Jerman ngebut menuntaskan rancangan undang-undang memerangi terorisme. Tapi paket RUU ini tidak lebih dari sekedar simbol politik yang bahkan bisa berbahaya. Komentar Christoph Ricking.
Foto: Africa Studio - Fotolia.com
Iklan
Takut teror menjadi pendorong bagi pemerintah Jerman untuk mengajukan rancangan undang-undang anti teror baru. Dalam RUU disebutkan, di masa depan rencana keberangkatan para jihadis ke Suriah atau Irak sudah bisa dijatuhi hukuman. Selain itu hendak dibuat invetarisasi tindak kejahatan terkait pendanaan terorisme.
Undang-undang itu sejatinya tidak diperlukan, dan tidak lebih hanyalah simbol politik belaka. Tujuannya sekedar menimbulkan kesan di kalangan rakyat, bahwa pemerintah Jerman telah melakukan tindakan untuk memerangi kelompok Islamis. Ibaratnya pil penenang. Akan tetapi dengan potensi efek sampingan yang berbahaya.
Christoph Ricking redaktur DW.Foto: DW
Karena dengan RUU itu pemerintah Jerman bergerak ke arah hukum kriminal untuk sebuah niat. Artinya, di masa depan sebuah rencana untuk melakukan perjalanan ke luar negeri saja, tanpa tindakan konkrit apapun, sudah mencukupi untuk diganjar hukuman. Lebih konkrit lagi, ibaratnya seseorang yang punya keinginan membeli mobil balap, sudah bisa dihukum karena melanggar aturan batas kecepatan.
Disamping itu, undang-undang tersebut justru sangat sulit diterapkan kepada orang yang benar-benar punya niat jahat. Karena bagaimana para penyidik bisa membuktikan bahwa seseorang punya niat bergabung dengan kamp pelatihan jihadis di Suriah?
Yang lebih parah lagi adalah aturan untuk memerangi pendanaan terorisme. Ini adalah aksi populis. Sebab dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun dalam peraturan perdagangan luar negeri, masalah tersebut sudah diatur dengan rinci.
Potret Islamis di Jerman
Mereka muda, fanatis dan mencari jalur pintas menuju surga. Otoritas keamanan memeperkirakan terdapat 500 Islamis di Jerman yang siap mengangkat senjata atau mengorbankan diri.
Foto: twitter.com
Komunitas Garis Keras
Ratusan warga Muslim di Jerman tercatat atau dicurigai sebagai militan. Sebagian adalah Muallaf. Sementara sisanya kaum muda berlatarbelakang imigran yang sedang mencari arah hidup, kewalahan menghadapi integrasi dan akhirnya mendarat di komunitas Islam garis keras, kata Hans Georg Maasen, Direktur Dinas Intelijen Dalam Negeri Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Serangan 9/11
Serangan teror pada 11 September 2001 terhadap menara kembar New York direncanakan di Hamburg. Tiga dari empat pelaku serangan 9/11 dan enam kolaborator adalah warga Jerman. Termasuk di antaranya Mohammed Atta dan Moui Mounir el-Motassadeq yang dihukum 15 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/lno
Bom Koper di Köln
Pada 31 Juli 2006, dua mahasiswa Libanon, Jihad Hamad dan Yussuf El Hadjib, berencana meledakan dua bom koper di dua kereta berpenumpang penuh yang berangkat dari stasiun di Köln. Beruntung kedua bom mengalami malfungsi. Hamad kini menjalani 12 tahun penjara di Beirut. Sementara El Hajdib dikurung seumur hidup di Jerman.
Foto: AP
Sel Teror Sauerland
Pada malam tanggal 4 September 2007, satuan anti teror GSG 9 menyerbu sebuah rumah di Sauerland, negara bagian Nord Rhein Westfallen. Mereka menangkap tiga orang, Adem Yilmaz (ki.), Daniel Schneider (tengah) dan Fritz Gelowicz (ka,). Kelompok teroris ini merencanakan serangan bom terhadap aset militer Jerman dan AS. Ketiganya divonis 12 tahun penjara.
Isteri pemimpin sel teror Sauerland, Fliz Gelowicz, juga didakwa di pengadilan. Duduk di belakang kaca pengaman di sebuah pengadilan di Berlin, perempuan berusia 29 tahun itu mengakui dirinya terlibat mencari dana buat mendukung aktivitas jihad suaminya. Ia divonis bersalah turut membantu tindakan terorisme dan dikurung selama dua setengah tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Schwarz
Tumpah Darah di Bandar Udara Frankfurt
Pada 2 Maret 2011, Arid Uka, melancarkan pertumpahan darah di Banda Udara Frankfurt. Ia menembak mati dua serdadu AS dan mencederai dua lainnya. Hingga kini serangan Uka adalah satu-satunya serangan teror di Jerman yang menelan korban jiwa. Uka dilahirkan sebagai Muslim di Kosovo dan tumbuh besar di Jerman. Keluarganya tidak tergolong fanatik.
