi pengacara dari tahun 1891 hingga 1893.
Foto: picture-alliance/akg-images
Pindah ke Afrika Selatan
Pada tahun 1893, Gandhi pergi ke Afrika Selatan untuk bekerja menjadi pengacara. Di bulan Mei di tahun yang sama, ia mengalami tindakan rasisme. Karena warna kulitnya, ia dikeluarkan dari gerbong kelas satu kereta yang ia tumpangi.
Foto: picture-alliance/dpa
Memulai "Satyagraha"
Pada tahun 1894, Gandhi mendirikan Natal Indian Congress (Kongres India di wilayah Natal, Afrika Selatan) untuk melawan diskriminasi dan membantu imigran India di Afrika Selatan. Dia memulai gerakan Satyagraha yang merupakan gerakan protes sipil tanpa kekerasan.
Foto: Getty Images/Hulton Archive
Mulai memakai dhoti putih
Pada tahun 1906, Gandhi berjanji untuk hidup selibat dan mulai mengenakan hanya dhoti putih. Dhoti adalah pakaian tradisional untuk laki-laki di India.
Foto: AP
Unjuk rasa dari Natal ke Transvaal
Pada tahun 1913, ia memimpin unjuk rasa dari Natal ke Transvaal, Afrika Selatan, demi memperjuangkan hak para imigran India. Lebih dari dua ribu orang berpartisipasi dalam demonstrasi ini.
Foto: AP
Melawan aturan Inggris
Gandhi kembali ke India pada tahun 1915. Di sini ia mengorganisasi protes satu hari terhadap aturan pemerintahan Inggris, di mana setiap orang India yang dicurigai sebagai teroris akan dipenjara.
Foto: AP
Menjadi pemimpin partai
Dari tahun 1920 hingga 1924, Gandhi menjadi pemimpin utama partai Kongres Nasional India dan berkampanye untuk merdeka dari Inggris. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah Inggris, salah satunya dengan memboikot produk-produk Inggris. Akibatnya, ia ditangkap dan harus mendekam di penjara selama dua tahun.
Foto: AP
Protes garam
Pada tahun 1930, Gandhi memimpin protes "Dandi March" atau juga dikenal dengan "Salt March" atau protes garam. Protes ini menentang aturan Inggris yang melarang orang India untuk membuat dan menjual garam. Ribuan orang ikut serta dalam protes selama 24 hari ini.
Foto: AP
Kunjungan ke Inggris
Pada tahun 1931, Gandhi pergi ke Inggris untuk berbicara dengan pemerintah Inggris tentang masa depan India. Namun, Inggris menolak untuk memberikan kemerdekaan pada India.
Foto: AP
Mogok makan
Pada tahun 1932, pemerintah Inggris menahan Gandhi di penjara di Pune, Maharashtra. Di sini ia mogok makan selama enam hari dalam rangka melawan diskriminasi terhadap kelompok yang tak dianggap dalam sistem elektoral baru. Di dalam kelompok ini termasuk orang-orang yang berada di golongan kasta terbawah atau yang tidak masuk ke dalam sistem kasta sama sekali.
Foto: AP
Gerakan "Keluar dari India"
Pada tahun 1942, Mahatma Gandhi memulai gerakan tanpa kekerasan "Quit India" atau "Keluar dari India" untuk memperjuangkan kemerdekaan dari pemerintah Inggris. Gerakan ini menyebar ke seluruh negeri. Gandhi pun kembali dijebloskan ke penjara.
Foto: AP
Mogok makan untuk meredam kerusuhan Hindu-Muslim
Pada 15 Agustus 1947, India merdeka dari kekuasaan Inggris. Namun, negara itu terbagi menjadi dua kubu. Kerusuhan pecah antara umat Hindu dan Muslim beberapa bulan sebelum India merdeka. Untuk meredam kerusuhan dan menciptakan suasana yang kondusif, Mahatma Gandhi melakukan mogok makan.
Foto: AP
Ditembak mati
Seorang ekstremis Hindu, Nathuram Godse, menembak mati Gandhi pada 30 Januari 1948 di New Delhi. Setelah pembunuhan itu, gelombang duka menyebar di seluruh negeri. Lebih dari satu juta orang menghadiri pemakaman Gandhi.
Foto: picture-alliance/Imagno
Bapak Bangsa
Selain "jiwa yang besar", Gandhi juga dijuluki sebagai "Bapu", yang berarti ayah. Ia menjadi Bapak Bangsa India, yang dikenang bukan hanya di India, namun di seluruh dunia, terutama dalam peringatan hari jadinya yang ke-150 pada 2 Oktober 2019 ini. (Teks: dpa. Ed: na/ts)