Foto: picture alliance / dpa
Al Qaeda di Düsseldorf
Al Qaeda di jantung Eropa. Halil S. (tengah) tampil di pengadilan federal Karlsruhe pada Desember 2011 silam. Ia dituduh menjadi anggota sel teror Al-Qaida di Düsseldorf. Salah seorang anggotanya tercatat pernah menjadi pasukan penjaga Osama bin Laden. Jaringan teror itu merencanakan aksi teror besar di Jerman. Ke-empat anggota sel Düsseldorf kini mendekam seumur hidup di penjara.
Foto: dapd
Jejak Salafisme
Jumlah pemeluk Salafisme di Jerman berkembang pesat. Beberapa memperkirakan komunitas ini kini beranggotakan 7000 orang. Sejak Oktober 2011 mereka membagi-bagikan 25 juta eksemplar terjemahan literal Al-Quran dalam Bahasa Jerman secara gratis. Sekitar 500 anggota Salafisme Jerman pernah berpelesir ke daerah perang Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/dpa/Britta Pedersen
Serangan di Bonn
Bonn sejatinya menjadi demonstrasi kekuatan kelompok radikal. Pada Desember 2012 silam sebuah bom bersarungkan tas olahraga diletakkan di stasiun kereta utama. Cuma Malfungsi pada rakitan bom saja yang menggagalkan serangan teror dan menyelamatkan puluhan nyawa penumpang. Marco G. yang besar di Oldenburg dan memeluk agama Islam berada di balik serangan tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
Polisi Syariah
Awal September 2014 lalu, Jerman dikejutkan dengan keberadaan "polisi Syariah" yang berpatroli di kota Wuppertal. Mengenakan rompi oranye, para lelaki ini menghentikan pemuda Muslim dan mengingatkan mereka agar selalu beribadah dan tidak meminum alkohol atau mendengarkan musik. Aiman Mazyek, Direktur Dewan Pusat Muslim Jerman, menyebut aksi kelompok tersebut "penyalahgunaan agama."
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Veteran Perang Suriah
Pada Juli 2013 silam Kreshnik B. pergi ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teror Islamic State. Ketika kembali ke Jerman, ia ditangkap di Frankfurt dan didakwa terlibat dalam terorisme dan pembunuhan. Jika mengaku bersalah, ia minimal akan mendekam di balik jeruji selama empat tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/Boris Roessler
Dari Rapper menjadi Jihadis
Denis Cuspert, berayahkan seorang Jerman dan ibu berdarah Ghana, dilahirkan 1975 silam. Penyanyi rap yang terkenal dengan nama Deso Dog itu memutuskan berjihad bersam Islamic State di Suriah sejak 2012. Belakangan sosoknya diidentifikasi dalam video pemenggalan kepala sandera yang disebarkan oleh IS.
Foto: twitter.com
12 foto1 | 12
Kecepatan Kementrian Hukum mengajukan RUU, berbasis resolusi PBB terkait "foreign fighters" dari tahun 2014 lalu, bukan berarti langkah berkualitas. Sebab resolusi lebih banyak diarahkan ke negara-negara di Timur Tengah, yang sejauh ini tidak banyak bergerak untuk mengejar para "jihadis".
Ironisnya, sebuah peringatan dari Komisi Uni Eropa kepada pemerintah Jerman dari tahun 2007, agar memasukkan definisi terorisme Uni Eropa ke dalam kitab undang-undang hukum pidana, hingga kini justru belum dilaksanakan. Padahal langkah ini bermaksud memudahkan langkah penyidik untuk mengejar teroris.
Kritik tajam juga dilontarkan perhimpunan petugas anti kriminal dan dinas kriminal Jerman. Disebutkan, rancangan itu banyak kesalahannya dan hanya sekedar kosmetika dari pemerintah Jerman. Seharusnya, ketimbang merancang paket aturan baru, pemerintah Jerman lebih baik menambah jumlah personal polisi serta memberi perlengkapan lebih baik bagi para penyidik. Masalahnya: investasi yang diperlukan untuk itu relatif mahal. Sementara rancangan undang-undang tentu saja jauh lebih murah.